Konten dari Pengguna

Menegakkan Hukum dalam Dinamika Kekuasaan

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
25 April 2025 19:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Hukum & keadilan (Sumber: Planet Volumes. Under the Unsplash License)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Hukum & keadilan (Sumber: Planet Volumes. Under the Unsplash License)
ADVERTISEMENT
Dalam lanskap demokrasi modern, supremasi hukum bukan sekadar prinsip normatif, melainkan fondasi utama yang menjamin keadilan dan kestabilan sosial. Namun, tantangan dalam menegakkan hukum secara adil dan merata masih menjadi pekerjaan rumah yang kompleks. Ketimpangan dalam penegakan hukum, di mana hukum tampak tajam ke bawah namun tumpul ke atas, sering kali mencerminkan adanya intervensi kekuasaan yang mengaburkan fungsi hukum sebagai pelindung keadilan.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini muncul ketika struktur hukum yang seharusnya independen justru terkooptasi oleh kepentingan politik atau ekonomi. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang bagaimana memastikan bahwa hukum dapat berfungsi secara otonom, tanpa tekanan dari aktor-aktor yang memiliki kekuasaan lebih besar.
Gustav Radbruch, filsuf hukum Jerman, mengemukakan bahwa hukum harus selaras dengan keadilan. Dalam teorinya, ia menyatakan bahwa ketika hukum positif bertentangan secara ekstrem dengan keadilan, maka hukum tersebut kehilangan legitimasi dan tidak lagi wajib ditaati. Pandangan ini menekankan pentingnya nilai-nilai moral dalam penegakan hukum, serta perlunya hukum untuk selalu berpihak pada keadilan substantif, bukan sekadar prosedural.
Sebagai contoh, Belanda telah berhasil membangun sistem hukum yang kuat dan independen. Di negara tersebut, lembaga-lembaga hukum beroperasi dengan transparansi tinggi dan bebas dari intervensi politik. Mekanisme checks and balances berjalan efektif, memastikan bahwa tidak ada satu pun kekuasaan yang absolut. Hal ini menunjukkan bahwa dengan desain institusi yang tepat dan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum, independensi hukum dapat terwujud.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks internasional, pakar hukum seperti Thomas Carothers dari Carnegie Endowment for International Peace menekankan pentingnya membangun institusi hukum yang independen sebagai kunci untuk memperkuat demokrasi. Menurutnya, tanpa lembaga hukum yang kuat dan bebas dari pengaruh politik, demokrasi akan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Pandangan ini relevan bagi Indonesia dalam upayanya memperkuat supremasi hukum.
Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia perlu melakukan reformasi struktural dalam sistem hukumnya. Ini termasuk memperkuat independensi lembaga-lembaga penegak hukum, meningkatkan transparansi dalam proses hukum, serta memastikan bahwa semua warga negara, tanpa terkecuali, mendapatkan perlakuan yang adil di hadapan hukum. Selain itu, pendidikan hukum yang menekankan pada etika dan keadilan substantif perlu diperkuat agar para penegak hukum memiliki integritas dan komitmen terhadap keadilan.
ADVERTISEMENT
Peran masyarakat sipil juga sangat penting dalam mendorong penegakan hukum yang adil. Partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi proses hukum dapat menjadi pendorong bagi lembaga-lembaga hukum untuk bekerja lebih transparan dan akuntabel. Media massa, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki tanggung jawab untuk memberitakan dan mengungkap ketimpangan dalam penegakan hukum, serta memberikan ruang bagi diskusi publik yang konstruktif.
Akhirnya, menegakkan hukum di tengah dinamika kekuasaan bukanlah tugas yang mudah. Namun, dengan komitmen bersama dari semua elemen masyarakat, serta pembenahan struktural dalam sistem hukum, cita-cita untuk mewujudkan keadilan yang merata dapat tercapai. Hukum harus menjadi alat untuk melindungi hak-hak semua warga negara, bukan sebagai instrumen kekuasaan bagi segelintir orang.