Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Membangun Negeri dengan Nilai: Potensi Strategis Ekonomi Islam
4 Mei 2025 14:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam pusaran sistem kapitalisme global dan kebijakan ekonomi yang sering kali timpang, ekonomi Islam hadir bukan sebagai nostalgia sejarah semata, melainkan sebagai alternatif yang relevan dan aplikatif. Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki potensi besar untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai pilar pembangunan yang berkeadilan. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dikelola secara strategis dalam desain kebijakan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Islam bukan hanya soal larangan riba atau zakat semata. Ia adalah sistem nilai yang membingkai transaksi, distribusi, dan produksi dalam kerangka keadilan sosial, keseimbangan, dan etika. Profesor M. Umer Chapra, pakar ekonomi dari Arab Saudi, menegaskan bahwa krisis ekonomi global yang berulang adalah bukti kegagalan sistem konvensional yang rakus dan individualistis. Dalam bukunya Islam and the Economic Challenge, Chapra menyebut bahwa ekonomi Islam menawarkan sintesis antara efisiensi pasar dan keadilan distribusi melalui prinsip syariah seperti larangan gharar (spekulasi) dan maysir (judi), serta pemberdayaan sektor riil.
Dalam perspektif Islam, seperti ditegaskan oleh al-Imam al-Ghazali, tujuan ekonomi bukan sekadar akumulasi harta, melainkan pemeliharaan lima maqashid syariah: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ekonomi yang tidak menjamin distribusi yang adil dan menimbulkan ketimpangan ekstrem dipandang sebagai bentuk kezhaliman struktural yang bertentangan dengan prinsip Islam. Oleh karena itu, peran negara dalam ekonomi Islam sangat penting, bukan sebagai pemilik tunggal produksi, tapi sebagai penjamin keadilan dan pelindung masyarakat dari eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Teori keadilan distributif modern seperti Capabilities Approach dari Amartya Sen juga mendukung prinsip dasar ekonomi Islam. Sen menekankan pentingnya pemberdayaan manusia dan keadilan substantif, bukan sekadar pertumbuhan angka. Ini sejalan dengan prinsip Islam yang melihat keberhasilan ekonomi bukan dari indikator GDP semata, melainkan dari kesejahteraan dan kehormatan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa negara telah menunjukkan keberhasilan pendekatan ekonomi Islam, salah satunya adalah Uni Emirat Arab. Negara ini berhasil memadukan modernitas dan nilai Islam dalam sistem perbankan dan keuangan syariah, termasuk dalam sektor investasi halal dan industri sukuk global. Dukungan negara terhadap pengembangan ekonomi syariah terlihat dari kemudahan regulasi, dukungan infrastruktur hukum, serta promosi Dubai sebagai pusat ekonomi Islam dunia melalui lembaga seperti Dubai Islamic Economy Development Centre (DIEDC).
ADVERTISEMENT
Indonesia sejatinya telah memulai langkah penting dalam penguatan ekonomi Islam. Berdirinya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), percepatan sertifikasi halal, serta dukungan pada industri halal dan wakaf produktif menunjukkan komitmen negara yang makin menguat. Namun tantangan struktural dan resistensi dari sistem lama membuat pertumbuhan ekonomi syariah belum optimal dan masih terfragmentasi.
Optimisme tetap terbuka lebar. Generasi muda Muslim di Indonesia kian terdidik dan terbuka terhadap prinsip ekonomi Islam. Pertumbuhan bisnis berbasis syariah di ranah digital, e-commerce halal, fintech syariah, hingga tren gaya hidup halal membuktikan bahwa ekonomi Islam tidak identik dengan konservatisme, tetapi justru menjadi wajah baru ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Data OJK juga menunjukkan pertumbuhan tahunan perbankan syariah yang konsisten, mengindikasikan kepercayaan pasar terhadap sistem ini.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, ekonomi Islam dapat menjadi solusi dalam memperkuat ketahanan ekonomi bangsa. Dengan mendorong sektor riil, menjauh dari spekulasi, serta memperkuat sistem distribusi berbasis zakat, infak, dan wakaf, ekonomi Islam mampu menciptakan jaring pengaman sosial yang kokoh. Di saat ekonomi global rentan dan krisis makin sering, sistem ekonomi berbasis nilai ini menawarkan stabilitas yang lebih tahan guncangan.
Momentum Indonesia Emas 2045 harus dilihat sebagai panggilan untuk memformulasikan ulang kebijakan ekonomi yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan, tetapi juga pada pemerataan, etika, dan nilai. Ekonomi Islam memberi jawaban atas tantangan itu. Ia bukan sekadar alternatif, tapi jalan tengah yang menjanjikan: antara efisiensi dan empati, antara pasar dan moral, antara dunia dan akhirat.
ADVERTISEMENT
Membangkitkan ekonomi Islam bukanlah proyek eksklusif umat Islam semata. Ia adalah warisan peradaban yang menjunjung nilai universal: keadilan, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan. Indonesia bisa menjadi pelopor ekonomi Islam dunia jika keberanian politik, intelektual, dan moral bersatu dalam visi besar untuk kesejahteraan seluruh rakyat.