Konten dari Pengguna

Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan di Indonesia

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral Unpak, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
23 Februari 2025 12:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Pertumbuhan ekonomi (Sumber: Markus Spiske. Free to use under the Unsplash License)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Pertumbuhan ekonomi (Sumber: Markus Spiske. Free to use under the Unsplash License)
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi sering kali menjadi ukuran utama keberhasilan suatu negara dalam mencapai kesejahteraan. Namun, di balik angka-angka pertumbuhan yang tinggi, ketimpangan distribusi manfaat ekonomi masih menjadi tantangan serius. Fenomena ini terlihat di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana sebagian besar keuntungan dari ekspansi ekonomi lebih banyak dinikmati oleh kelompok elit dibandingkan masyarakat kelas bawah. Meskipun angka kemiskinan menurun dan pendapatan per kapita meningkat, ketimpangan tetap menjadi permasalahan yang belum teratasi secara optimal.
ADVERTISEMENT
Salah satu indikator utama ketimpangan di Indonesia adalah meningkatnya rasio Gini dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024. Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kelompok 40 persen terbawah hanya menyumbang 18,41 persen dari total pengeluaran rumah tangga, sedangkan 20 persen kelompok terkaya justru mengalami peningkatan proporsi pengeluaran mereka. Hal ini mencerminkan realitas bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi belum tersebar secara merata di seluruh lapisan masyarakat.
Sebagaimana artikel berjudul "Economic growth without equity: Indonesia’s widening wealth gap", penulis: Lili Retnosari dan Ayesha Tantriana, The Jakarta Post, 21 Februari 2025, ketimpangan ini mencerminkan fenomena exclusive growth, di mana perkembangan ekonomi lebih banyak dinikmati oleh kelompok yang memiliki akses terhadap modal, pendidikan, dan jaringan bisnis. Dalam perspektif negara kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi seharusnya diiringi dengan pemerataan agar kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh warga negara, bukan hanya segelintir elit. Negara-negara dengan sistem kesejahteraan yang kuat, seperti negara-negara Skandinavia, membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dikombinasikan dengan kebijakan redistributif dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan stabil.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, meskipun tingkat kemiskinan turun menjadi 8,57 persen pada 2024, masih terdapat tantangan besar dalam memastikan bahwa masyarakat miskin dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor seperti akses pendidikan, lapangan pekerjaan yang berkualitas, kebijakan upah yang layak, serta sistem pajak yang progresif menjadi elemen kunci dalam mewujudkan pertumbuhan yang lebih merata. Tanpa adanya kebijakan afirmatif yang berpihak kepada kelompok rentan, ketimpangan ekonomi akan terus berlanjut dan berpotensi memperburuk stabilitas sosial dan politik.
Pertumbuhan yang disertai pemerataan memiliki dampak positif dan negatif bagi ekonomi Indonesia. Secara positif, pemerataan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik, dan menciptakan kestabilan sosial. Namun, dari sisi lain, penerapan kebijakan redistributif yang kurang tepat dapat menghambat investasi dan memperlambat laju pertumbuhan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kebijakan yang pro-investasi dan pro-kesejahteraan agar ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa mengorbankan keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran penting dari fenomena ini adalah bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya bertumpu pada angka pertumbuhan, tetapi juga pada kualitas pertumbuhan itu sendiri. Pemerintah harus lebih berfokus pada kebijakan yang mampu memperkecil ketimpangan, seperti peningkatan akses pendidikan, reformasi agraria, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta kebijakan fiskal yang lebih inklusif. Tanpa adanya langkah nyata untuk mempersempit kesenjangan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya akan menjadi angka di atas kertas tanpa memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara dengan ekonomi yang kuat dan berkeadilan. Namun, hal itu hanya bisa terwujud jika pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak eksklusif, melainkan inklusif dan berpihak pada seluruh lapisan masyarakat. Saatnya bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama dalam menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT