Konten dari Pengguna

Melampaui Batas Ruang: Pendidikan Rekreasi untuk Kesejahteraan Mental Siswa

Rizkyana Sindhi Ardani
Mahasiswi Antropologi Budaya UGM yang tertarik dengan isu-isu sosial dan kebudayaan
17 Juni 2024 18:15 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkyana Sindhi Ardani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
contoh kegiatan pendidikan rekreasi; Foto: penulis
zoom-in-whitePerbesar
contoh kegiatan pendidikan rekreasi; Foto: penulis
ADVERTISEMENT
Bersekolah (formal) adalah kegiatan yang dilakukan hampir setiap hari oleh para siswa yang mana sering kali aktivitas-aktivitas di sekolah cenderung bersifat monoton, di mana ini bisa menimbulkan kejenuhan karena terjebak dalam rutinitas yang berulang. Selain itu, dengan rutinitas yang menjenuhkan ini, dalam konteks pendidikan, ini dapat mengakibatkan stres akademik, yakni tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi akademik (Barseli & Nikmarijal, 2017). Rekreasi menjadi penting sebagai peluang untuk mengatasi stres, meningkatkan suasana hati, dan memperbaiki kualitas tidur. Rekreasi yang berkaitan dengan aktivitas fisik dapat merangsang produksi endorfin, yakni hormon “bahagia” yang berperan untuk membuat suasana hati kita menjadi baik dan merasa senang, serta memberikan perasaan positif. Dengan demikian, rekreasi tidak hanya memberi kesempatan untuk melepaskan diri dari rutinitas, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan fisik dan mental kita (Siby & Kasingku, 2024).
ADVERTISEMENT
Pengalaman belajar di dunia pendidikan sering kali menghadirkan tekanan dan kelelahan mental pada siswa maupun guru. Oleh karena itu, kegiatan yang bersifat rekreasi dan penyegaran memiliki peran yang penting dalam mengurangi kelelahan tersebut. Dalam konteks ini, kegiatan yang menyegarkan dan menghibur seperti rekreasi di alam terbuka, seni, atau olahraga tidak hanya memberikan kesenangan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pikiran untuk beristirahat sejenak dari tugas-tugas akademis yang menuntut. Namun, pastinya ini tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan mental, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar mereka secara keseluruhan. Dalam pendidikan, salah satu bentuk kegiatannya disebut dengan study tour atau rekreasi pendidikan, merupakan program pendidikan yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar di luar lingkungan kelas yang konvensional. Pembelajaran di luar kelas akan terasa lebih menyenangkan, pembelajaran lebih variatif, belajar lebih rekreatif, akan membuat pikiran lebih jernih, kerja otak lebih rileks, pikiran yang lebih segar, serta memberikan kesempatan untuk belajar dengan cara yang lebih santai dan alami, sehingga pikiran lebih tenang (Putri, Krianto & Rany, 2019).
ADVERTISEMENT
Beberapa ahli mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan rekreasi adalah suatu program pendidikan nonformal yang menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan keterampilan jasmani (psikomotor/fisik), sikap sosial, mental atau kebiasaan (afektif) dan keterampilan intelektual (kognitif) secara harmonis, yang pada, gilirannya membentuk kepribadian atau tingkah laku seseorang dengan memberikan pengalaman langsung di lapangan melalui kegiatan outdoor (Hartoto, 1990). Pendidikan rekreasi merupakan suatu program pembelajaran informal yang bertujuan memberikan peluang bagi setiap individu untuk mengembangkan berbagai aspek diri secara seimbang. Program ini fokus pada pengembangan keterampilan fisik, sikap sosial, kesejahteraan mental, dan keterampilan intelektual secara menyeluruh. Melalui pengalaman langsung di lapangan, terutama melalui kegiatan outdoor, seperti pembelajaran di alam terbuka, perjalanan wisata, dan petualangan alam, pendidikan rekreasi memungkinkan individu untuk membentuk kepribadian dan perilaku yang positif.
ADVERTISEMENT
Utomo & Al Halim (2020) menjelaskan bahwa rekreasi pendidikan merupakan salah satu wujud dari kegiatan rekreasi ke berbagai wilayah maupun lokasi yang mana memiliki arah tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan maupun pembelajaran. Rekreasi pendidikan merupakan proses pembelajaran melalui kegiatan rekreasi yang juga mencakup penguasaan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi potensi rekreasi siswa dalam aspek fisik, psikis, emosional, sosial, intelektual, dan spiritual. Adapun fungsi rekreasi pendidikan tersebut antara lain adalah memperkaya wawasan dan pengetahuan, meningkatkan skill, menambah gairah belajar, menumbuhkan sikap hidup kreatif dan sosial, membentuk kepribadian, serta mensyukuri kebesaran Tuhan.
Kegiatan rekreasi seperti beraktivitas di alam terbuka dapat membantu mengurangi stres, ketegangan fisik dan mental yang disebabkan oleh tekanan hidup—dalam konteks ini adalah tekanan pendidikan. Bahkan dengan beberapa jam berada di luar ruangan bisa bermanfaat secara signifikan bagi kesejahteraan mental seseorang. Selain itu, melalui kegiatan di luar ruangan, siswa dapat belajar cara mengatasi rintangan, membangun kepercayaan diri, dan menemukan cara yang efektif untuk mengelola emosi mereka. Rekreasi, terlebih lagi di alam terbuka juga mampu membuat siswa untuk berpartisipasi dalam terapi alam yang memanfaatkan lingkungan alam sebagai sarana untuk meningkatkan kesehatan psikologis atau mental mereka. Terapi alam seperti ini telah terbukti efektif dalam mengurangi stres, depresi, dan kecemasan, serta meningkatkan suasana hati, dan kualitas tidur.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kegiatan rekreasi di luar kelas sering kali melibatkan interaksi antar siswa. Melalui interaksi tersebut, siswa belajar berkomunikasi, berkolaborasi, dan membangun hubungan positif dengan orang lain. Kemudian, siswa juga dapat belajar banyak terutama untuk mendapatkan banyak pengalaman sosial, seperti mengenali perbedaan dan menyelesaikan konflik. Pengalaman di luar kelas akan memberikan kesempatan belajar langsung, sehingga siswa juga belajar untuk mengembangkan empati terhadap lingkungan dan makhluk hidup di sekitarnya, bukan hanya sekadar menambah pengetahuannya pada subjek tertentu saja. Oleh karena itu, kegiatan di luar kelas tidak hanya memberikan siswa kesempatan untuk belajar tentang dunia di sekitar kita, tetapi juga baik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang penting untuk kehidupan mereka. Kegiatan rekreasi di luar kelas tidak hanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menikmati alam dan belajar tentang lingkungan, tetapi juga membantu mereka mengatasi masalah, mengatasi ketakutan, dan mengembangkan rasa percaya diri yang diperlukan untuk tumbuh.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pembelajaran eksternal atau di luar, seperti di alam terbuka melibatkan partisipasi siswa dalam eksplorasi, penelitian, dan pengembangan. Partisipasi ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan observasi, analisis, dan berpikir kritis. Pengalaman di luar kelas juga banyak melibatkan penggunaan berbagai indra siswa untuk memperdalam pemahamannya terhadap suatu konsep. Pengalaman langsung memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana konsep yang dipelajari di kelas diterapkan dalam kehidupan nyata. Ini membantu siswa menghubungkan konsep atau teori akademis dengan aplikasi praktisnya.
Dalam melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas ini, peran pemimpin dan pembimbing—dalam hal ini pada umumnya adalah guru—sangat menentukan arah tujuan kegiatan ini. Pentingnya pemimpin yang berperan sebagai mentor dalam kegiatan rekreasi di luar kelas sangatlah signifikan dalam membimbing siswa untuk memahami nilai-nilai positif dari kegiatan dan pengalaman yang akan didapat dari kegiatan tersebut. Pemimpin dan pembimbing tidak hanya memberikan arahan dan bimbingan praktis dalam kegiatan rekreasi, tetapi juga menunjukkan sikap, nilai, dan etika yang sangat berkemungkinan akan dilihat dan ditiru oleh siswa. Melalui contoh yang ditetapkan oleh pemimpin, siswa dapat belajar bagaimana berperilaku secara bertanggung jawab, menghormati, dan berinteraksi dengan baik dengan sesama. Selain bersenang-senang dengan kegiatan belajar di luar kelas, siswa juga harus difasilitasi sesi refleksi dan diskusi setelah kegiatan rekreasi berakhir. Kegiatan refleksi akan membantu siswa untuk merenungkan pengalaman mereka, mengeksplorasi pelajaran yang dipetik, dan membuat relasi bagaimana pengalaman yang mereka alami terhubung dengan konsep-konsep yang telah dipelajari di dalam kelas. Diskusi semacam itu dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang pentingnya pengalaman di luar kelas dalam konteks pendidikan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Namun, di Indonesia sendiri kegiatan pendidikan rekreasi di luar kelas seperti ini jarang sekali dilakukan. Pada umumnya di sekolah-sekolah menjadikan kegiatan ini sebagai rutinitas setahun sekali, atau sekali selama masa jenjang/tingkat sekolah—yang kemudian kegiatan seperti ini umum disebut sebagai study tour. Beberapa hal yang menghambat sekolah atau lembaga pendidikan kurang melaksanakan kegiatan pendidikan rekreasi secara maksimal antara lain adalah sekolah mungkin menghadapi keterbatasan sumber daya finansial, waktu, atau personil untuk melaksanakan kegiatan rekreasi di luar kelas secara teratur.
Selain itu, sekolah mungkin memiliki kebijakan atau peraturan yang membatasi kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan di luar kelas, pun ini juga menyangkut dengan kurikulum pendidikan di Indonesia yang cukup padat. Kurikulum yang padat dan menekan dapat menjadi hambatan untuk mengintegrasikan kegiatan rekreasi di luar kelas tanpa mengorbankan waktu yang dialokasikan untuk pembelajaran akademis. Sehingga, fokus utama sekolah sering kali terpaku pada pencapaian akademis, karena ada tekanan untuk mencapai standar kurikulum nasional. Hal ini membuat sekolah cenderung mengesampingkan kegiatan rekreasi yang dianggap sebagai "luar dari pembelajaran inti". Sekolah sering kali harus memprioritaskan waktu pembelajaran untuk materi-materi yang diuji dalam ujian, meninggalkan sedikit ruang untuk eksplorasi dan pengembangan kreativitas melalui kegiatan rekreasi. Pun, semakin kesini, standar kurikulum di Indonesia dirancang semakin tinggi sehingga mengakibatkan persaingan yang semakin ketat, waktu belajar bertambah, dan beban siswa pun juga meningkat, dan ini akan berakibat memunculkan stres akademik (Barseli & Nikmarijal, 2017).
ADVERTISEMENT
Referensi
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal konseling dan pendidikan, 5(3), 143-148.
Hartoto, J. (1990). Pentlngnya Pendidikan Rekreasi di Sekolah. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 3(3).
Putri, L., Krianto, T., & Rany, N. (2019). The Benefit of Metally and Social Health that Felt in Study Tour Recreatiol Activities: by Perspective of Students, Parent, and Teachers. Jurnal kesehatan komunitas (Journal of community health), 5(3), 191-201.
Siby, R., & Kasingku, J. D. (2024). Pengaruh Rekreasi sebagai Sarana Pendidikan Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Siswa. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 10(2), 416-424.
Utomo, S. A. W., & Al Halim, A. A. (2020). Analisis Kreasi Pembelajaran Rekreasi Pendidikan Pada Pendidikan Dasar. JURNAL PANCAR (Pendidik Anak Cerdas dan Pintar), 3(1).
ADVERTISEMENT