Digdaya Kuasa Politik atas Supremasi Hukum di Tahun Politik

Syafiqurrohman
Asisten Ombudsman Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
2 Mei 2023 19:06 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafiqurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pesta demokrasi sudah di depan mata, para calon kontestan sudah mulai memasuki arena. Kita semua sudah mulai menyaksikan persiapan yang telah dipertontonkan ke muka publik akhir-akhir ini.
ADVERTISEMENT
Ada banyak sekali partai, individu, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, bahkan organisasi mahasiswa yang sudah menunjukkan taringnya, memamerkan para jagoan dukungan mereka yang akan dipertarungkan di gelanggang pemilu dan pilkada 2024.
Tahun 2023 merupakan tahun politik yang akan banyak menyita perhatian publik dalam banyak aspek. Salah satu yang akan disoroti dengan tajam adalah supremasi hukum dan penegakan hukum dalam menentukan sebuah kriteria kelayakan untuk memilih dan menguji loyalitas para calon pemimpin terhadap konstitusi.
Jika muncul pertanyaan, kenapa supremasi hukum harus menjadi fokus perhatian? karena negara indonesia dijalankan dan dipertahankan atas dasar-dasar kaidah hukum yang kuat.
Tidak dapat kita mungkiri bahwa penegakan hukum di Indonesia sejauh ini masih sangat memprihatinkan, namun selalu ada secercah harapan yang ada di benak setiap masyarakat bahwa ke depan, supremasi hukum adalah hal yang paling utama dan pertama yang
ADVERTISEMENT
perlu dijaga agar keadilan terus dirasakan setiap warga negara. Supremasi hukum sendiri akan terwujud dengan sempurna ketika para wakil rakyat dan para pemimpin baik di tataran pemerintah pusat dan daerah adalah orang-orang yang taat akan perintah konstitusi dan aturan perundang-undangan. Kekuasaan menentukan arah penegakan hukum akan melaju ke mana, apakah lebih baik atau sebaliknya.
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
Dalam memilih para pemimpin, salah satu kriteria yang selalu menjadi pertimbangan para pemilih adalah ketaatan para pemimpin terhadap hukum, serta sejauh mana visi para pemimpin membawa sebuah perubahan ke arah yang lebih baik dalam mencapai supremasi hukum.
Supremasi hukum merupakan upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Dengan menempatkan hukum sesuai tempatnya, hukum yang dapat melindungi seluruh warga masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun, termasuk oleh penyelenggara negara.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, supremasi hukum tidak sekadar ditandai tersedianya aturan hukum yang ditetapkan, melainkan harus diiringi kemampuan menegakkan kaidah hukum.
Pengaruh kekuasaan politik dalam proses penegakan hukum berkaitan langsung dan tidak dapat dipisahkan. Partai yang mengusung presiden, gubernur, wali kota dan atau bupati selalu mendapat posisi-posisi yang menguntungkan. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, bahwa untuk mewujudkan supremasi hukum, digdaya kuasa politik harus disingkirkan.
Digdaya kuasa (menurut KBBI) berarti sebuah kesaktian dan tak terkalahkan. Bagaimana mungkin supremasi hukum yang menjadi cita bangsa tidak dapat berjalan dengan semestinya apabila mencapai kepentingan golongan selalu menjadi tujuan para penguasa.
Idealnya, dalam menakar penegakan hukum dan supremasi hukum negara Indonesia menjelang pemilu dan pilkada serentak tahun 2024, kita dapat memperhatikan beberapa fenomena-fenomena hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Awal tahun ini, publik dibahagiakan dengan putusan penjatuhan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan keluarganya terhadap ajudannya Yoshua. Putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang membahagiakan publik karena hakim berani memutus di atas tuntutan jaksa penuntut umum dan melakukan ultra petita.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo usai jalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Di sisi ini, kebahagian publik dan tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum mulai membaik, sebab publik menganggap masih ada keadilan yang tersisa di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara yang bertugas melakukan penegakan hukum.
Selang beberapa waktu, muncul upaya pencarian data untuk membongkar tindak pidana pencucian uang yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia.
Dalam data yang dipaparkan oleh Menko Polhukam, ada lebih dari 300 triliun transaksi mencurigakan yang disinyalir merupakan tindak pidana pencucian uang. Rilis data tersebut disampaikan dalam rapat dengan komisi III DPR.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat, hal mengejutkan terjadi bahwa PPATK dan Menko Polhukam dituduh memberikan data tanpa dasar, membocorkan data yang bersifat rahasia, serta menyalahi aturan sampai diancam akan dilaporkan secara pidana oleh salah satu anggota DPR.
Tentu mengejutkan. Bagaimana mungkin wakil rakyat yang duduk di DPR bisa secara nyata dan dengan tegas memberikan sebuah kesan penolakan penegakan hukum.
Pada kasus yang lain, yang mungkin saat tulisan ini ditulis masih sangat hangat diperbincangkan, adalah kritik seorang pemuda asal Lampung yang berada di Australia, berujung atas pelaporan polisi oleh para pendukung gubernur Lampung.
Bima Yudho, TikToker yang kritik Lampung. Foto: Instagram/@awbimax
Alasan para pelapor adalah kritik yang disampaikan oleh seorang pemuda tersebut memuat frasa-frasa cacian dan telah memenuhi unsur pidana dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).
ADVERTISEMENT
Kasus ini mengundang perhatian publik bahkan mengundang komentar dari Menko Polhukam serta DPR untuk meminta agar kepolisian tidak memproses kasus tersebut hingga tahapan yang lebih lanjut.
Ketiga kasus di atas menunjukkan bahwa penegakan hukum masih belum konsisten. Penulis mengambil contoh kaus-kasus dan fenomena di atas sebagai sebuah pemaparan bahwa para pejabat strategis mengambil peran yang cukup banyak dan signifikan dalam menjaga supremasi hukum.
Tiga kasus tersebut yang sempat viral dan diperbincangkan oleh khalayak umum terungkap dan diproses dengan baik karena adanya perhatian lebih dari pemerintah dan DPR. Meskipun di banyak kasus lain peran para pemimpin dan wakil rakyat belum dijalankan secara maksimal.
Padahal para pejabat yang berperan besar dalam penegakan hukum dan memiliki kekuasaan yang tinggi itu masuk dalam nama-nama yang diperbincangkan di tahun-tahun politik yang digadang-gadang akan maju dalam gelanggang pertarungan pemilu.
ADVERTISEMENT
Pentingnya mewujudkan supremasi hukum dan menjalankan penegakan hukum secara berkeadilan bukan hanya sebagai ajang pamer di tahun-tahun politik. Penegakan hukum dan penempatan hukum sebagai panglima tertinggi dengan tidak memandang aspek-aspek politis adalah amanat konstitusi untuk menjamin keterpenuhan hak-hak warga negara.
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
Posisi penguasa dalam hal ini Pemerintah dan DPR cukup berpengaruh dalam mengungkap persoalan hukum, karena negara memberikan kewenangan terhadap penguasa untuk memiliki instrumen pembantu seperti kejaksaan, kepolisian, KPK dan lembaga lainnya untuk melakukan penegakan hukum.
Tanpa pemimpin yang adil dan berintegritas, negara berjalan menjadi negara kekuasaan yang selalu mengangkangi supremasi hukum di negara ini.
Kesimpulan yang dapat ditarik menurut penulis, bahwa dari fenomena-fenomena hukum yang saat ini terjadi menjelang kontestasi pemilu dan pilkada membuat para bakal calon memanfaatkan kesempatan untuk unjuk gigi, mengambil peran dalam menjawab isu, mencoba mengambil hati masyarakat agar memperoleh kekuatan yang besar dalam memenangkan pertarungan.
ADVERTISEMENT
Namun masyarakat kian modern dan cerdas dalam melihat fenomena-fenomena hukum dan memiliki hak untuk memberi penilaian terhadap para tokoh, bahwa untuk mencapai sebuah cita cita agar penegakan hukum dan supremasi hukum tercapai dengan baik, maka pemimpin dan legislator yang dipilih haruslah yang taat konstitusi, berintegritas yang telah teruji rekam jejaknya.