Konten dari Pengguna

Melindungi Anak dari Konten Online Berbahaya: Tantangan dan Solusi

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral Unpak, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
22 Februari 2025 18:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Anak-anak perlu dilindungi  dari konten online berbahaya (Sumber: Mufid Majnun. Free to use under the Unsplash License)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Anak-anak perlu dilindungi dari konten online berbahaya (Sumber: Mufid Majnun. Free to use under the Unsplash License)
ADVERTISEMENT
Di era digital, internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Akses terhadap informasi, hiburan, dan interaksi sosial semakin mudah diperoleh melalui berbagai platform digital. Namun, kemudahan ini juga membawa ancaman serius berupa konten berbahaya dan tidak pantas yang dapat diakses dengan mudah oleh anak-anak. Artikel The Jakarta Post yang berjudul "Indonesian parents scramble to protect children from harmful, inappropriate online content" pada 17 Februari 2025 menggambarkan kekhawatiran para orang tua di Indonesia terhadap meningkatnya paparan anak-anak terhadap konten negatif di dunia maya. Artikel tersebut menyoroti berbagai upaya yang dilakukan oleh orang tua, mulai dari pengawasan ketat hingga pemanfaatan aplikasi penyaring konten.
ADVERTISEMENT
Konten berbahaya dan tidak pantas mencakup berbagai bentuk, mulai dari pornografi, kekerasan, ujaran kebencian, hingga misinformasi. Anak-anak yang terpapar konten ini dapat mengalami dampak psikologis, perubahan perilaku, hingga gangguan perkembangan moral. Konten semacam ini sering kali beredar tanpa filter di media sosial, platform video, dan forum daring, membuat anak-anak rentan terhadap eksploitasi serta pengaruh negatif yang sulit dikontrol oleh orang tua dan pendidik.
Implikasi negatif dari paparan konten online yang tidak sesuai usia sangat luas. Anak-anak yang sering melihat konten kekerasan cenderung meniru perilaku agresif, sementara paparan pornografi dapat menyebabkan distorsi pemahaman tentang hubungan sosial dan seksual. Selain itu, penyebaran misinformasi di dunia maya juga dapat menghambat kemampuan anak-anak dalam berpikir kritis, mempercayai hoaks, serta terjebak dalam pola pikir yang tidak rasional. Semua ini berpotensi merusak perkembangan mental dan intelektual anak dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini telah menjadi perhatian utama di banyak negara. Beberapa negara maju di Eropa dan Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan ketat dalam membatasi akses anak-anak terhadap konten berbahaya. Di Uni Eropa, misalnya, kebijakan General Data Protection Regulation (GDPR) telah mewajibkan platform digital untuk memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak, termasuk fitur parental control yang lebih efektif. Sementara itu, di Amerika Serikat, undang-undang Children’s Online Privacy Protection Act (COPPA) membatasi pengumpulan data anak di bawah usia 13 tahun dan mewajibkan penyedia layanan internet untuk menghapus konten yang dapat membahayakan anak.
Dari kebijakan di negara-negara maju tersebut, ada beberapa learning points yang bisa diambil. Pertama, pentingnya regulasi yang mengikat penyedia layanan digital agar bertanggung jawab terhadap keamanan pengguna anak. Kedua, peran orang tua dalam memberikan edukasi digital yang tepat kepada anak-anak, sehingga mereka dapat memilah dan memahami mana konten yang sehat dan mana yang berbahaya. Ketiga, perlunya sinergi antara pemerintah, sekolah, dan industri teknologi dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda.
ADVERTISEMENT
Pembatasan konten online berbahaya dan tidak pantas membawa banyak manfaat. Dengan membatasi akses anak-anak terhadap konten negatif, perkembangan mental dan emosional mereka dapat lebih terjaga. Selain itu, pembatasan ini juga mendorong ekosistem digital yang lebih sehat, di mana platform daring lebih bertanggung jawab dalam menyediakan konten yang mendidik dan sesuai dengan nilai moral yang baik. Kesadaran kolektif ini perlu terus dikembangkan agar internet dapat menjadi ruang yang lebih aman dan bermanfaat bagi anak-anak.
Tantangan dalam melindungi anak-anak dari konten berbahaya di dunia digital memang besar, tetapi bukan berarti tidak dapat diatasi. Dengan kombinasi regulasi yang kuat, edukasi digital yang tepat, serta keterlibatan aktif orang tua dan masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan daring yang lebih aman dan mendukung tumbuh kembang anak-anak secara positif.
ADVERTISEMENT