Konten dari Pengguna

PHK dan Pesangon untuk Pekerja yang Melakukan Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Syahidah Abduh
Mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah STIS Al-wafa
3 Januari 2023 20:23 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahidah Abduh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemutusan hubungan kerja (sumber:www.pexels.com › id-id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemutusan hubungan kerja (sumber:www.pexels.com › id-id)
ADVERTISEMENT
Indonesia, negeri yang sangat membanggakan. Diantaranya dapat kita lihat dari keindahan alamnya, kesuburan tanahnya, serta keanekaragaman budaya dan tradisi. Namun kebanggaan itu semua mulai sirna akibat maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual di negeri kita ini.
ADVERTISEMENT
Jumlah data kasus kekerasan seksual yang di input oleh komnas perempuan periode 2012-2021 sekurang-kurangnya ada 49.762 laporan, dan pada Januari-November tahun 2022 Komnas Perempuan telah menerima laporan 3,014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini terjadi di ranah publik serta ranah personal.
Jumlah kekerasan seksual tersebut hanya dari korban yang berani melapor, dan masih banyak korban pelecehan dan kekerasan seksual yang lebih memilih bungkam. Oleh karena itu, akibat maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual, membuat negeri ini berstatus “darurat kekerasan seksual”.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), pelaku terbanyak pelecehan seksual selama pandemi ialah orang tidak dikenal dengan 2400 responden, 669 orang pelaku pelecehan seksual merupakan teman mereka sendiri, dan 332 pelaku pelecehan seksual merupakan kolega atau teman kerja korban.
ADVERTISEMENT
Salah satu tempat yang rawan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual merupakan lingkungan kerja. Pelecehan serta kekerasan seksual ini muncul karena adanya hubungan yang cukup intens ditempat kerja, serta adanya suasana kerja yang memungkinkan terjadinya pelecehan serta kekerasan seksual.
Akan tetapi, masih banyak sekali para korban yang tidak sadar bahwa perbuatan yang dilakukan oleh rekan kerjanya tersebut ialah pelecehan seksual. Atau korban telah sadar, akan tetapi tidak melaporkan pelecehan seksual tersebut terhadap pihak yang bertanggung jawab.
Pelecehan seksual ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan ekspresi dari seksualitas laki-laki. Kemudian kasus pelecehan seksual ini dapat terjadi karena berasal. dari relasi. posisi yang menempatkan lelaki lebih tinggi dari pada perempuan, dan dalam hal ini si pelaku pelecehan memegang kendali atas posisi superiornya.
ADVERTISEMENT
Korban pelecehan seksual ini karakteristik kebanyakannya ialah perempuan muda yang belum menikah, namun perempuan yang sudah menikah pun rentan menjadi korban pelecehan seksual. Serta pelaku yang melakukan pelecehan dan kekerasan seksual tersebut merupakan para laki-laki yang memiliki jabatan lebih tinggi dari yang dilecehkan olehnya, pelaku dengan posisi jabatan manajer, supervisor, dan sebagainya, ataupun pelaku tersebut merupakan satu rekan kerja dengan posisi jabatan yang sama.
Lalu bagaimana dengan hukum yang berlaku terhadap pelaku pelecehan seksual?
Pelaku pelecehan seksual di Indonesia dijerat menggunakan pasal 289-296 KUHP, dengan memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Bunyi pasal 289 KUHP :
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
ADVERTISEMENT
Dan dalam Pasal 290 KUHP mengancam pelakunya dengan hukuman penjara maksimal selama 7 tahun, apabila:
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Pelaku pelecehan seksual di tempat kerja meningkat drastis, berdasarkan data yang diperoleh oleh Veryanto Sitohang yang merupakan Komisioner Komnas Perempuan, ketika tahun 2017 sampai 2020 terdapat 92 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, dan di tahun 2021 kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat hingga 116 kasus. Kenaikan kasus kekerasan seksual setiap tahunnya ini diartikan bahwa keberanian korban semakin meningkat untuk melaporkan bahwa atasan atau rekan kerjanya sebagai pelaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, beberapa karyawan perempuan mungkin menganggap tindakan-tindakan mesum yang dilakukan karyawan laki-laki atau atasannya tersebut merupakan hal wajar sekedar bercanda dan sebagai pendekatan untuk keakraban serta menghilangkan rasa penat dan suntuk di tempat kerja. Dan jika karyawan perempuan tersebut merasa terganggu karena risih dan ngeri, karyawan perempuan tersebut pun akan dianggap sok suci oleh karyawan lainnya.
Banyak sekali bentuk tindakan dan perilaku pelecehan seksual, selama itu merupakan tindakan dan perilaku yang menuju terhadap seks yang tidak diinginkan, dimulai dari joke (lawakan mesum), catcall, siul-siul, dipanggil cantik atau ganteng atau sayang, diberi minuman hingga kita tidak sadar atas kontrol diri kita sendiri, diraba, dicium paksa, dan tingkatan yang paling parah ialah pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara mencegah perusahaan agar tidak terjadi pelecehan dan kekerasan seksual?
Setiap institusi ataupun perusahaan harus menyiapkan atau memiliki perangkat atau kebijakan yang dapat menghapuskan pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kerja. Pada dasarnya penghapusan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja sudah diatur dalam konvensi ILO no 190 tahun 2019 untuk memberikan kewajiban dan hak secara detail oleh seluruh pihak tripartit yaitu buruh, pengusaha, dan pemerintah untuk menghapus kekerasan dan pelecehan berbasis gender. Dan sudah diatur dalam UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kekerasan dan pelecehan seksual ini tidak hanya terhadap perempuan saja, namun laki-laki pun kerap menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual ini. Oleh karena itu konvensi ILO no 190 dan UU no 12 tahun 2022 menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu perusahaan harus membuat peraturan yang kuat untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja, kemudian memastikan agar semua pihak mengerti tentang kekerasan seksual, dan setiap karyawan memiliki faktor yang besar tanpa melihat status atau jabatan pelaku tersebut untuk melaporkan tindakan kekerasan karena ini merupakan tanggung jawab setiap orang. Serta perusahaan harus mengambil langkah tegas saat kekerasan seksual terjadi.
Apakah melakukan kekerasan seksual dapat langsung di PHK?
Salah satu alasan PHK ialah pekerja atau buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja. Maksud dari perjanjian kerja ini ialah perjanjian kerja yang disampaikan kepada karyawan pada saat penandatanganan kontrak kerja.
Hal ini juga diatur oleh perjanjian kerja bersama yang disepakati antara pekerja dan buruh dengan pengusaha. Jika perusahaan melakukan PHK karena peraturan itu, maka terlebih dahulu harus ada surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga yang ditulis serta disampaikan kepada karyawan yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Namun, jika pekerja atau buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang sudah tidak bisa di toleransi dan telah diatur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka ini tidak perlu Surat Peringatan Satu, Dua, dan Tiga.
PHK terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran sifatnya mendesak, telah diatur dalam Pasal 52 ayat (2) PP 35 tahun 2021:
“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama”
Yang dimaksud dalam pasal 52 ayat (2) PP 35 tahun 2021 pelanggaran yang bersifat mendesak yaitu :
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama harus juga mengatur hak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja apabila terjadi pelanggaran yang sifatnya mendesak tanpa adanya surat peringatan. Apabila tidak diatur maka pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran harus menggunakan surat peringatan terlebih dahulu sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal 52 ayat (1) PP 35 tahun 2021. Dan yang harus diperhatikan juga ialah Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama masih berlaku dan berlaku sah berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Pemutusan hubungan kerja ini harus dilakukan dengan hati-hati dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tujuannya adalah untuk menghindari perselisihan di kemudian hari. Karena jika terjadi sengketa proses yang berjalan dimulai dari mediasi di Disnaker, dan berujung ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Hal ini dapat merugikan salah satu pihak baik dari segi waktu maupun biaya. Oleh karena itu diperlukan strategi hukum yang matang agar tidak terjadi perselisihan yang dapat menimbulkan kerugian.
ADVERTISEMENT
Bagaimana hak karyawan yang di PHK akibat melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak?
Apabila Pemutusan Hubungan Kerja tersebut dilakukan atas dasar pekerja melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak, maka perusahaan berdasarkan Pasal 40 ayat 1 PP 35 tahun 2021 jo dan pasal 52 ayat 2 PP 35 tahun 2021 tidak wajib membayar pesangon, namun perusahaan memiliki kewajiban membayar uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kepada pekerja.
Rumus perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (3) adalah sebagai berikut: “masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; dan masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.”
ADVERTISEMENT
Besaran uang penggantian kepada pekerja sebagaimana dalam Pasal 43 ayat (4), meliputi: “cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/ buruh diterima bekerja; dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.”
Kebijakan kekerasan seksual di lingkungan kerja bukan hanya tulisan, dalam diskusi bertajuk Women in News yang diadakan oleh WAN-IFRA WIN-SEA Leadership Hub 2022, pada sabtu, 5 maret 2022 sebuah panel khusus mengangkat topik “Having Sexual Harassment Policy in the Newsroom” menyatakan bahwa lingkungan kerja yang baik adalah lingkungan kerja yang memiliki kebijakan kekerasan seksual.
Syahidah Abduh, mahasiswi Hukum Ekonomi Syariah
STIS AL-WAFA.