Konten dari Pengguna

Terkekangnya Kebebasan Beragama

Syafira Farhani Ramadhanti
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas BIna Nusantara
27 Maret 2018 12:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafira Farhani Ramadhanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terkekangnya Kebebasan Beragama
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
(Sumber gambar : suaranasional.com)
Belakangan ini, kemajemukan masyarakat Indonesia dalam hal beragama mulai goyah. Kegoyahan tersebut dapat dilihat dari terjadinya beragam kasus yang berkaitan dengan intoleransi antar umat beragama di Indonesia. Aksi penyerangan yang dilakukan oleh seorang pria pada saat kegiatan misa pagi di Gereja St Lidwina, Yogyakarta pada 11 Februari 2018 merupakan salah satu contohnya. Seorang pria bernama Suliono yang membawa senja tajam berupa pedang melakukan aksinya dengan memasuki gereja sambil mengayunkan pedangnya. Dari aksinya tersebut, sebuah patung yesus dan patung bunda maria hancur, 3 orang jamaat, 1 orang romo, dan 1 petugas kepolisian terluka (Kardi, 2018). Dari hasil penyelidikan, diketahui Suliono merupakan seseorang yang menganut paham radikal prokekerasan dan beberapa kali sempat dalam kelompok teroris. Suliono pun sempat memutuskan untuk pergi ke Suriah, namun gagal. Karena kegagalannya berangkat ke suriah tersebut, ia memutuskan melakukan aksinya di Indonesia untuk menyerang kelompok tertentu (Movanita, 2018).
ADVERTISEMENT
Contoh kasus lainnya yaitu, persekusi biksu yang terjadi di desa Babat, Tangerang. Berawal dari sebuah video di media sosial, kasus persekusi biksu ini mulai ramai dibicarakan. Sang biksu, Mulyanto, dalam video tersebut mengatakan akan meninggalkan kampungnya dalam kurun waktu seminggu setelah surat pernyataan yang ia bacakan dibuat. Pengusiran biksu Mulyanto dari kampungnya terjadi lantaran warga merasa curiga rumah tempat tinggal biksu Mulyanto di kawasan desa babat dijadikan tempat ibadah. Selain itu, biksu Mulyanto juga dianggap menyebarkan agama Buddha atau mengajak orang untuk masuk ke ajaran Buddha. Belakangan diketahui bahwa kasus tersebut merupakan sebuah salah kesalah pahaman dan masalah ini pun sudah diselesaikan dengan jalur musyawarah (Birra, 2018). Akan tetapi, viralnya kasus persekusi biksu tersebut mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat dan banyak juga masyarakat yang mengecam kasus persekusi biksu tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain kedua kasus di atas, pada tahun 2017 sekelompok warga bekasi yang menamai diri mereka sebagai Majelis Silaturahmi Umat Islam Bekasi (MSUIB) menggelar aksi demo menolak pembangunan gereja Santa Clara di Bekasi. Para pendemo tersebut menuntut penghentian pembangunan gereja tersebut yang mereka anggap tidak memiliki izin dan menyalai aturan (Ilham, 2017). Pada kenyataannya, pembangunan gereja tersebut sudah mendapatkan izin resmi dari pemerintah (Ucu, 2017). Para pendemo menolak pembangunan gereja tersebut dengan alasan daerah pembangunan Gereja Santa Calar di Bekasi Utara dihuni oleh masyarakat yang mayoritas muslim, mereka merasa pembangunan gereja di Bekasi Utara dapat menyakiti hati para umat muslim Bekasi Utara (Niman, 2017).
Beberapa kejadian seperti yang telah disebutkan diatas mengindikasi adanya pelanggaran terhadap perjanjian internasional yang berfokus pada Hak Asasi Manusia dan juga pelanggaran terhadap hukum nasional. Adanya kejadian pembatasan dalam kebebasan beragama bertentangan dengan Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005. Pada pasal 18 Konvensi Internasional Tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, keyakinan, dan beragama. Kebebasan disini mencakup kebebasan menjalankan kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran agama dan kepercayaan baik di tempat umum ataupun tertutup dan hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum (OHCHR, n.y).
ADVERTISEMENT
Apabila kita melihat kembali kejadian-kejadian yang telah disebutkan diatas dan dikaitkan dengan Pasal 18 tersebut, kejadian-kejadian tersebut sangatlah bertentangan dengan isi dari pasal 18. Adanya kejadian-kejadian seperti yang telah disebutkan diatas yang dilakukan oleh segelintir orang atau individu juga sangat bertentangan dengan pasal 18 Konvensi Internasional Tentang HAM karena kebebasan seseorang atau sekelompok orang dalam beragama adalah hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Hal-hal tersebut juga menjadikan adanya pengurangan atau perampasan Hak Asasi Manusia dalam beragama.
Adanya pengekangan terhadap kebebasan beragama seperti contoh-contoh diatas juga bertentangan dengan hukum nasional yaitu Pasal 22 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Selain itu, adanya pengekangan kebebasan juga bertentangan dengan hukum nasional, karena pada pasal 22 ayat 2 UU. 39/1999 menyebutkan bahwa negara telah menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaan itu (Komnasham, n.y).
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari beberapa kejadian tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat toleransi antar umat beragama dan kebebasan beragama di Indonesia sudah mulai terkikis. Apabila tingkat toleransi masyarakat Indonesia semakin terkikis dan semakin banyak kasus intolerasi yang muncul, dapat mengakibatkan sebuah konflik horizontal berskala besar yang dapat mengganggu keamanan nasional. Selain itu, dari kejadian-kejadian tersebut dan kejadian lainnya yang berkaitan dengan intoleransi mengindikasi bahwa masyarakat Indonesia belum dapat mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Fauzi, 2017).
Faktor yang dapat dilihat dari kurangnya pemahaman akan nilai pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah hilangnya sikap saling menghormati dan menghargai antar sesama bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat Indonesia yang majemuk, seharusnya kita sama-sama mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila supaya sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama bangsa tidak luntur (Fauzi, 2017). Selain itu, dengan berpegang kepada pancasila, kita tidak mudah diadu-domba oleh individu atau sekelompok orang demi memuaskan kepentingan mereka
ADVERTISEMENT
Referensi
Birra, F. A. (2018, Februari Minggu). Video Viral Pengusiran Biksu Hanya Salah Paham, Ini Penjelasan Polisi. Retrieved Februari Selasa, 2018, from https://www.jawapos.com/read/2018/02/11/187892/video-viral-pengusiran-biksu-hanya-salah-paham-ini-penjelasan-polisi
Fauzi, A. (2017). Agama, Pancasila, dan Konflik Sosial di Indonesia. e-Journal Lentera Hukum, Volume 4, Issue 2 , 122-130.
Ilham, A. F. (2017, Maret Jumat). MSUIB Unjuk Rasa Tolak Pembangunan Gereja Santa Clara. Retrieved Februari Selasa, 2018, from http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/03/24/onb69k361-msuib-unjuk-rasa-tolak-pembangunan-gereja-santa-clara
Kardi, D. D. (2018, Februari Minggu). Kronologi Penyerangang Gereja St Lidwina Bedog Sleman. Retrieved Februari Selasa, 2018, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180211133527-20-275381/kronologi-penyerangan-gereja-st-lidwina-bedog-sleman
Komnasham. (n.y, n.m n.d). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Mansia. Retrieved Maret Selasa, 2018, from https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-tentang-$H9FVDS.pdf
Movanita, A. N. (2018, Februari Senin). Kapolri: Penyerang Gereja Santa Lidwina Terindikasi Kena Paham Radikal. Retrieved Februari Selasa, 2018, from http://nasional.kompas.com/read/2018/02/12/14510471/kapolri-penyerang-gereja-santa-lidwina-terindikasi-kena-paham-radikal
ADVERTISEMENT
Niman, M. (2017, Maret Jumat). Ini Alasan Massa Tolak Pembangunan Gereja Santa Clara. Retrieved Februari Selasa, 2018, from http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-tolak-pembangunan-gereja-santa-clara.html
OHCHR. (n.y, n.m n.d). International Covenant on Civil and Political Rights. Retrieved Maret Selasa, 2018, from http://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/ccpr.aspx
Ucu, D. A. (2017, Maret Minggu). Walkot Bekasi Bantah Gereja Santa Clara Terbesar se-Asia Tenggara. Retrieved Februari Selasa, 2018, from http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/03/26/onf40p282-walkot-bekasi-bantah-gereja-santa-clara-terbesar-seasia-tenggara