Konten dari Pengguna

Wacana Rem ABS sebagai Fitur Wajib: Sebuah Langkah Tepat atau Sekadar Gimmick?

Syahiduz Zaman
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
27 Agustus 2024 7:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahiduz Zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi rem ABS di motor. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rem ABS di motor. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Hasil polling terbaru KumparanOTO (23/08/2024) yang diikuti lebih dari 1100 peserta menunjukkan bahwa 70,95% responden setuju jika rem Anti-lock Braking System (ABS) diwajibkan sebagai fitur standar pada sepeda motor di Indonesia. Meskipun tampaknya ada dukungan kuat dari masyarakat, kita perlu melihat lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi di balik wacana ini, terutama dari perspektif industri otomotif.
ADVERTISEMENT
Secara sekilas, ABS memang menawarkan banyak keuntungan dari sisi keselamatan. Fitur ini mencegah roda terkunci saat pengereman mendadak, mengurangi risiko tergelincir, dan memberikan pengendara kontrol lebih baik atas kendaraan mereka. Tak heran jika mayoritas publik setuju bahwa fitur ini menjadi wajib. Namun, apakah implementasi ini benar-benar didorong oleh kepentingan keselamatan, ataukah ada agenda lain di baliknya?
Pertama, mari kita bicara tentang biaya. Memasukkan ABS sebagai fitur standar pada semua motor tentu tidak murah. Industri otomotif pasti akan membebankan biaya tambahan ini kepada konsumen. Apakah konsumen siap untuk membayar harga lebih tinggi untuk setiap unit motor yang mereka beli? Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu seperti sekarang, di mana daya beli masyarakat cenderung menurun, penambahan biaya ini bisa menjadi beban tersendiri bagi konsumen.
ADVERTISEMENT
Kedua, kita perlu mempertanyakan kesiapan industri dalam memproduksi motor dengan fitur ABS secara massal. Indonesia, dengan pasar otomotif yang besar, tentu menjadi incaran para produsen motor internasional. Namun, apakah para produsen otomotif lokal mampu bersaing jika fitur ABS menjadi wajib? Perusahaan kecil dan menengah mungkin akan kesulitan menyesuaikan lini produksi mereka dengan teknologi ini. Hal ini bisa menyebabkan ketimpangan di pasar, di mana hanya pemain besar yang mampu bertahan, sementara produsen kecil terpaksa gulung tikar.
Ketiga, mari kita lihat dari sudut pandang regulasi dan penegakan hukum. Apakah infrastruktur di Indonesia sudah siap untuk mendukung regulasi baru ini? Jika ABS menjadi fitur wajib, berarti akan ada ribuan, bahkan jutaan motor yang perlu diuji kelayakan dan keamanannya. Bagaimana pemerintah akan memastikan bahwa semua motor di jalan memenuhi standar baru ini? Selain itu, bagaimana dengan motor-motor lama yang belum dilengkapi ABS? Apakah akan ada program retrofit atau insentif untuk mengganti motor lama? Semua pertanyaan ini membutuhkan jawaban konkret sebelum wacana ini bisa diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, skeptisisme juga muncul dari sudut pandang fungsi dan kebutuhan. Dalam kondisi jalan yang bervariasi di Indonesia, apakah ABS selalu menjadi solusi terbaik? Di medan yang licin dan berbatu, beberapa ahli berpendapat bahwa ABS justru bisa mengurangi efektivitas pengereman. Selain itu, ABS mungkin lebih bermanfaat di kota besar dengan lalu lintas padat, tetapi bagaimana dengan pengguna motor di pedesaan yang jarang menghadapi kondisi seperti itu?
Pada akhirnya, wacana ABS sebagai fitur wajib memang terdengar menarik dan didukung oleh banyak pihak. Namun, sebelum kita larut dalam euforia ini, kita perlu mempertimbangkan semua faktor dengan hati-hati. Apakah ini benar-benar langkah maju yang akan meningkatkan keselamatan di jalan raya, ataukah sekadar gimmick pemasaran yang akan memberikan keuntungan besar bagi industri, sambil meninggalkan konsumen dan produsen kecil dalam kesulitan?
ADVERTISEMENT
Skeptis? Ya, tetapi bukan tanpa alasan. Kita butuh lebih dari sekadar polling untuk membuat keputusan sebesar ini. Industrialisasi ABS harus dilakukan dengan pertimbangan matang dan mempertimbangkan dampak luasnya, baik bagi konsumen, industri otomotif, maupun infrastruktur yang ada di Indonesia.