Konten dari Pengguna

Sinergi TNI dan Kejaksaan: Langkah Baru Perkuat Penegakan Hukum?

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
13 Mei 2025 13:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: TNI siap bersinergi & berjaga-jaga  (Sumber: Hobi industri. Under the Unsplash License)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: TNI siap bersinergi & berjaga-jaga (Sumber: Hobi industri. Under the Unsplash License)
ADVERTISEMENT
Pengerahan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memberikan pengamanan terhadap kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia menimbulkan perdebatan publik yang serius. Isu ini tidak hanya menyangkut aspek teknis keamanan, tetapi juga menyentuh fondasi konstitusional mengenai batas antara fungsi militer dan sipil. Dalam situasi politik pascareformasi yang masih berupaya merawat demokrasi sipil, langkah ini harus dianalisis secara jernih.
ADVERTISEMENT
TNI mengirimkan 30 personel ke setiap kejaksaan tinggi dan 10 personel ke setiap kejaksaan negeri, sebagaimana tertuang dalam telegram yang ditandatangani oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 Mei 2025. Walaupun dinyatakan sebagai bentuk dukungan terhadap kejaksaan dan merujuk pada Nota Kesepahaman 6 April 2023, kenyataan bahwa langkah ini dilakukan tanpa adanya ancaman nyata menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat sipil.
Sebagaimana diberitakan dalam artikel The Jakarta Post berjudul “TNI security protection for AGO draws flak” oleh Radhiyya Indra, 13 Mei 2025, kritik keras datang dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang menilai kebijakan ini membuka kembali potensi dwifungsi militer ala Orde Baru. Mereka menyuarakan keprihatinan atas membesarnya peran militer di ranah sipil, khususnya dalam penegakan hukum yang secara prinsip merupakan domain sipil dan harus bebas dari intervensi kekuasaan bersenjata.
ADVERTISEMENT
Revisi Undang-undang TNI pada Maret 2025 memang memperluas kemungkinan penugasan militer aktif di institusi sipil. Namun, pasal tersebut hanya ditujukan pada personel yang bekerja di bidang intelijen militer kejaksaan (Jampidmil), bukan untuk penempatan dalam jumlah besar di seluruh kejaksaan. Maka dari itu, langkah ini menuai kritik karena dianggap tidak sejalan dengan ketentuan normatif yang ada.
Kehadiran aparat bersenjata di lingkungan lembaga hukum juga berisiko menciptakan suasana intimidatif, yang berpotensi melemahkan independensi jaksa dan menurunkan kepercayaan publik terhadap kejaksaan. Publik berhak khawatir jika kerja-kerja penegakan hukum yang harusnya bebas tekanan justru diawasi oleh pihak yang punya kekuatan koersif, meskipun niat awalnya adalah untuk pengamanan.
Namun demikian, sinergi antara lembaga negara merupakan suatu keniscayaan dalam sistem pemerintahan modern. TNI dan Kejaksaan Agung dapat bekerja sama dalam batas yang proporsional, transparan, dan berdasar pada kebutuhan nyata, terutama jika menghadapi ancaman terorisme atau kekerasan terhadap aparat penegak hukum. Masalahnya bukan pada kerja sama itu sendiri, tetapi pada transparansi tujuan dan mekanisme akuntabilitasnya.
ADVERTISEMENT
Sensitivitas masyarakat terhadap keterlibatan militer dalam ranah sipil adalah refleksi dari pengalaman sejarah yang kelam. Tetapi situasi Indonesia hari ini tidak identik dengan era Orde Baru. TNI sebagai institusi profesional telah mengalami banyak reformasi dan menunjukkan kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya. Selama pengawasan publik dijamin, tindakan preventif tidak serta-merta menjadi tindakan represif.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat mengenai dasar hukum, urgensi, dan mekanisme kontrol atas pengerahan aparat TNI ini. Penjelasan yang transparan akan menjadi jembatan penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan kebijakan ini tidak melenceng dari tujuan menjaga keamanan lembaga penegak hukum.
Dalam konteks lebih luas, langkah ini menunjukkan arah strategis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam membangun sinergi antarinstansi demi memperkuat ketahanan nasional, termasuk dalam bidang hukum dan keamanan. Dengan latar belakangnya di bidang pertahanan, Presiden Prabowo tentu memahami pentingnya menjaga stabilitas tanpa mengorbankan prinsip supremasi sipil.
ADVERTISEMENT
Optimisme tetap layak dipelihara. Jika dijalankan dengan transparansi, proporsionalitas, dan dalam kerangka hukum yang jelas, kolaborasi TNI dan Kejaksaan bisa menjadi preseden baru dalam penguatan institusi negara demi kepentingan bangsa. Inilah momentum untuk menegaskan bahwa kebijakan strategis nasional harus tetap berakar pada prinsip demokrasi, akuntabilitas, dan pengabdian kepada rakyat.