Konten dari Pengguna

Manajemen Modern: Dalam Lensa Nilai Spiritual

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
27 April 2025 18:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Managemen tidak hanya efesiensi, juga tentang nilai spiritualitas (Sumber:  Zainul Yasni. Under the Unsplash License)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Managemen tidak hanya efesiensi, juga tentang nilai spiritualitas (Sumber: Zainul Yasni. Under the Unsplash License)
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang kian kompleks, ilmu manajemen berkembang menjadi alat penting untuk mengatur sumber daya, membangun organisasi, dan meraih tujuan bersama. Namun, ketika manajemen semata dipandang sebagai teknik efisiensi tanpa jiwa, lahirlah praktik-praktik yang mengabaikan nilai etika. Di sinilah Islam menawarkan lensa berbeda: manajemen bukan sekadar soal hasil, melainkan amanah yang harus ditunaikan dengan adil dan bertanggung jawab. Dalam perspektif Islam, kepemimpinan dan pengelolaan adalah bagian integral dari ibadah, bukan sekadar profesi.
ADVERTISEMENT
Imam Al-Mawardi (w. 1058 M) dalam karyanya Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menekankan pentingnya adil dalam kepemimpinan dan pengelolaan umat. Bagi Al-Mawardi, pemimpin atau manajer adalah wakil umat, bukan penguasa atas mereka. Ia mengingatkan bahwa setiap pengelolaan harus didasarkan pada keadilan, kemaslahatan, dan pemeliharaan hak-hak masyarakat. Prinsip ini sejalan dengan konsep accountability dalam teori manajemen modern, tetapi dengan muatan spiritual yang lebih dalam: setiap keputusan bukan hanya dipertanggungjawabkan di dunia, melainkan juga di hadapan Allah.
Dalam ranah kontemporer, Peter Drucker, sosok yang kerap disebut sebagai bapak manajemen modern, mengingatkan bahwa "management is doing things right; leadership is doing the right things." Ucapan ini memiliki resonansi kuat dengan prinsip Islam yang menekankan bahwa tindakan benar (doing things right) harus berpijak pada nilai kebenaran (doing the right things). Seorang manajer muslim sejati tak hanya mengutamakan efisiensi, tetapi juga memastikan bahwa langkahnya berlandaskan kejujuran, keadilan, dan kasih sayang, sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
ADVERTISEMENT
Salah satu teori modern yang relevan adalah Servant Leadership yang dipopulerkan oleh Robert K. Greenleaf. Teori ini menempatkan pemimpin sebagai pelayan terlebih dahulu sebelum menjadi pengarah. Dalam Islam, konsep ini bahkan lebih tua; Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan pemimpin-pelayan, yang dalam berbagai riwayat disebut membantu pekerjaan rumah, memperbaiki sandal sendiri, dan merendahkan diri di hadapan sahabat-sahabatnya. Integrasi antara nilai Islam dan Servant Leadership menunjukkan bahwa keberhasilan manajerial sejati lahir dari pengabdian, bukan dominasi.
Implikasi positif dari irisan antara ilmu manajemen dan nilai-nilai Islam begitu luas. Ia melahirkan praktik manajemen yang tidak hanya efektif, tetapi juga membangun kepercayaan, keadilan sosial, dan keberlanjutan moral dalam organisasi. Seorang manajer yang berpegang pada nilai-nilai Islam, misalnya, akan lebih menekankan transparansi dalam pengambilan keputusan, memprioritaskan kesejahteraan anggota tim, dan menjaga etika dalam mencapai target-target organisasi.
ADVERTISEMENT
Ambil contoh dalam dunia bisnis: seorang CEO muslim yang menerapkan prinsip amanah dan ihsan tidak akan tergoda untuk memanipulasi laporan keuangan demi mengejar bonus akhir tahun. Ia paham bahwa keuntungan materi hanyalah satu aspek, sementara keridhaan Allah adalah tujuan akhir. Atau dalam sektor pendidikan, seorang kepala sekolah yang menginternalisasi nilai shura (musyawarah) akan mendorong partisipasi guru dan murid dalam pengambilan kebijakan, bukan sekadar memaksakan kehendak dari atas.
Di tengah krisis kepercayaan terhadap banyak institusi, manajemen yang berbasis nilai Islam menawarkan model alternatif yang menjanjikan. Ia tidak menegasikan rasionalitas dan profesionalisme, melainkan mengharmonisasikannya dengan etika dan spiritualitas. Dengan demikian, organisasi tidak hanya mengejar produktivitas, tetapi juga membentuk karakter insan yang mulia.
ADVERTISEMENT
Mengelola dengan nurani adalah kebutuhan zaman. Ketika teori-teori manajemen modern diperkaya dengan nilai-nilai luhur Islam, kita menemukan bahwa efektivitas dan keberkahan bisa berjalan beriringan. Inilah saatnya membuktikan bahwa dalam dunia yang keras dan penuh persaingan, prinsip-prinsip ketuhanan tetap menjadi kompas utama dalam setiap strategi dan tindakan manajerial.