Intelektual yang Benar yang Tersingkir

Syafri Arifuddin Masser
Juru tulis: puisisyafri, peresensi di resensi.co.id, buruh suara di Radio Banua Malaqbi, relawan lterasi di Kamar Literasi & Teras Aksara Mamuju
Konten dari Pengguna
6 November 2021 15:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafri Arifuddin Masser tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Intelektual dalam gerakan mengungkap kebenaran tahu bahwa harga sebuah kebenaran teramat mahal. Julian Assange dan Edward Snowden berakhir menjadi pencari suaka yang kehilangan warga negara karenanya dan puncak dari memperjuangkannya adalah kematian seperti Munir. Mengapa orang-orang seperti itu begitu gigih membela (kemanusiaan) kebenaran? Apakah kekayaan, ketenaran, atau kekuasaan yang menjadi tujuannya? Tidak, bukan itu, melainkan ia menyadari bahwa intelektual adalah karunia yang punya tanggung jawab. Tanggung jawab seperti apa yang membuat orang rela menerima segala risiko hanya untuk mengungkap sebuah kebenaran? Noam Chomsky dalam bukunya The Responsibility of Intellectuals akan menjawab itu.
The Responsibility of Intellectuals sebagaimana bukunya The Spectacular Achievments of Propaganda adalah karya Noam Chomsky yang berisi kritik terhadap kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang pro perang dan sekaligus autokritik untuk kalangan para intelektual yang memilih mengaminkan kebijakan-kebijakan itu. Buku yang ditulis oleh intelektual ini menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya intelektual bekerja.
ADVERTISEMENT
Intelektual menurut Noam Chomsky terbagi atas dua: intelektual yang menjaga integritas apa pun konsekuensinya kendati (jika menjadi bagian pemerintah) dianggap sebagai pembelot dan yang kedua, intelektual yang berkompromi dengan kekuasaan dan melepaskan tanggung jawab moralnya sebagai intelektual. Bagi intelektual kiwari, bagian kedua menjadi pilihan paling ideal padahal itu membuat dirinya tidak pantas disebut intelektual. Intelektual merupakan predikat yang disematkan kepada mereka yang bukan sekadar memiliki gelar akademik, tetapi memiliki keberpihakan kepada kebenaran dan berani mengungkapkannya. Bukan menjadi pengikut setia pemerintahan yang mendukung kebijakan-kebijakannya yang keliru. Bermain aman bukanlah sikap intelektual yang punya integritas. Intelektual yang membeo pada kekuasaan yang menindas tidak ditempatkan dalam kategori intelektual yang sebenarnya.
Ironisnya karena mereka yang berkompromi terhadap kejahatan-kejahatan negara dengan menggunakan kecakapan intelektualnya untuk membenarkan yang salah justru menjadi intelektual yang disukai oleh masyarakat awam. Mereka para intelektual semacam itu tahu betul memperdaya publik dengan propaganda. Sementara mereka yang mengambil jarak pada kekuasaan dan menyampaikan kritikan untuk menjaga nilai-nilai universal malah menjadi kelompok yang mendapatkan hukuman dalam berbagai bentuk: teralienasi dari rakyat yang dibelanya dan hidup dalam bayang-bayang kematian.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan Noam Chomsky intelektual adalah golongan yang punya hak-hak istimewa (priveledge) karena memiliki kemampuan untuk mengubah norma yang ada. Jadi ketetapan umum, kebijakan, dan aturan yang telah dibuat negara masih dapat digugat dengan kekuatan intelektual. Di samping itu, sebagaimana diterankan Edward Said dalam “Peran Intelektual” bahwa intelektual dikaruniai bakat untuk membangkitkan daya kritis orang lain. Artinya, kekuatan intelektual juga adalah memegang kendali suara massa. Dari keistimewaan itu ada kekuatan besar dan dari kekuatan besar itulah sehingga ada tanggung jawab. Di pundaknya ketidaktahuan publik disematkan. Ia bagai corong pembawa kebenaran. Ketika dia redup, maka matilah kebenaran itu. Orang-orang biasa akan kehilangan arah.
Tanggung jawab intelektual adalah berani menyuarakan kebenaran dan mengungkapkan kebohongan. Salah satu caranya adalah dengan melihat peristiwa dengan perspektif historis. Karena tragedi dan peristiwa sejarah merupakan guru terbaik untuk menciptakan kehidupan humanis di masa depan. Itulah mengapa Soekarno berucap “jangan sekali-kali melupakan sejarah” sebab dia tahu betapa pentingnya sejarah. Jika sejarah adalah jalan maka dengan mempelajarinya kita bisa terhindar dari kubangan yang dapat membuat kita terperosok. Meski ada juga intelektual oportunis yang tidak bertanggung jawab menjadikan sejarah sebagai alat untuk melanggengkan kebencian (tragedi 65, misalnya) dan memainkan politik identitas demi kepentingannya.
ADVERTISEMENT
Intelektual memiliki peranan besar dalam berlangsungnya kehidupan bernegara. Mengapa Noam Chomsky begitu menentang intelektual yang pro pemerintah karena pemerintahan memiliki kecenderungan untuk menang (berkuasa dengan kesewenang-wenangan) dan intelektual yang mengabdi kepadanya bertanggung jawab atas kemenangan itu. Banyak orang yang tidak sepakat dengan pernyataan Noam Chomsky ini dan ini bukan hal yang baru. Di tahun 1898 ada yang dikenal dengan Manifesto Intellectual yang ditulis aktivis Dreyfusard untuk menegaskan bahwa intelektual itu pembela keadilan dengan mengkritik otoritas negara, dipertentangkan dengan kelompok intelektual lain yang disebut The Immortal dari Acadamie Francaise anti-Dreyfusard yang menganggap definisi intelektual dalam manifesto itu adalah kekonyolan paling aneh. Dreyfusard bahkan dijuluki anarkis di panggung akademisi yang selalu menganggap intelektual adalah “Manusia Super” yang selalu melihat militer sebagai golongan idiot, institusi sosial jadi tidak masuk akal, dan tradisi yang ketinggalan dan tidak relevan dengan zaman.
ADVERTISEMENT
Golongan Intelektual The Immortal ini lebih sependapat dengan The Manifesto of 93 German Intellectual yang mengajak dunia barat untuk ikut dalam perang sebagai bangsa beradab yang mewarisi kesucian Goethe, Beethoven, Kant, sebagaimana kesucian tanah dan rumah sendiri atas nama moral. Lalu mereka intelektual yang berseberangan, yang menolak perang atas nama demokrasi dan HAM seperti, Russel, Luxembourg, dll. menjadi intelektual yang mendapatkan hukuman.
Dalam pandangan mereka jika ada intelektual yang mengkritisi otoritas langsung dituduh anarkis meskipun dengan ekspresi yang mewajarkan dan melakukan ad homimen pada intelektual pengkritik, seperti “Wajar kalau tukang kritik, Anarkis kan tidak menghendaki kehadiran negara." Noam Chomsky sebagai profesor anarkis tradisional lebih memilih untuk percaya pada intelektual yang berani berkata benar untuk kebohongan-kebohongan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Buku The Responsibility of Intellectuals yang ditulisnya, kendati pun dalam konteks kritik terhadap pemerintah Amerika Serikat yang sembunyi dibalik jargon-jargon demokrasi dan HAM yang justru berlaku sebaliknya dalam sejarah perang modern masih menjadi satu diskursus yang relevan untuk memperhadapkan kita pada dua pilihan, perihal akan berdiri pada barisan intelektual yang mana kita: intelektual yang berani mengungkapkan kebenaran, tapi termarginalkan ataukah intelektual yang mengikuti segala propaganda pemerintah dan melepaskan tanggung jawab moralnya sebagai intelektual?