Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Trump, Rubio, dan Nasib Gaza: Manuver Politik yang Memicu Polemik
17 Februari 2025 16:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Artikel "Trump’s Proposal to Expel Palestinians From Gaza Hangs Over Rubio’s Israel Trip", yang ditulis oleh Edward Wong dan Isabel Kershner di The New York Times (16 Februari 2025), mengungkap rencana Donald Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza. Proposal ini mencuat bersamaan dengan kunjungan Senator Marco Rubio ke Israel, menimbulkan spekulasi bahwa lawatan tersebut tidak sekadar diplomatik, melainkan bagian dari strategi politik AS dalam mendukung kebijakan kontroversial Trump. Artikel ini mengeksplorasi motif di balik usulan tersebut, dampaknya terhadap stabilitas regional, serta reaksi internasional terhadap tindakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Trump tampaknya mendorong kebijakan ini bukan hanya untuk memperkuat aliansi dengan Israel, tetapi juga demi kepentingan politik domestiknya. Dengan mengusung kebijakan keras terhadap Palestina, ia berupaya menarik dukungan dari basis konservatif dan kelompok pro-Israel di Amerika. Namun, di balik retorika keamanan dan stabilitas, kebijakan ini mencerminkan pendekatan sepihak yang mengabaikan solusi jangka panjang dan malah memperburuk situasi di kawasan. Rubio, yang dikenal sebagai pendukung kebijakan luar negeri hawkish, kemungkinan memainkan peran dalam mengamankan dukungan politik bagi rencana Trump, baik di Kongres maupun di kalangan donor yang memiliki kepentingan di Israel.
Dampak dari proposal ini akan sangat destruktif, tidak hanya bagi Palestina tetapi juga bagi Amerika Serikat sendiri. Pengusiran massal warga Gaza bertentangan dengan konvensi internasional, termasuk Konvensi Jenewa, dan memperkuat narasi bahwa AS tidak lagi berkomitmen terhadap nilai-nilai hak asasi manusia. Di tingkat geopolitik, langkah ini dapat memperburuk hubungan AS dengan sekutu Eropa dan dunia Muslim, yang selama ini menekankan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik Israel-Palestina. Lebih jauh, tindakan ini berisiko memperdalam ketegangan regional dan memicu aksi balasan dari kelompok-kelompok yang menentang pendudukan Israel.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif Palestina, proposal Trump jelas merupakan bentuk pembersihan etnis yang tidak bisa diterima. Hamas dan Otoritas Palestina telah mengecam keras rencana tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Pengusiran paksa ini tidak hanya akan menciptakan krisis kemanusiaan baru, tetapi juga dapat memicu perlawanan bersenjata yang semakin memperumit situasi di Gaza. Dalam jangka panjang, tindakan ini akan menghancurkan harapan akan solusi damai dan memperkuat resistensi terhadap kebijakan AS di Timur Tengah.
Reaksi dunia terhadap usulan ini juga menunjukkan isolasi Amerika Serikat dalam diplomasi global. PBB telah menyatakan bahwa rencana ini bertentangan dengan hukum internasional dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Amnesty International dan Human Rights Watch menegaskan bahwa kebijakan ini melanggar hak asasi manusia dan memperburuk penderitaan rakyat Palestina. OKI dan Uni Eropa juga mengecam langkah ini sebagai tindakan provokatif yang hanya akan memperparah konflik. Bahkan beberapa negara Arab yang sebelumnya cenderung lunak terhadap kebijakan AS mulai mengambil sikap lebih keras, khawatir akan implikasi regional dari pengusiran massal ini.
ADVERTISEMENT
Bagi Trump sendiri, langkah ini dapat menjadi bumerang. Alih-alih memperkuat posisinya dalam politik luar negeri, kebijakan ini justru bisa memperburuk citranya di kancah global. Meskipun ia mendapat dukungan dari kelompok sayap kanan dan lobi pro-Israel, sikap keras terhadap Palestina bisa mengalienasi pemilih moderat di dalam negeri yang masih mendukung penyelesaian damai. Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan risiko serangan terhadap kepentingan AS di Timur Tengah, baik terhadap personel militer maupun fasilitas diplomatik. Jika situasi di Gaza semakin memburuk, Trump bisa menghadapi tekanan lebih besar di tingkat domestik dan internasional, terutama jika konflik meluas dan melibatkan negara-negara lain di kawasan.
Dalam konteks yang lebih luas, proposal ini bukan sekadar persoalan strategi geopolitik, tetapi juga ujian terhadap komitmen Amerika Serikat terhadap prinsip-prinsip dasar hukum internasional. Jika kebijakan ini diterapkan, AS berisiko kehilangan kredibilitas sebagai negara yang mengklaim membela demokrasi dan hak asasi manusia. Lebih dari sekadar manuver politik Trump, rencana ini mengancam stabilitas Timur Tengah, meningkatkan ketegangan global, dan menciptakan preseden berbahaya dalam diplomasi internasional.
ADVERTISEMENT