Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengatasi Disintegrasi Budaya Organisasi dalam Perusahaan
1 Januari 2024 8:54 WIB
Tulisan dari Syahiduz Zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengantar
ADVERTISEMENT
Dalam lingkungan perusahaan saat ini, asimilasi budaya organisasi telah muncul sebagai faktor penentu penting dalam menjamin keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Namun, ada tantangan khusus ketika sebuah divisi dalam sebuah organisasi mengembangkan budaya yang berbeda dan eksklusif. Divisi ini tidak hanya menunjukkan perilaku yang berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi juga memilih untuk menerapkan inovasi internal yang tidak sejalan dengan tujuan keseluruhan perusahaan. Divisi ini mengembangkan sistem informasi kepegawaian sendiri, misalnya, tidak hanya mengindikasikan kekurangan dalam komunikasi internal, tetapi juga menunjukkan kurangnya kerjasama dengan divisi lain dalam perusahaan.
ADVERTISEMENT
Perilaku dan budaya seperti ini tidak terjadi secara kebetulan; mereka adalah hasil dari pengaruh kepemimpinan dan sejarah divisi tersebut. Di perusahaan yang kita diskusikan ini, perilaku ini berakar pada sifat pemberontak dari kepemimpinan divisi ini pada awalnya. Budaya ini kemudian diperkuat dan dipertahankan oleh para pemimpin divisi selanjutnya, sehingga menghadirkan berbagai masalah organisasi yang kompleks. Mulai dari mengecat area kerja dengan warna yang berbeda dengan warna cat perusahaan secara umum, hingga membuat keputusan yang tidak sejalan dengan arah perusahaan secara keseluruhan, perilaku ini telah menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana organisasi dapat mengatasi disintegrasi internal seperti ini.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memberikan solusi atas masalah ini melalui dua bagian yang mencerminkan wawasan dari para ahli manajemen.
ADVERTISEMENT
Bagian 1: Mengatasi Disintegrasi Budaya dalam Organisasi
Di dunia perusahaan yang dinamis, integrasi budaya organisasi adalah kunci untuk mencapai sinergi dan efektivitas operasional. Ketika sebuah divisi dalam sebuah perusahaan memilih untuk beroperasi dengan standar dan prosedur yang berbeda, ini tidak hanya menciptakan disonansi internal tetapi juga membahayakan efisiensi keseluruhan dan kesatuan organisasi. Fokus artikel ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengatasi disintegrasi budaya ini dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli manajemen.
Peter Drucker, sering disebut sebagai "bapak manajemen modern," mengatakan, "Budaya mengalahkan strategi dalam sarapan." Ini menekankan pentingnya budaya organisasi yang kuat dan terpadu. Ketika sebuah divisi mengembangkan subkultur yang bertentangan dengan nilai inti perusahaan, risikonya meluas dari konflik internal hingga kegagalan strategi. Menurut Edgar Schein, seorang ahli utama dalam budaya organisasi, subkultur seperti ini dapat mengakibatkan "fragmentasi budaya," yang menantang identitas dan kesatuan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kasus yang sedang kita hadapi, di mana sebuah divisi memilih untuk mengembangkan sistem dan prosedurnya sendiri, seperti sistem informasi kepegawaian yang berlebihan, merupakan contoh sempurna dari disintegrasi ini. Henry Mintzberg, seorang ahli organisasi yang terkenal, menekankan pentingnya "keselarasan struktural" dalam organisasi. Ini mengindikasikan bahwa ketika ada ketidakselarasan antara struktur organisasi dan strategi, seperti dalam kasus kita ini, hal ini dapat mengakibatkan ketidakefisienan dan ketidakpastian strategis.
Selain itu, perilaku eksklusif dan berfokus pada kepentingan diri sendiri oleh divisi ini dapat menciptakan konflik internal yang signifikan, merusak semangat karyawan, dan mengurangi produktivitas. Rosabeth Moss Kanter, seorang profesor di Harvard Business School, berpendapat bahwa kolaborasi dan keterbukaan adalah kunci untuk inovasi dan kesuksesan organisasi. Dengan mendorong perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai ini, sebuah divisi dapat secara tidak sengaja menghambat pertumbuhan dan inovasi keseluruhan organisasi.
ADVERTISEMENT
Salah satu solusi yang diusulkan oleh para ahli adalah pengembangan dan penegakan budaya organisasi yang kuat dan terpadu. Michael Porter, ahli dalam strategi persaingan, menyarankan bahwa aliansi strategis internal dapat membantu mengatasi divisi ini. Melalui pendekatan kolaboratif, perusahaan dapat memastikan bahwa semua divisi bergerak seiring, menyelaraskan tujuan individu dengan visi perusahaan.
Pendekatan ini tidak hanya melibatkan pengenalan sistem dan prosedur yang konsisten di seluruh organisasi tetapi juga melibatkan dialog terbuka dan berkelanjutan antara manajemen dan karyawan. Ini membantu membangun rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap tujuan organisasi. Lebih lanjut, melalui proses ini, perusahaan dapat mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai inovasi yang muncul dari divisi-divisinya, sambil memastikan bahwa inovasi tersebut sejalan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Bagian 2: Membangun Kembali Budaya Organisasi yang Terintegrasi
Setelah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh organisasi dengan divisi-divisi yang beroperasi secara eksklusif, langkah selanjutnya adalah membangun kembali budaya organisasi yang terintegrasi. Hal ini memerlukan upaya yang difokuskan pada penyelarasan kembali nilai, visi, dan tujuan divisi dengan organisasi yang lebih luas.
Menurut Charles Handy, ahli terkemuka dalam manajemen organisasi, "Budaya organisasi bukan hanya aset; itu adalah identitas dan jiwa perusahaan." Oleh karena itu, upaya re-integrasi harus dimulai dengan memahami dan merangkul nilai-nilai inti yang menjadi operasi perusahaan. Ini mencakup peninjauan dan penyesuaian sistem, proses, dan kebijakan untuk memastikan bahwa mereka mencerminkan nilai-nilai ini secara konsisten di seluruh organisasi.
Kotter dan Heskett, dalam penelitian mereka tentang budaya perusahaan, menekankan pentingnya kepemimpinan dalam membentuk dan memelihara budaya organisasi. Dalam konteks ini, peran pemimpin menjadi sangat penting dalam mengarahkan perubahan dan mengomunikasikan pentingnya integrasi budaya organisasi. Pemimpin harus bertindak sebagai contoh, menunjukkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai inti perusahaan, dan aktif terlibat dalam dialog dengan semua tingkat organisasi untuk mempromosikan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan konsep Amy Edmondson tentang "keamanan psikologis," menciptakan lingkungan kerja di mana karyawan merasa aman untuk berbagi ide dan pendapat sangat penting. Hal ini mendorong inovasi dan kolaborasi antar divisi, memastikan bahwa ide-ide baru dievaluasi dan diintegrasikan ke dalam konteks yang lebih luas dari strategi perusahaan.
Selain itu, Jeffrey Pfeffer, seorang ahli teori organisasi, menyarankan penggunaan sistem penghargaan dan pengakuan untuk mendorong perilaku yang sejalan dengan budaya organisasi. Dengan memberikan penghargaan terhadap kinerja yang mendukung nilai dan tujuan bersama, karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja dalam kerangka nilai-nilai organisasi.
Pengelolaan konflik juga menjadi aspek penting dalam proses integrasi ini. Seperti yang dijelaskan oleh Thomas Kilmann dalam model penanganan konflik mereka, pendekatan yang berfokus pada kerjasama dan pencarian solusi bersama dapat membantu mengatasi perbedaan dan mendorong pemahaman.
ADVERTISEMENT
Terakhir, penting untuk secara berkala memantau dan mengevaluasi kemajuan dalam integrasi budaya organisasi. Ini dapat melibatkan survei karyawan, sesi umpan balik, dan peninjauan indikator kinerja utama yang mencerminkan sejauh mana nilai dan tujuan bersama telah diinternalisasi di seluruh organisasi.
***
Mengatasi disintegrasi budaya organisasi memerlukan pendekatan holistik yang menggabungkan kepemimpinan yang efektif, komunikasi terbuka, dan keselarasan strategi dan struktur organisasi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, organisasi memiliki kemampuan untuk memastikan bahwa semua divisi mereka memberikan kontribusi yang positif terhadap tujuan keseluruhan, sambil tetap menjaga identitas yang kuat dan nilai-nilai inti.
Pembangunan kembali budaya organisasi yang terintegrasi memerlukan pendekatan multifaset yang melibatkan kepemimpinan yang efektif, komunikasi terbuka, pengakuan terhadap kontribusi yang sejalan dengan nilai inti, dan manajemen konflik yang efisien. Dengan menerapkan strategi ini, organisasi memiliki kemampuan untuk memastikan bahwa semua divisi mereka beroperasi dengan harmonis dan efisien, memajukan tujuan bersama dan visi.
ADVERTISEMENT
* Penulis adalah kandidat doktor Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya