Konten dari Pengguna

Prabowo 2029: Strategi Matang atau Tantangan Baru?

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral Unpak, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
16 Februari 2025 8:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan Prabowo Subianto untuk kembali maju dalam Pilpres 2029 menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan politik. Pengumuman ini disampaikan dalam kongres luar biasa Partai Gerindra yang awalnya hanya direncanakan sebagai rapat pimpinan tahunan. Secara aklamasi, Gerindra kembali mengusung Prabowo sebagai calon presiden dan sekaligus memperpanjang kepemimpinannya di partai hingga 2030. Keputusan ini tentu bukan tanpa perhitungan matang. Selain memperkuat konsolidasi internal Gerindra, langkah ini juga menjadi sinyal bagi partai-partai koalisi dan lawan politik bahwa Prabowo tidak akan membiarkan momentum politiknya hilang begitu saja.
ADVERTISEMENT
Bagi Gerindra, deklarasi dini ini menjadi strategi untuk menjaga soliditas pendukung serta memberikan kepastian arah politik bagi partai-partai yang saat ini berkoalisi dengan Prabowo. Dengan adanya keputusan ini, partai-partai pendukung seperti Golkar, PAN, PKB dan Demokrat kemungkinan besar akan tetap mempertahankan posisinya jika tidak ingin kehilangan pengaruh dalam pemerintahan yang akan datang. Namun, di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi bumerang bagi Prabowo jika dalam lima tahun ke depan muncul figur baru yang lebih menarik bagi pemilih, terutama dari kalangan muda.
Seperti dalam artikel "Prabowo to run again in 2029", The Jakarta Post, 15 Februari 2025, yang ditulis Yerica Lai, keputusan ini diambil dalam kongres luar biasa yang dihadiri para petinggi partai. Artikel tersebut menyoroti bagaimana keputusan ini memperkuat loyalitas kader Gerindra dan partai koalisi terhadap Prabowo, sekaligus menjadi upaya mempertahankan dominasi politiknya hingga 2030. Namun, di balik keputusan tersebut, ada pertanyaan besar terkait masa depan politik Gibran Rakabuming Raka serta kepentingan Jokowi dan para pendukungnya. Jika Prabowo tetap maju, maka peluang Gibran untuk tampil sebagai calon presiden utama di 2029 menjadi lebih kecil, kecuali jika ada perubahan peta politik atau skenario yang menguntungkan bagi dirinya. Di sisi lain, keputusan ini juga dapat memberikan keuntungan bagi Jokowi dan para loyalisnya jika mereka tetap bisa menjaga hubungan baik dengan Prabowo serta memanfaatkan pemerintahan lima tahun ke depan untuk mengamankan kepentingan politik mereka.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif strategi politik, keputusan ini jelas menunjukkan keunggulan manuver Prabowo dalam mengontrol dinamika politik nasional. Dengan mendeklarasikan pencalonan sejak awal, Prabowo bukan hanya mengamankan posisinya tetapi juga membatasi ruang gerak bagi lawan politiknya yang ingin mencari celah. Dengan strategi ini, koalisi yang mendukungnya sejak 2024 cenderung akan tetap solid karena adanya kepastian kepemimpinan di tangan Prabowo. Hal ini memberikan stabilitas bagi pemerintahan saat ini sekaligus memberikan keuntungan bagi partai-partai koalisi yang ingin tetap berada dalam lingkaran kekuasaan.
Dukungan positif terhadap Prabowo dan koalisinya kemungkinan besar akan terus meningkat, terutama jika dalam lima tahun ke depan ia berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi. Namun, bagi partai-partai yang berseberangan atau tokoh-tokoh yang ingin maju dalam Pilpres 2029, keputusan ini bisa menjadi tantangan besar. Partai-partai seperti PDIP yang belum jelas sikapnya setelah era Jokowi mungkin akan kesulitan mencari figur yang cukup kuat untuk menghadapi Prabowo. Sementara itu, bakal capres lain yang berharap mendapatkan dukungan dari kelompok moderat atau swing voters juga harus memikirkan strategi lebih matang karena Prabowo sudah lebih dulu mengunci posisi sebagai calon terkuat.
ADVERTISEMENT
Respons publik Indonesia terhadap keputusan ini bisa beragam, terutama dari perspektif demokrasi. Bagi sebagian masyarakat, deklarasi dini ini bisa dianggap sebagai bentuk kepastian politik yang baik karena memberikan stabilitas dan menghindari ketidakpastian dalam transisi kekuasaan. Namun, bagi sebagian lainnya, langkah ini justru bisa dianggap sebagai pembatasan dinamika demokrasi karena seolah-olah mengunci peta politik sejak awal, sehingga menyulitkan munculnya calon-calon alternatif yang bisa menawarkan visi baru bagi Indonesia.
Di balik skenario ini, Gerindra dan koalisinya tentu sudah mempertimbangkan berbagai kemungkinan, termasuk respons dari lawan politik. Keputusan untuk mendeklarasikan pencalonan lebih awal juga bisa dibaca sebagai strategi untuk mengendalikan narasi politik sejak sekarang, sehingga lawan-lawannya dipaksa bereaksi dan menyesuaikan langkah mereka. Jika strategi ini berhasil, Prabowo dan Gerindra bisa tetap menjadi kekuatan dominan dalam politik Indonesia hingga setidaknya satu dekade ke depan.
ADVERTISEMENT
Sikap positif Prabowo dalam merespons keputusan ini juga menunjukkan bahwa ia tetap berhati-hati dan realistis. Pernyataannya yang menyatakan "Insya Allah", menunjukkan bahwa meskipun ia menerima pencalonan, ia tetap ingin fokus menyelesaikan tugasnya sebagai presiden terlebih dahulu. Ini adalah sinyal bagi publik bahwa Prabowo tidak ingin dianggap terlalu ambisius atau terlalu fokus pada agenda politik pribadinya. Jika ia berhasil menjalankan pemerintahan dengan baik, maka pencalonannya di 2029 akan semakin kuat, dan skenario politik yang telah disusun sejak sekarang akan berjalan dengan lebih lancar.
Ilustrasi: Strategi (Sumber: chess pieces on board, Felix Mittermeier, Free to use under the Unsplash License)