Sambo dan Hukuman Mati

Syafruddin SH MH DFM
Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2005-2015) saat ini aktif mengajar sebagai dosen di tempat yang sama
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2023 12:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syafruddin SH MH DFM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terdakwa Ferdy Sambo tiba di ruang sidang dalam agenda sidang vonis kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Ferdy Sambo tiba di ruang sidang dalam agenda sidang vonis kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Publik mungkin heran dengan penganuliran vonis hukuman mati menjadi seumur hidup terhadap Ferdy Sambo. Namun, penganuliran vonis hukuman mati memang telah beberapa kali dilakukan oleh Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Misalnya dalam putusan Nomor 85 K/Mil/2006 (Kolonel M. Irfan Jumroni) terpidana yang dijatuhi pidana mati oleh Pengadilan Militer dalam kasus pembunuhan berencana terhadap mantan istrinya dan seorang hakim yang terjadi di Pengadilan Agama, yang oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi diubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup.
Dalam perkara yang diputus tahun 2007 ini dengan terdakwa Kolonel M. Irfan Djumroni sebelumnya divonis mati oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya di tingkat pertama. Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Pengadilan Militer Utama.
Di tingkat kasasi Mahkamah Agung membatalkan vonis hukuman mati tersebut dan mengubahnya menjadi penjara seumur hidup. Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpandangan:
Pada tanggal 16 Agustus 2011 dalam perkara PK nomor 39 PK/Pid.Sus/2011 dengan terpidana Hanky Gunawan membatalkan hukuman mati dalam suatu perkara psikotropika dan mengubah hukumannya menjadi 15 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya yang cukup singkat MA pada intinya menyatakan bahwa pidana mati melanggar konstitusi, khususnya pasal 28 ayat (1) yang mengatur tentang hak hidup, dimana menurut MA hak hidup tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi (non derogable right), tidak terkecuali oleh putusan hakim/Pengadilan.
Atas dasar ini lah MA dalam PK-nya menyatakan Majelis Kasasi melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang nyata.
Berikut ini pertimbangan lengkap Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Hakim Agung H. M. Imron Anwari, SH, SpN MH, beserta Achmad Yamanie, SH, MH dan Prof. Dr. H.M. Hakim Nyak Pha, SH, DEA sebagai anggota majelisnya dalam putusan PK nomor 39 K/Pid.Sus/2011 hal 53-54.
Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
ADVERTISEMENT
Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut.
Bahwa dalam rangka penjatuhan pidana terhadap tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berlaku umum bahwa mengenai berat ringannya/ukuran hukuman adalah menjadi wewenang Judex Facti, bukan wewenang Judex Juris (tidak tunduk pada kasasi);
Bahwa tujuan pemidanaan adalah bersifat edukatif, korektif, dan preventif.
Bahwa untuk menjaga disparitas hukuman terhadap tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh Terdakwa yang secara nyata telah dilakukan secara bersama-sama dan terhadap pelaku yang lainnya telah mendapatkan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap ;
Bahwa mendasari Declaration of Human Right article 3: “Everyone has the right to life, liberty and security of person”. Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
ADVERTISEMENT
Hukuman MATI bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan melanggar Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun”.
Bahwa dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan Hakim/Putusan Pengadilan.
ADVERTISEMENT
Bahwa dengan adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata oleh Majelis Hakim dalam tingkat Kasasi dalam memutus perkara No. 455 K/Pid.Sus/2007 tanggal 28 November 2007 serta demi memenuhi Rasa Keadilan dan Hak Asasi Manusia, maka beralasan hukum apabila putusan Kasasi tersebut dibatalkan oleh Majelis Peninjauan Kembali.
Pembatalan Hukuman Mati pada PK ini menarik karena menyatakan pidana mati bertentangan dengan konstitusi walaupun MK melalui putusannya nomor 2-3/PUU-V/2007 menyatakan hukuman mati tidak melanggar konstitusi.
Oleh karena itu, perlu kajian lebih mendalam tentang hukuman mati pada ius constituendum.