Menyusuri Lika-Liku Jalan Prestasi

Nur Syafa'at
Alumni S2 Administrasi Publik Universitas Brawijaya - Freelancer yang sedang belajar menulis
Konten dari Pengguna
24 Juli 2022 9:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Syafa'at tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah gagal melaju ke semifinal Piala AFF U19 karena terbentur aturan head to head, sejumlah wacana mengalir, upaya mencari solusi pun dilakukan oleh federasi. Mulai dari melayangkan nota protes pada AFF, hingga pindah federasi. Publik pun ikut menyuarakan pendapatnya melalui berbagai media.
ADVERTISEMENT
Posisi Garuda Muda kala itu memang sulit, wajib menang besar pada pertandingan terakhir, melawan Filipina, dan berharap Thailand dan Vietnam saling mengalahkan, atau bermain imbang tanpa skor, 0 – 0. Alhasil, target pertama berhasil diraih, namun harapan kedua musnah seiring skor 1 – 1 yang diwarnai kontroversi.
Kita atau siapa saja tentu boleh curiga atas kemungkinan main mata kedua saingan berat itu. Apalagi kalau menyaksikan 15 menit terakhir pertandingan mereka. Namun apa daya, AFF disebut-sebut tak peduli atas nota protes yang dilayangkan, setidaknya itu yang diungkap media vietnam, sebagaimana dikutip oleh banyak sumber.
Paradoks, Seperti Biasa
Terjadi lagi, setiap turut serta dalam kompetisi antar negara, ada saja hal yang membuat publik sepak bola tanah air bergolak, tak sedikit yang angkat bicara. Bisa dibilang, hal itu adalah bagian dari bukti kepedulian suporter pada olah raga terpopuler itu.
ADVERTISEMENT
Pada momen Piala AFF U19 lalu, hal semacam itu salah satu pemicunya dimulai ketika ada pihak yang mengkaitkan kemenangan salah satu pertandingan berkat jasa dari salah satu pengurus PSSI. Selain itu, ada pula netizen yang fokus ketiadaan pelapis Marcelino yang cedera, hingga kegagalan Garuda Muda mengalahkan Vietnam atau Thailand pada saat mereka bertemu dalam penyisihan grup.
Menariknya, dukungan terhadap Shin Tae Yong masih mengalir deras, tak seperti biasanya. Kalah, minta ganti. Beruntunglah, setidaknya menurut saya, hal yang sama juga disampaikan PSSI. Mereka masih memberikan dukungan dan menjamin posisi pelatih Korea Selatan itu aman.
Bagi saya, sebenarnya, pelatih-pelatih tim sepak bola nasional kita dalam beberapa tahun terakhir, adalah sosok hebat. Sulit rasanya menafikan Alfred Riedl, atau nama besar Luis Milla, yang pernah membawa Spanyol U21 meraih juara pada perhelatan Piala Eropa tahun 2011.
ADVERTISEMENT
Pelatih lokal kita pun tak kalah moncer, setidaknya untuk level Asia Tenggara, terutama kala menukangi pemain-pemain muda. Tak bisa dibantah sepak terjang Fachri Husaini bersama U16, atau Indra Sjafri kala membawa Evan Dimas dan kawan-kawan juara AFF U19. Jangan lupakan juga sosok Jackson F Tiago kala membersamai Tim U12 di perhelatan Danone Cup.
Di sisi yang berbeda, prestasi pemain-pemain senior justru – bisa dibilang – berbanding terbalik. Puasa gelar di level Asia Tenggara bahkan sudah berjalan 31 tahun. Terakhir kali mereka meraih itu pada perhelatan tahun 1991.
Tak hanya itu, cerita yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika terkuak kembali di salah satu media, beberapa pertandingan yang sarat mafia, pengaturan skor, yang disebut-sebut melibatkan langsung beberapa oknum pemain, wasit, bahkan official tim.
ADVERTISEMENT
Berbagai permasalahan internal itu menambah besar pekerjaan rumah klub sepak bola tanah air yang masih berkutat pada masalah stadion, fasilitas berlatih, hingga kedisplinan pemain dalam menjaga pola makan dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Tak heran bila saat ini banyak harapan pada pemain-pemain potensial kita agar merumput di luar negeri.
Pindah Federasi Bukan Solusi
Terlepas dari hasil nota protes yang dilayangkan PSSI, saya melihat bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang penting bagi tim sepak bola kita hari ini. Bagi saya, ada hal yang lebih utama, yakni regenerasi pemain, yang diharapkan dapat membuka lebar opsi atau pilihan pemain, serta tentunya konsistensi, semangat juang, dan hal-hal teknis seperti skill, kerjasama dan tentunya pelatiih.
Mau pindah ke mana pun, kalau standar permainan kita tidak mengalami peningkatan, hasilnya akan sama. Kalah. Sebaliknya, ketika permainan semakin baik, kita tak perlu lagi memilih lawan tanding. Semua akan dihadapi dengan percaya diri, dan tentunya potensi menang akan terbuka lebar.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ke depan, PSSI hendaknya tidak perlu mengurusi hal-hal yang tidak substansial bagi perkembangan sepak bola. Akan lebih baik bagi mereka untuk berkaca, evaluasi diri atas apa yang selama ini masih kurang, dan tentunya mau terus belajar dan lebih banyak melibatkan mantan pemain profesional untuk ikut serta membangun sepak bola sejak dini.
Selain itu, penting pula bagi kita untuk terus memberikan dukungan pada para pemain di lapangan. Setidaknya, dukungan itu akan menjadi bahan bakar tambahan bagi mereka untuk terus bersemangat ketika bertanding.
Kalau upaya-upaya itu sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah membiasakan diri untuk menjunjung tinggi sportivitas dalam pertandingan. Pun perlu disadari bahwa setiap upaya untuk meraih kemenangan tak bisa dilepaskan dari proses yang tak selalu berjalan mulus. Setidaknya, jangan melulu menuntut juara, tapi tidak pernah memantaskan diri untuk meraihnya. Salam Olah Raga.
ADVERTISEMENT