Konten dari Pengguna

Waktu Adalah Cinta: Merawat Kebahagiaan Keluarga Lewat Kebersamaan

Syaefunnur Maszah
Sedang riset IM Doktoral, Sekretaris Jenderal Parsindo, & Wakil Ketua DPC Peradi.
17 April 2025 17:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Kebersamaan keluarga (Foto: Dok. Syaefunnur Maszah)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Kebersamaan keluarga (Foto: Dok. Syaefunnur Maszah)
ADVERTISEMENT
Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang kian cepat, waktu sering kali menjadi kemewahan yang sulit didapat, apalagi untuk keluarga. Padahal, waktu bersama keluarga bukan sekadar momen santai di sela kesibukan, melainkan fondasi utama dalam membangun kelekatan emosional, keutuhan, dan kebahagiaan jangka panjang. Ketika waktu berubah menjadi perhatian, maka kasih sayang tak lagi sekadar wacana, melainkan tindakan nyata.
ADVERTISEMENT
Filsuf Jerman Martin Heidegger pernah berkata, “Kita bukan hanya berada di dunia ini, kita juga berada bersama yang lain.” Dalam konteks keluarga, keberadaan bersama itulah yang membentuk pengalaman hidup yang bermakna. Kebersamaan bukan sekadar kehadiran fisik, tapi kualitas relasi yang terbentuk dari waktu yang dihabiskan secara sadar dan penuh kasih. Tanpa itu, rumah hanya akan menjadi tempat singgah, bukan ruang tumbuh yang hangat.
Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi juga menegaskan pentingnya menjaga waktu keluarga. Ia menyatakan bahwa dalam Islam, keluarga adalah madrasah pertama, dan para orang tua adalah pendidik utama. Maka, alokasi waktu yang cukup untuk membersamai anak-anak dan pasangan adalah bagian dari tanggung jawab spiritual dan sosial. Mengabaikan hal ini sama dengan mengabaikan ladang pahala dan masa depan generasi.
ADVERTISEMENT
Implikasi positif dari waktu berkualitas bersama keluarga sangat banyak. Anak-anak yang tumbuh dengan perhatian dan kebersamaan dari orang tua cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, lebih sehat secara mental, dan lebih stabil secara emosional. Pasangan yang meluangkan waktu bersama pun lebih mampu membangun komunikasi yang sehat dan menghindari konflik yang merusak. Kebahagiaan dalam rumah tangga sering kali lahir dari hal-hal sederhana: sarapan bersama, mendongeng sebelum tidur, atau sekadar berjalan sore bersama.
Dalam psikologi modern, konsep quality time dijelaskan oleh teori keterikatan (attachment theory) dari John Bowlby. Ia menyatakan bahwa kelekatan emosional yang kuat antara anak dan orang tua terbentuk dari interaksi yang konsisten dan bermakna. Tanpa kehadiran yang hangat dan responsif, anak akan tumbuh dengan kecemasan dan keraguan terhadap hubungan sosial. Maka, waktu berkualitas menjadi kunci untuk membangun kepercayaan dan kasih sayang yang tahan uji.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh praktik positif dapat dilihat di Finlandia, negara maju yang konsisten berada di peringkat teratas indeks kebahagiaan dunia. Pemerintah dan masyarakatnya sangat menekankan keseimbangan kerja dan kehidupan keluarga. Hari kerja yang singkat, cuti orang tua yang panjang, serta kebijakan fleksibilitas waktu kerja memungkinkan keluarga memiliki ruang untuk saling berinteraksi dan mendukung pertumbuhan anak secara utuh.
Di dunia Muslim, Qatar menjadi contoh menarik. Negara ini tidak hanya memberikan dukungan finansial bagi keluarga, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kekeluargaan melalui pendidikan dan kebijakan sosial. Dalam masyarakat Qatar, makan malam bersama keluarga adalah ritual harian yang dijaga, dan anak-anak diajarkan untuk menghormati serta mencintai orang tua melalui waktu yang dihabiskan bersama mereka.
ADVERTISEMENT
Meskipun tantangan ekonomi dan sosial di Indonesia cukup kompleks, optimisme terhadap masa depan keluarga tetap terbuka lebar. Perubahan pola kerja pascapandemi yang lebih fleksibel, meningkatnya kesadaran orang tua muda akan pentingnya parenting, serta gerakan komunitas yang mendukung keharmonisan keluarga adalah sinyal positif. Jika budaya “waktu adalah cinta” ditanamkan sejak dini, maka masa depan keluarga Indonesia akan dipenuhi kebahagiaan yang lahir dari kebersamaan yang bermakna.
Dalam dunia yang semakin terfragmentasi, waktu adalah bentuk cinta paling konkret yang dapat diberikan kepada keluarga. Ia tidak bisa ditunda, dibeli, atau diganti. Maka, ketika kita memilih untuk hadir, mendengar, dan berinteraksi dalam keluarga, sesungguhnya kita sedang membangun peradaban kasih dari ruang paling kecil: rumah.