Konten dari Pengguna

AI dan Seni: Kolaborasi atau Konflik?

Syahiduz Zaman
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
5 Januari 2024 17:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahiduz Zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tagar #TolakGambarAI yang muncul di Twitter beberapa hari ini adalah menanggapi penggunaan gambar yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI) seperti DALL-E dan Stable Diffusion, dengan fokus pada potensi pelanggaran hak cipta. Gerakan ini menyoroti bagaimana AI dapat menciptakan gambar realistis dari jutaan gambar yang di-scrap dari internet, sering tanpa atribusi yang benar, yang dapat merugikan kreator manusia. Penggunaan gambar AI ini dikhawatirkan dapat mengganggu industri seni, fotografi, dan desain grafis, memungkinkan orang tanpa keahlian artistik untuk menghasilkan karya berkualitas yang bisa mengancam mata pencaharian profesional kreatif.
ADVERTISEMENT

Dinamika Teknologi dan Seni

Di era digital yang terus berkembang pesat ini, kehadiran teknologi multimedia dalam seni telah membuka horison baru dalam ekspresi kreatif. AI telah muncul sebagai alat yang sangat kuat, memfasilitasi konsepsi inovasi yang sebelumnya tidak terbayangkan. Namun, hal ini juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang esensi seni itu sendiri dan keberlanjutan ekosistem kreatif.
Meskipun AI membawa kemudahan dan aksesibilitas dalam pembuatan seni, membuka jalan bagi mereka yang mungkin tidak memiliki keterampilan teknis tradisional, kita juga harus mengakui bahwa setiap sapuan kuas, setiap tekanan tombol piano membawa bobot emosional dan pengalaman manusia yang tidak dapat sepenuhnya direplikasi oleh algoritma. Seni adalah perwujudan dari konteks, budaya, dan keunikan pribadi yang membentuk penciptaannya. Ini adalah narasi yang ditenun dari benang-benang tak terlihat pengalaman hidup seniman, yang belum sepenuhnya dijangkau oleh AI.
ADVERTISEMENT
Namun, ini bukan berarti bahwa AI tidak memiliki tempat dalam seni. Sebagai seseorang yang terlibat dalam dunia teknologi informasi, saya melihat AI sebagai mitra bagi seniman, memberikan mereka alat untuk mendorong batas-batas konvensional. Dari sudut pandang hukum, masalah muncul ketika AI digunakan untuk menggantikan seniman bukan membantu mereka.
Karya seni yang dihasilkan oleh AI dapat membingungkan batas-batas hak cipta dan kepemilikan intelektual, menciptakan kebutuhan mendesak untuk dialog antara pencipta teknologi, seniman, dan pembuat kebijakan untuk memastikan bahwa inovasi teknologi selaras dengan menghormati hak cipta dan karya manusia.
Manfaat ekonomi yang diperoleh dari penjualan karya seni yang dihasilkan oleh AI harus dipertimbangkan secara adil, dengan memperhatikan kontribusi data dan inspirasi yang mungkin berasal dari seniman manusia. Ini bukan hanya tentang perlindungan ekonomi; ini tentang menghargai esensi kemanusiaan yang tertanam dalam karya kreatif. Teknologi dan seni bertemu tanpa bersaing, melainkan dalam hubungan yang saling menghormati.
ADVERTISEMENT

Etika dan Keseimbangan dalam Kreativitas Kolaboratif

Ketika teknologi AI berkolaborasi dengan seniman manusia, potensi inovasi kreatif sangat besar. Namun, kolaborasi ini harus dipandu oleh prinsip etika yang jelas. Komunitas kreatif, yang didukung oleh hukum yang ada, harus menjunjung tinggi standar yang memastikan penggunaan AI dalam seni tidak merugikan seniman manusia, melainkan memperkaya proses kreatif mereka.
Dari sudut pandang hukum, ada kebutuhan akan kejelasan dalam atribusi dan lisensi. Karya yang dihasilkan oleh AI sering kali berasal dari kumpulan data besar yang seringkali berisi karya seniman manusia. Karya-karya ini harus dilindungi, dengan mekanisme yang memastikan bahwa seniman menerima pengakuan dan kompensasi yang pantas. Hal ini memerlukan peninjauan ulang terhadap regulasi hak cipta untuk menyesuaikannya dengan era baru di mana pembuatan dan distribusi seni menjadi lebih kompleks.
ADVERTISEMENT
Pengembang teknologi harus secara etis mengungkapkan kemampuan dan keterbatasan AI. Dalam konteks seni, hal ini berarti memastikan bahwa karya yang dihasilkan oleh AI tidak salah diidentifikasi sebagai hasil usaha kreatif manusia sepenuhnya. Publik berhak untuk mengetahui kapan mereka melihat karya yang dihasilkan oleh AI, dan seniman berhak atas pengakuan atas kontribusi mereka terhadap data yang digunakan untuk melatih AI.
Untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara inovasi teknologi dan keadilan bagi seniman manusia, kita perlu mempertimbangkan ulang bagaimana nilai seni ditentukan. Seni bukan hanya tentang estetika; ini tentang narasi dan makna.
Dalam hal ini, AI seharusnya dianggap sebagai penerjemah bukan pengarang—membantu menerjemahkan dan memperluas visi seniman manusia, bukan menggantikannya. Dengan membangun landasan yang kuat dalam transparansi, etika, dan hukum, kita dapat mengarungi era baru ini dengan cara yang menghormati dan memperkuat kemanusiaan kita.
ADVERTISEMENT

Membentuk Masa Depan: Sinergi antara Manusia dan AI

Dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh AI dalam seni, masa depan yang kita bentuk sekarang akan menentukan kualitas hubungan antara teknologi dan kreativitas manusia. Sebagai seseorang yang memahami teknologi multimedia, seni, dan juga memahami hukum, saya percaya bahwa kita harus secara proaktif mengintegrasikan AI ke dalam lanskap seni dengan cara yang mendukung dan meningkatkan kreativitas manusia.
Kita dapat memulai dengan membangun platform khusus yang mendorong kolaborasi antara AI dan seniman. Dalam platform ini, AI tidak dipandang sebagai pengganti, tetapi sebagai alat yang memperkaya proses kreatif manusia, menawarkan kemungkinan baru tanpa menghilangkan sentuhan manusia. Langkah selanjutnya adalah pendidikan. Pendidikan tentang AI dalam seni harus diberikan tidak hanya kepada seniman dan pencipta, tetapi juga kepada publik, sehingga mereka dapat menghargai perbedaan antara karya yang sepenuhnya dibuat oleh manusia dan yang dibantu oleh AI.
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang hukum, kita perlu mempertimbangkan pembentukan kerangka kerja global yang menangani hak cipta dan kepemilikan intelektual dalam konteks AI. Kerangka kerja ini harus fleksibel namun kuat, memungkinkan seniman untuk melindungi dan mengkomersialkan karya mereka secara adil, sambil juga memelihara inovasi dan akses publik ke seni.
Akhirnya, kita harus mendukung penelitian dan diskusi etis tentang penggunaan AI dalam seni. Ini harus melibatkan seniman, akademisi, teknisi, dan pembuat kebijakan dalam pembuatan pedoman yang menavigasi kompleksitas moral AI yang berpotensi mengambil alih aspek-aspek kreativitas manusia. Sinergi, bukan persaingan, antara manusia dan AI dalam seni dapat menciptakan masa depan yang lebih inklusif dan dinamis, di mana teknologi meningkatkan kemampuan kita untuk mengungkapkan, memahami, dan menghargai kisah-kisah yang membuat kita manusiawi.
ADVERTISEMENT
Dengan mengadopsi pendekatan yang dipertimbangkan dan bijaksana, kita dapat memastikan bahwa AI berfungsi sebagai pendukung bagi kreativitas manusia, bukan sebagai penghalangnya. Peluang untuk menetapkan preseden yang akan membentuk abad ini ada di tangan kita, dan dengan kerja sama dan perhatian, kita dapat membimbing AI agar menjadi mitra yang bermanfaat bagi seni dan seniman di seluruh dunia.