Konten dari Pengguna

Pernikahan dengan Memerhatikan Konsep Sekufu

Shafiq Ali
mahasisiwa UIN SYARIF HIDAYATULLAH
10 November 2021 15:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafiq Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://unsplash.com/s/photos/nikah
zoom-in-whitePerbesar
https://unsplash.com/s/photos/nikah
ADVERTISEMENT
Sekufu Dalam Pernikahan
• Pembahasan
Suami dan istri bukan hanya untuk seseorang yang baru menikah, tetapi merupakan sebuah fase di mana agar menyempurnakan keimanan seseorang kepada Allah. Banyak orang yang menikah hanya memandang kesenangan saja, padahal hal itu tidak termasuk tujuan pernikahan. Oleh karena itu, banyak kasus perceraiaan yang terjadi. Salah satu sebab perceraian adalah kasus tidak sederajat antara suami dan istri sehingga membuat kehancuran di dalam hubungan kekeluaargaan.
ADVERTISEMENT
Kata sekufu sama dengan Kafa’ah (kesetaraan) dalam perkawinan yang berasal dari Bahasa Arab yakni kata kafa' berarti sama, sepadan, atau setara. Kafa’ah dalam pernikahan memang menjadi polemik di kalangan masyrakat. Apalagi mereka yang berpaham materalistis prientalis. Menurut istilah pengertian kafa’ah yaitu keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan (Duramae, 2018). Sekufu atau kafa’ah di sini keseimbangan antara pihak suami dan istri agar terciptanya keluarga yang harmonis tanpa mempermasalahkan kesetaraan.
Penerapan sekufu dalam pernikahan akan menjami ketaatan dan keharmonisan sepasang suami dan istri karena dengan samanya kedudukan antara sepasang suami istri akan memelihara dari perceraian. Menurut imam Syafii berkata: saya tidak mengetahui bagi para penguasa suatu perkara yang mempunyai hubungan dengan wanita, kecuali hendaknya menikahkan wanita itu dengan laki-laki sekufu (sepadan). Ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar dari penerapan kesetaraan atau sekufu dalam menikah adalah QS al-Nur/24: 3 :
ADVERTISEMENT
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
Terdapat juga dalil hadis yang menjadi dasar sekufu:
Dari Aisyah r.a. dia berkata: Rasulullah saw. masuk menemui Dhubaa’ah binti Zubair, maka beliau bersabda kepadanya: “Barangkali engkau hendak menunaikan haji” Dhubaa’ah berkata: “Demi Allah, aku tidak dapatkan diriku melainkan dalam keadaan sakit”. Maka beliau bersabda kepadanya: “Hajilah dan buatlah syarat dan ucapkanlah: Ya Allah, tempat halalku adalah di mana engkau menahanku”. Aisyah mengatakan: Dan Dhubaa’ah ketika itu menjadi istri MIqdad bin Al Aswad.
Dalam hadis ini terdapat kesetaraan yaitu Dhubaa’ah dan Mlqdad adalah kesamaan dalam keislaman di antara keduanya.
ADVERTISEMENT

• Syarat-syarat dalam pernikahan sekufu

1. Agama
Persamaan agama merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pernikahan, yaitu agama seorang calon suami maupun calon istri harus sama. Seseorang muslim harus menikah dengan muslimah. Orang yang bermaksiat atau fasik tidak pantas bagi perempuan yang sholihah yang merupakan orang yang baik dan lurus. Menurut imam Syafi’i mengatakan bahwa yang diperhitungkan dalam sekufu atau kafa’ah adalah kesamaan dalam agama. Yaitu membahas tentang ketaatan kepada Allah Swt. Indikator yang harus diperhatikan calon istri dalam memilih calon suami yang baik agamanya adalah: Akhlak, Perilaku dan kebiasaan, dapat membaca Al-Qur’an dengan benar, Memahami hukum-hukum fikih
2. Islam
Dalam hal ini mazhab Hanafi berpendapat bahwa ini berlaku bagi selain bangsa Arab. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat ahli fiqih, yang dimaksud adalah islam asal usulnya atau nenek moyangnya.
ADVERTISEMENT
3. Kemerdekaan
Seorang budak yang merdeka tidak setara dengan perempuan yang merdeka sejak awal. Derajat budak tidak akan sekufu dengan sesorang yang merdeka.
4. Nasab atau kedudukan
Nasab di sini adalah hubungan seorang manusia dengan asalusulnya dari bapak dan kakek. Sedangkan hasab adalah sifat terpuji yang menjadi ciri asal-usulnya, atau menjadi kebanggaan kakek moyangnya, seperti ilmu pengetahuan, keberanian, kedermawanan, dan ketakwaan.
5. Harta dan Kemakmuran
Harta dan kemakmuran yang dimaksud adalah kemampuan untuk memberikan mahar dan nafkah untuk istri, bukan kaya dan kekayaan. Oleh sebab itu, orang yang miskin tidak sebanding dengan perempuan kaya.
6. Pekerjaan, profesi, atau produksi
Pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang untuk mendapatkan rizkinya dan penghidupannya, seperti pekerjaan di pemerintah. Seseorang yang pekerjaannya terhormat tidak sekufu dengan seseorang yang pekerjaannya kasar.
ADVERTISEMENT

• Keterangan

Sekufu atau kesetaraan dalam pernikahan bukanlah menjadi syarat wajib dalam pernikahan. Anak perempuan dan para walinya mempunyai hak yang sama dalam hal kafa'ah dan mahar. Ulama yang membolehkan perempuan dewasa mengawinkan dirinya sendiri seperti pendapat ulama Hanafi dan Syi'ah, bila si anak perempuan mengawinkan dirinya sendiri dengan laki-laki yang tidak sekufu dengannya (Ria, 2017).
Pernikahan sebenarnya tidak perlu adanya sekufu atau kesetaraan karena sebuah perjodohan atau pernikahan merupakan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al dien(Mahkamah Agung RI, 2011).
Refrensi:
Duramae, H. (2018). Perkawinan Sekufu Dalam Perspektif Hukum Islam. Bilancia: Jurnal Studi Ilmu Syariah Dan Hukum, 12(1), 79–110. https://doi.org/10.24239/blc.v12i1.335
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung RI. (2011). Himpunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kompilasi hukum islam serta pengertian dalam pembahasannya. In Perpustakaan Nasional RI : Data Katalog Dalam Terbitan (Vol. 1, Issue 1). http://www.elsevier.com/locate/scp
Ria, W. R. (2017). Hukum Keluarga Islam. 2–173. http://repository.lppm.unila.ac.id/9159/1/3. BUKU HUKUM KELUARGA ISLAM.pdf