Penundaan Pemilu Ditinjau dari Sisi Hukum Tata Negara dan Demokrasi

Syafiqurrohman
Asisten Ombudsman Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
3 Mei 2023 8:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafiqurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu atau pemilihan umum adalah implementasi nyata kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara. Pemilu yang diharapkan adalah pemilu yang dijalankan dengan asas bebas dan jujur.
ADVERTISEMENT
Adanya pemilu menjadi sebuah ajang pembuktian pada rakyat bahwa apakah rakyat percaya mereka bebas menjalankan hak-hak untuk menyatakan pendapat politik, berserikat, berkumpul dan bergerak sebagai bagian dari suatu proses pemilihan.
Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berlaku untuk seluruh negara Anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Adapun isi Pasal 21 itu “Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam pemerintahan negaranya, langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas”.
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Kehendak rakyat harus menjadi dasar wewenang pemerintah sehingga kehendak ini harus diwujudkan melalui pemilihan secara berkala dan murni dengan hak pilih yang universal dan sama serta harus diselenggarakan dengan pemungutan suara secara rahasia dan dengan prosedur pemungutan suara yang setara.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil penelitian Tim Peneliti Universitas Tribhuwana Tunggadewi bahwa dalam konteks politik ketatanegaraan Indonesia, penyelenggaraan Pemilu secara periodik sudah berlangsung sejak awal kemerdekaan bangsa ini, tetapi proses demokrasi lewat Pemilu yang lebih terdahulu belum mampu menyamakan nilai-nilai demokrasi yang matang.
Hal itu disebabkan sistem politik yang otoriter. Harapan untuk menemukan format demokrasi yang ideal mulai nampak sejak penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 yang berjalan cukup relatif lancar dan aman. Untuk bangsa yang baru lepas dari sistem otoriter, penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 yang terdiri atas Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Konstitusi juga telah mengatur pelaksanaan pemilu dilakukan secara periodik setiap lima tahun sekali, meskipun ada celah untuk melakukan penundaan pemilu dengan melakukan amandemen terbatas UUD NRI 1945.
Ilustrasi seminar politik. Foto: Shutter Stock
Dilihat dari sisi perkembangan politik ketatanegaraan belakangan ini bahwa banyak sekali pihak yang mencoba mengemukakan ide dan mengkampanyekan penundaan pemilu untuk alasan stabilitas ekonomi dan politik nasional di era krisis ekonomi global pasca pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
Bagi para pihak yang beropini bahwa penundaan pemilu penting disebabkan karena biaya pemilu yang cukup besar sedangkan kondisi negara sedang dalam pemulihan badai ekonomi pasca covid-19.
Terlebih tahun 2023 terjadi resesi keuangan dunia di beberapa negara dan berdampak pada perekonomian negara Indonesia. Namun tak sedikit pula pendapat para ahli dan tokoh politik yang menolak wacana tersebut dan memilih melanjutkan pemilu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa: "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali".
Ilustrasi KPU. Foto: Embong Salampessy/ANTARA
Dalam pasal ini berbunyi bahwa pemilihan umum diadakan setiap lima tahun sekali yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dipilih oleh rakyat sebagai wujud demokrasi.
ADVERTISEMENT
Kemudian dijelaskan lagi dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: "Pemilihan umum di selenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Di sini sudah sangat jelas dikatakan dan ditegaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara langsung oleh rakyat.
Pasal 22E ayat (5) yang berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.” Dalam pasal tersebut jelas dikatakan bahwa pemilu yang berlangsung diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
Adapun proses Pemilu sebagaimana berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 7 Tahun 2017, menjelaskan bahwa: “Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
ADVERTISEMENT
Potensi penundaan pemilu secara konstitusional hanya dapat dilakukan dengan amandemen terbatas karena batasan yang diberikan UUD atau konstitusi kita mensyaratkan pemilu secara periodik setiap 5 tahun.
Penundaan pemilu hanya akan terjadi apabila situasi politik dalam negeri yang dipangku oleh para legislator dan senator mau mengarahkan ke arah penundaan.
Menurut saya, sejauh ini situasi politik masih dalam koridor tidak akan melakukan penundaan pemilu, sebab ketika terjadi penundaan pemilu maka secara otomatis akan mensyaratkan pada penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang nantinya pada tahun 2024 telah mencapai batasan akhir jabatannya.
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di acara Halal bihalal di Lingkungan Kementerian Maritim dan Investasi, Selasa (2/5/2023). Foto: Dok. Kemenko Marves
Masyarakat atau rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan negara perlu paham dan peka dengan situasi politik dalam negeri. Sebab, terjadi tidaknya penundaan pemilu tergantung pada situasi politik terkini serta reaksi masyarakat dalam menanggapi isu tersebut.
ADVERTISEMENT
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa Pemerintah memiliki Big Data yang diklaim sebagai data yang valid. Luhut menegaskan bahwa berdasarkan Big Data yang dimilikinya, mayoritas masyarakat menghendaki penundaan pemilu. Namun, meski Luhut mengeklaim bahwa big data yang dimilikinya adalah valid, dirinya tetap menolak untuk membuka Big Data tersebut.
Pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan dikawal bersama oleh masyarakat sebab pemilu 2024 merupakan pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin masa depan bangsa Indonesia.
Isu-isu politik yang mencoba menggiring opini terhadap wacana penundaan pemilu perlu diperhatikan diantisipasi bersama, kepentingan para elite politik untuk mempertahankan kekuasaan.
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Jangan sampai dibiarkan begitu saja sehingga merebut hak rakyat untuk melaksanakan pesta demokrasi. Sebab, penundaan pemilu tanpa didasarkan pada alasan yang rasional merupakan pembangkangan terhadap konstitusi negara.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, saya sebagai penulis dalam hal ini memberikan kesimpulan bahwa penundaan pemilu bisa saja dilakukan dengan amandemen terbatas, namun untuk situasi saat ini sangat tidak mungkin menunda pemilu karena saat ini kondisi negara tidak dalam situasi yang memaksa sehingga mengharuskan negara untuk menunda pemilu.
Penulis berpendapat supaya pemilu tetap dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan pemerintah yakni pada tanggal 14 Februari 2024 dan dilaksanakan dengan asas luber dan jurdil.
Selain itu untuk mengantisipasi pelonjakan anggaran, pemerintah dapat melakukan berbagai macam siasat seperti melakukan e-voting, maupun mekanisme lain yang dapat menghemat biaya pemilu tanpa harus menunda pemilu itu sendiri.