Konten dari Pengguna

Melihat Propaganda Bekerja

Syafri Arifuddin Masser
Juru tulis: puisisyafri, peresensi di resensi.co.id, buruh suara di Radio Banua Malaqbi, relawan lterasi di Kamar Literasi & Teras Aksara Mamuju
6 Desember 2021 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafri Arifuddin Masser tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar dari Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar dari Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Bukan hal baru. Kadang kita melihat dan mendengar berita yang tidak seimbang dalam media arus utama. Dalam kasus terorisme, misalnya, di mana kasus pelaku bom bunuh diri yang beragama islam maka tajuk utama beritanya sudah tentu: sebuah tindakan terorisme. Bandingkan dengan gerakan separatis yang ingin mendirikan negara baru kendati sama-sama menggunakan senjata dan meneror, seluruh berita perihal itu akan disebut sebagai Gerakan Separatis Bersenjata atau Kelompok Kriminal Bersenjata. Itu hanya contoh kecil saja, tetapi dari sana kita bisa melihat bagaimana media mengkonstruksi berita sesuai dengan kehendak dan kepentingannya.
ADVERTISEMENT
Kita hidup di era tsunami informasi di mana berita dan informasi lebih mudah kita peroleh. Jika kita tidak membekali diri untuk memahaminya, maka kita dapat menjadi manusia yang mudah terombang-ambing dalam dunia pasca kebenaran dan itu sangat berbahaya. Cara untuk membekali diri di dunia semacam itu dengan pelan-pelan mengetahui cara kerjanya dan yang pertama yang perlu kita ketahui adalah dimulai dari melihat bagaimana propaganda bekerja.
Dalam buku The Spectacular Achievment of Propaganda - Noam Chomsky mendedahkan kepada kita bagaimana media menjadi alat propaganda, dari mana asal-muasalnya dan mengapa ia mampu menjadi alat yang sangat berbahaya dalam kehidupan bernegara. The Spectacular Achievment of Propaganda ditulis dalam sepuluh bagian. Dimulai dari kuasa media hingga perang teluk. Bisa dihabiskan dalam sekali duduk. Noam Chomsky penulisnya adalah seorang profesor linguistik yang getol mengkritisi kebijakan Amerika Serikat. Dia seorang simpatisan sosialisme-libertarian (filosofi politik yang memiliki tujuan menciptakan masyarakat tanpa hierarki politik) dan pengagum anarko-sindikalisme (cabang ideologi anarkisme di mana serikat buruh menjadi kekuatan menuju revolusi sosial untuk menggantikan kapitalisme dan negara dengan tatanan masyarakat baru yang mandiri dan demokratis).
ADVERTISEMENT
Propaganda adalah sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran, memengaruhi langsung prilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda. Bukti keberhasilan propaganda ini salahsatunya ketika pemerintahan Amerika Serikat berhasil membuat sebuah pemahaman baru terhadap demokrasi: yang mulanya dimaknai sebagai kemampuan masyarakat untuk mengatur urusan mereka sendiri dengan memiliki alat informasi yang bersifat terbuka dan bebas, kini bermakna publik harus dihalangi dalam mengatur urusan mereka sekaligus mengontrol dengan ketat alat-alat informasinya.
Pada 1916 misalnya, Wodrow Wilson berhasil memenangkan pemilihan presiden Amerika dengan cara propaganda yang berhasil mendapatkan simpati masyarakat dengan slogan andalannya “perdamaian tanpa penaklukan” sekilas menarik terdengar tetapi sungguh buruk nyatanya. Slogan tersebut digaungkan di tengah kecamuk perang dunia ke satu. Di mana ketika itu, masyarakat Amerika adalah masyarakat anti perang. Namun, setelah propaganda yang dilancarkan sebuah komisi khusus pemerintah bernama Creel Commission, semua berubah. Populasi Amerika yang membenci perang kemudian berbalik menjadi pemuja perang. Menjadi masyarakat yang ingin menjadi pahlawan untuk menyelamatkan dunia. Bagaimana bisa orang yang tadinya anti perang jadi pemuja perang? That’s how propaganda works.
ADVERTISEMENT
Menurut Noam Chomsky propaganda akan bekerja dengan akurat apabila propaganda tersebut didukung para intelektual dan cendekiawan—tentu dalam pengertian intelektual tradisional atau intelektual yang melepaskan tanggung jawab moralnya. Dalam demokrasi Amerika para pendukungnya adalah para teoretis demokrasi liberal. Salah satunya Walter Lippman—seorang wartawan senior Amerika yang masuk dalam komisi propaganda. Dia mengemukakan bahwa persetujuan buatan merupakan cara untuk mencapai kepentingan bersama sehingga harus ada persetujuan buatan yang diperoleh dengan cara propaganda.
Lippman juga menganggap bahwa demokrasi yang baik akan melahirkan kelas masyarakat. Menurutnya, mereka para intelektual dengan populasinya yang kecil adalah kelas pertama dan yang kedua adalah masyarakat umum yang jumlahnya lebih besar yang disebut dengan kawanan pandir. Keduanya memiliki fungsi dalam demokrasi. Sayangnya, para kawanan pandir hanya memiliki tugas sebagai pemirsa. Siapa populasi kecil itu? para kalangan bisnis, konglomerat dan penguasa. Pandangan ini ditumbuhsuburkan oleh banyak kalangan dan dari arah mana saja bahkan dari dalam rumah-rumah ibadah yang dikeluarkan para pemangku agama sekalipun sehingga fenomena ini mampu membentuk opini mayoritas masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam propaganda ada yang dikenal dengan istilah industri humas yang dibuat untuk mengontrol pikiran publik. Creel Commission dan Red Scare (membangkitkan histeria ketakutan terhadap komunisme) adalah contoh industri humas yang berhasil sebab tanpa sadar apa yang dilakukan Red Scare ini masih kita rasakan di Indonesia. Ternyata kita adalah korban-korban propaganda yang belum juga sadar. Noam Chomsky menceritakan bahwa pernah terjadi mogok buruh massal besar-besaran di Pensylvania. Cara mengatasi mogok tersebut tidak dengan cara kekerasan, tetapi propaganda. Mereka membuat publik membenci para buruh dengan narasi emosional yang dibuatnya. Ini salahsatu contoh dari keberhasilan industri humas untuk mengarahkan pikiran publik.
Di kasus yang lain, pada 1935, kaum buruh pertama kali memenangkan legislatif yang berhasil membuat publik bebas berorganisasi (wagner act). Para konglomerat resah dan mengaggap itu sebuah penyimpangan demokrasi sebab menurut mereka esensi demokrasi adalah rekayasa persetujuan dan sudah bukan rahasia, bahwa persetujuan akan sulit direkayasa bila demokrasi dijalakan sebagaimana mestinya. Maka sekali lagi, industri humas berperan untuk mengalahkan para pembangkang.
ADVERTISEMENT
Noam Chomsky juga menerankan perihal rekayasa opini. Bagaimana Amerika membuat defenisi demokrasinya berjalan sebagaimana defenisi mereka. Jika sebagian besar masyarakat berorganisasi dan berpartisipasi aktif dalam politik maka itu dianggap sebagai krisis demokrasi kendati sebenarnya itu adalah kemajuan dari demokrasi. Dari krisis tersebut, lahirlah Vietnam Sindrom yang mana Amerika menanamkan semangat peperangan bagi masyarakatnya dari masyarakat yang awalnya berpikir “kenapa kita harus membunuh orang, ikut dalam perang, dan menjatuhkan bom di Vietnam” lalu menjadi “kita punya tanggung jawab untuk membebaskan warga dari kendali otoritarianisme komunis.”
Saat Amerika menghancurkan satu pihak, Amerika berdalih untuk kemanusiaan dan melindungi diri. Misal, apa yang Amerika lakukan terhadap Irak dan Saddam Hussein. Segala kebijakan tentang perang yang dilaksanakan seolah-seolah diambil berdasarkan keinginan rakyat yang mendesak. Dengan keadaan itu, maka peperangan seolah menjadi tindakan kepahlawanan yang mulia. Namun, yang luput dari pemahaman Amerika adalah pemberontakan pasti lahir dari propaganda dan rekayasa-rekayasa kesepakatan yang berlangsung terus-menerus dan berulang-ulang. Akan ada orang yang berpikir dan menemukan fakta bahwa ia tidak sendiri. Ide yang bertemu akan membangkitkan gerakan kolektif yang masif yang akan mengancam demokrasi ala Amerika.
ADVERTISEMENT
Amerika sesungguhnya negara yang cukup lemah menurut Noam Chomsky andai saja ia tak pandai mengontrol rakyatnya (kawanan pandir) dengan kekuasaan medianya. Amerika pandai membuat parade para musuh untuk mengalihkan masalah dalam negerinya sendiri. Masalah kemiskinan, penganggruan, dll, harus dialihkan dengan mencari isu yang lebih urgen, seolah Amerika ingin bicara, “kita harus bertahan dulu dari serangan para musuh baru menyelesaikan masalah sendiri.” Maka Amerika selalu mencari musuh. Dulu ada Unisoviet, setelah runtuh, Iraq, Kuba, Castro dan begitu terus ke depan, sebab itulah alasannya.
Saking kuatnya Amerika dalam mengontrol media. Amerika tidak menghendaki pemberitaan yang memberatkan negaranya, sebaliknya akan sangat membesar-beasrkan berita yang menjadikan Amerika sebagai negara demokratis sejati. Contoh ada pada dua kasus ini: yang pertama bekas tahanan Castro menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya selama di penjara, akibatnya dari pemberitaan tersebut Castro dianggap sebagai diktator yang kejam. Pada kasus yang lain, para anggota HAM el Salvador ditangkap oleh Amerika dan menceritakan penyiksaan berat dari militer Amerika. Dan, seperti kita ketahui semua, tidak pernah ada media yang ingin memuat berita tersebut. Tidak pula mereka diundang di PBB untuk bicara persoalan HAM. Lebih nahasnya lagi mereka akhirnya mati di tangan inteligen Amerika. inilah yang disebut dengan diskriminasi persepsi yang dimainkan Amerika. Amerika sejatinya negara yang sangat oportunis. Terbukti dari diperanginya Saddam Husein kawananya sendiri selama bertahun-tahun. Dari sini kita bisa melihat bahwa segala kebijakan Amerika untuk dunia global tak pernah didasarkan atas nama kemanusiaan tetapi demi kepentingan negaranya sendiri.
ADVERTISEMENT
Meskipun propaganda yang dibahas dalam tulisan ini adalah propaganda ala Amerika, tetapi propaganda tidak memiliki banyak perbedaan bagi semua penguasa di negara lain sebab mereka menggunakan propaganda untuk melanggengkan kekuasaanya dengan memanfaatkan media sebagai alat propaganda itu sendiri. Pada akhirnya buku The Spectacular Achievment of Propaganda membawa kita pada pemahaman bahwa tidak selalu yang tampak adalah kebenaran sehingga menjadi kritis dalam melihat dan membaca informasi adalah sebuah kewajiban. Pandailah untuk selalu menerima kabar yang diperoleh dan tidak terjebak suara yang banyak sebab argumentum ad populum yang menempatkan kebenaran karena dipercayai oleh banyak orang adalah kekeliruan.