Konten dari Pengguna

Sushi Fusion : Dari Meja Jepang ke Sajian Global

Syafira Aulia
Seorang mahasiswi Universitas Airlangga, Fakultas Ilmu Budaya dengan jurusan Bahasa dan Sastra Jepang.
21 Oktober 2024 10:40 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafira Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar dihasilkan oleh AI
zoom-in-whitePerbesar
gambar dihasilkan oleh AI
ADVERTISEMENT
Budaya Jepang telah berkembang cukup pesat di Indonesia bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup kebanyakan masyarakat di Indonesia. Banyaknya festival budaya Jepang yang diadakan di berbagai kota besar menambah antusiasme masyarakat terhadap budaya ini. Tak hanya itu, restoran Jepang pun semakin berkembang dengan pesat di Indonesia, dengan menyajikan berbagai jenis masakan yang otentik tapi tetap disesuaikan dengan lidah masyarakat Indonesia. Banyaknya kuliner Jepang yang telah menjamur di Indonesia seperti, ramen, takoyaki hingga sushi membuat banyak masyarakat di Indonesia ingin mencoba. Sushi, salah satu ikon kuliner Jepang, menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin mencoba sesuatu yang ringan, sehat, dan bergizi. Variasi sushi yang ditawarkan pun sangat beragam, mulai dari sushi tradisional hingga kreasi yang lebih modern dan inovatif.
ADVERTISEMENT

Sejarah Sushi

Sushi pada awalnya bukan merujuk pada penggunaan ikan atau nasi melainkan merujuk pada rasa sushi yang menjadi asal usul nama Jepangnya. Pada periode modern awal, masa ketika orang Jepang mengembangkan permainan kata visual dan verbal menjadi bentuk seni yang popular. Karakter yang pertama diucapkan sebagai, ‘Zi’ dan karakter kedua diucapkan dengan, ‘Zha’ tersebut berasal dari Tiongkok yang artinya, hidangan fermentasi yang terbuat dari garam dan ikan, dan yang kedua diartikan sebagai ikan yang diawetkan dalam garam dengan nasi. Kedua hidangan tersebut merupakan makanan fermentasi dengan menggunakan garam dan ikan. Kemudian pada abad ketiga masehi, keduanya dianggap memiliki arti yang sama yang artinya, hidangan nasi dan ikan yang difermentasi. Sehingga hal itulah yang dikenal sushi saat ini.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu, orang Jepang menyebutnya dengan ‘Sushi’ dan tidak melafalkannya sebagaimana yang harusnya dibaca dalam karakter tiongkok. Hal itu dikarenakan orang Jepang biasanya mempertahankan pelafalan Bahasa Cina asli dan juga menerapkannya pada kata Jepang yang sudah ada untuk menciptakan bacaan Jepang ketika mereka mengadopsi karakter Cina. Pada akhir abad 17, kata Jepang ‘Sushi’ berasal dari kata ‘sui’ yang berarti rasa asam. Terbukti dari resep sushi paling awal menghasilkan hidangan yang asam dan beraroma tajam. Sushi modern juga memiliki sedikit rasa asam karena nasi yang diberi dengan cuka. (Ogawa, T. 2021)

Sejarah Sushi Fusion

Sushi tradisional Jepang yang terkenal dengan ikan mentahnya, mengalami globalisasi yang disebut dengan Sushi Fusion. Menurut Sakamoto, T., & Allen, S. (2015) Awal abad 20, restoran sushi di luar Jepang berkembang saat imigran Jepang bertempat tinggal seperti di Los angeles, Hawaii dan Sao Paulo. Pada awalnya restoran tersebut dikelola dan dilayani oleh orang Jepang. Namun, pada tahun 1970, orang Amerika non-Jepang mulai memakan sushi dan membawa pengaruh terhadap perkembangan sushi tersebut. Pada tahun 1990-an, Inggris, Eropa, dan berbagai banyak negara mulai mengikuti tren yang ditetapkan oleh AS. Pada periode ini menandakan bahwa evolusi sushi yang dianggap sebagai makanan kelas atas menjadi makanan cepat saji. Sushi telah mengalami perubahan secara signifikan. Tren sushi global ini sebagian besar adalah sushi gulung dengan variasi isian lebih beragam yang disesuaikan dengan selera dan kondisi geografis negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Sushi sebagai makanan global memang memiliki perbedaan mencolok dengan sushi tradisional Jepang. Hal ini karena sushi telah mengalami proses hibridisasi, yaitu penyesuaian bahan dan penyajian yang menyesuaikan dengan selera lokal di berbagai negara. Di banyak negara, sushi diadaptasi menggunakan bahan yang lebih familiar bagi konsumen setempat, seperti penggunaan mayones, daging yang digoreng, atau saus manis, yang tidak umum dalam sushi asli. Di Jepang sendiri, sushi dianggap sebagai makanan yang lebih sederhana, dengan fokus pada kesegaran ikan dan keseimbangan rasa.

Variasi Sushi Fusion

Variasi sushi pada awalnya hanya dengan nasi dan ikan mentah serta rasanya yang asam akibat fermentasi. Namun, karena sushi mengalami globalisasi atau yang bisa disebut dengan ‘sushi fusion’ sehingga menyebabkan variasi sushi tak lagi hanya dengan nasi dan ikan mentah saja. Variasi sushi ini dipengaruhi oleh negara yang mengolah sushi tersebut. Contohnya Sushi yang berada di negara – negara barat menggunakan, keju, krim dan mayones. Seperti ‘California Roll’ Sushi gulung dengan isian alpukat, mentimun, dan kepiting dan juga ‘Philadelphia Roll’, sushi gulung yang berisi krim keju, alpukat dan mentimun. Sushi yang berada di meksiko, biasanya menggunakan saus pedas atau jalapeno. Seperti ‘Dragon Rolls’ Sushi gulung yang dibalut dengan tempura udang serta disiram dengan saus spicy mayo (NCSA Indonesia. n.d.). Atau Sushi yang berada di Amerika latin yang cenderung menggunakan bahan seperti, buah – buah tropis dan saus yang digunakan pada masakan peru atau brazil. Contohnya, ‘Tropical Roll’ sushi yang menggunakan campuran buah seperti mangga, nanas dan alpukat dan dipadukan dengan ikan atau makanan laut lainnya.
ADVERTISEMENT

Kontroversi Sushi Tradisional dan Sushi Fusion

Banyaknya variasi sushi yang mengglobalisasi, tentunya perdebatan dan kontroversi yang terjadi tidak dapat dihindari. Beberapa yang menolak dengan adanya sushi fusion beranggapan bahwa, mereka mencintai tradisionalisme. Sedangkan mereka yang mencintai sushi fusion tidak masalah dengan adanya perubahan ini. Mereka menganggap bahwa, banyaknya variasi sushi fusion menunjukkan kekreativan dalam mengolah makanan. Mereka juga beranggapan bahwa, sushi fusion ini dapat dinikmati oleh banyak orang dari berbagai negara karena mengalami inovasi yang cukup pesat. Ada pula mereka yang tidak masalah dengan keduanya, karena menganggap bahwa keduanya memiliki ciri khas dan citra rasa yang unik. Sushi tradisional membawa kesan tradisional, simple dan klasik. Sedangkan sushi fusion membawa kesan modern dan unik, karena menciptakan berbagai variasi sushi.
ADVERTISEMENT

Manfaat Sushi di Bidang Kesehatan

Selain popularitas sushi yang melejit dan banyaknya variasi, ada banyak sekali manfaat sushi dalam segi kesehatan. Contohnya penggunaan wasabi pada sushi dapat berperan sebagai antimikroba. Menurut Kato, T. (2003) Terdapat juga senyawa alami Zat Allyl-isothiocyanate yang memiliki efek seperti, antikanker, antikoagulan, sifat anti-asma dan anti-inflamasi, serta efek anti-biotik. Tak hanya itu, sushi juga dapat melindungi dari berbagai permasalahan jantung. Karena mengandung omega 3 yang ada di ikan, dan menghilangkan kolesterol LDL dalam tubuh (Liu, F., & Chen, J. 2003). Rumput laut atau biasa disebut dengan Nori oleh orang Jepang juga mempunyai manfaat dalam menjaga keseimbangan hormon di dalam tubuh karena mengandung banyak Yodium (Lam, M., & Canto, A. 1998). Tak hanya sampai di situ saja manfaat dari mengonsumsi sushi. Meningkatkan sirkulasi darah juga turut serta menjadi hal baik dalam mengonsumsi sushi. Hal ini dikarenakan banyaknya zat besi yang dihasilkan dari kecap asin dan ikan. Zat besi berperan penting dalam produksi sel darah merah yang berguna untuk meningkatkan sirkulasi udara ke seluruh tubuh, merangsang pertumbuhan rambut, dan memperbaiki warna kulit (McCarty, M. F. 1994). Selain yang disebutkan, masih banyak pula manfaat yang terkandung dalam sushi, tergantung isian bahan yang digunakan.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Salah satu budaya Jepang yang eksis di Indonesia saat ini adalah sushi karena memiliki citra rasa yang khas dan sesuai dengan selera masyarakat di Indonesia. Meskipun pada awalnya, kata ‘sushi’ sendiri hasil dari permainan kata dan visualisasi orang Jepang terhadap karakter Tiongkok, Jepang sukses mengglobalisasikan sushi ke berbagai negara. Sushi fusion mempunyai banyak sekali manfaat kesehatan karena variasinya yang juga beragam. Walaupun, adanya sushi fusion ini mengakibatkan terjadinya kontroversi antara sushi tradisional dan juga sushi fusion. Namun, tak sedikit pula orang yang setuju dan mendukung adanya sushi fusion karena banyaknya variasi isian yang disesuaikan dengan kondisi geografis negara tersebut.
Daftar Pustaka
Hasanah, U. (2019). Analisis Suku Kata pada Makanan Tradisional Jepang. Repository UNSADA .(http://repository.unsada.ac.id/2494/)
ADVERTISEMENT
Kato, T. (2003). A Study on the Nutritional Components of Sushi. Food Chemistry, 84(3), 399-407. https://doi.org/10.1016/S0273-2300(03)00100-4
Lam, M., & Canto, A. (1998). Lipid Oxidation in Sushi Products. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 46(11), 4875-4878. https://doi.org/10.1021/jf981065c
Liu, F., & Chen, J. (2003). Factors affecting the willingness to pay for quality of sushi. Food Quality and Preference, 14(5), 389-397. https://doi.org/10.1016/S0273-2300(03)00030-4
McCarty, M. F. (1994). Health Benefits of Sushi: A Review. Biochemical Medicine and Metabolic Biology, 50(2), 141-148. https://doi.org/10.1016/0002-9343(94)90212-8
NCSA Indonesia. (n.d.). Berbagai Macam Jenis Sushi yang Wajib Kamu Coba. (https://ncsaindonesia.com/web/berbagai-macam-jenis-sushi-yang-wajib-kamu-coba/)
Ogawa, T. (2021). Sushi: The Complete Guide. Cambridge University Press. (https://books.google.co.id/books?id=xLIjEAAAQBAJ&lpg=PP1&ots=Lyd3ymPjKX&dq=sushi&lr&hl=id&pg=PA13#v=onepage&q=sushi&f=false)
Sakamoto, T., & Allen, S. (2015). There's Something Fishy: An Investigation into the Sustainability of Sushi. ResearchSpace Auckland. (https://researchspace.auckland.ac.nz/bitstream/handle/2292/23520/Sakamoto%20&%20Allen,%20There's%20Something%20Fishywithcoversheet.pdf?sequence=6)
ADVERTISEMENT