Konten dari Pengguna

Implikasi Ketatanegaraan Pasca Penghapusan Presidential Threshold

syaibahnurulfadhilah
Mahasiswi semester dua S1 Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
27 April 2025 13:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari syaibahnurulfadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wawancara Anggota DPR Fraksi Gerdindra (Sumber : www.antarnews.com)
zoom-in-whitePerbesar
Wawancara Anggota DPR Fraksi Gerdindra (Sumber : www.antarnews.com)
ADVERTISEMENT
Presidential Threshold dihapus, Babak Baru Demokrasi Indonesia?
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus aturan presidential threshold yang sebelumnya mensyaratkan partai atau gabungan partai memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara nasional untuk mencalonkan presiden telah mengubah lanskap politik Indonesia. Putusan ini membuka peluang baru bagi partai kecil, namun juga menghadirkan tantangan bagi stabilitas politik nasional.
ADVERTISEMENT
Dinamika sebelum dan sesudah penghapusan.
Selama bertahun-tahun, aturan ambang batas pencalonan presiden menjadi isu kontroversial. Para pendukungnya berargumen bahwa aturan ini mencegah terlalu banyak kandidat dan memastikan presiden terpilih memiliki dukungan parlemen yang kuat. Namun, para kritikus menilai aturan tersebut hanya menguntungkan partai besar dan membatasi partisipasi politik.
Sejak disahkan dalam Pasal 222 UU NO. 7 Tahun 2017, aturan ini telah berulang kali diuji di Mahkamah Konstitusi. Salah satu gugatan diajukan oleh Partai Ummat melalui perkara nomor 11/PUU-XX/2022, namun MK saat itu tetap mempertahankan aturan dengan alasan menjaga efektivitas pemerintahan.
Kini, dengan dihapusnya presidential threshold, semua partai politik memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan presiden tanpa terbatas oleh perolehan kursi di DPR atau suara nasional. Hal ini menandai era baru bagi demokrasi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Implikasi Positif: Demokrasi yang Lebih Inklusif?
1.Meningkatkan Keragaman Kandidat. Dengan tidak adanya ambang batas pencalonan, partai- partai kecil kini memiliki peluang lebih besar untuk mengusung kandidat sendiri tanpa harusberkoalisi dengan partai besar.
2.Memperluas Pilihan Rakyat. Masyarakat akan memiliki lebih banyak alternatif dalammemilihpemimpin nasional. Pemilih kini bisa menilai kandidat berdasarkan visi, misi, dan kapabilitas individu, bukan hanya berdasarkan kekuatan koalisi partai.
3.Mendorong Demokrasi yang Lebih Kompetitif. Partai politik dituntut lebih serius dalam menyiapkan calon pemimpin yang berkualitas. Mereka harus fokus pada kapasitas kandidat, bukan hanya pada strategi koalisi.
Implikasi Negatif: Tantangan Baru dalam Politik Nasional
1.Potensi Fragmentasi Politik. Dengan lebih banyak kandidat yang bersaing, suara pemilih bisa terpecah, menyebabkan presiden terpilih memiliki dukungan yang minimal. Ini bisa berdampak pada stabilitas pemerintahan pasca-pemilu.
ADVERTISEMENT
2.Pemilu yang Lebih Rumit dan Mahal. Bertambahnya jumlah kandidat berpotensi membuat pemilu lebih panjang dan mahal. KPU harus mengelola lebih banyak debat, perencanaan logistik,serta memperhitungkan kemungkinan pemilu dua putaran jika tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas.
3.Risiko Munculnya Kandidat Kurang Kompeten. Tanpa filter presidential threshold, dikhawatirkan ada kandidat yang maju tanpa pengalaman atau kapasitas memadai. ini bisa berdampak pada efektivitas pemerintahan jika kandidat yang terpilih tidak siap memimpin.
Perspektif Ahli dan Reaksi Publik
Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Izha Mahendra menyambut keputusan ini sebagai kemajuan demokrasi. "Penghapusan ambang batas mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang sejati dan menciptakan ruang bagi partisipasi lebih luas. Namun, kita juga perlu mewaspadai risiko perpecahan politik dan rendahnya dukungan mayoritas bagi presiden terpilih," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai bahwa sistem politik Indonesia harus beradaptasi dengan perubahan ini. "Tanpa ambang batas, kita mungkin melihat lebih banyak kandidat, tetapi tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa pemilih tetap mendapatkan pilihan yang berkualitas, bukan hanya kuantitas," jelasnya.
Sementara itu, reaksi publik beragam. Partai-partai kecil menyambut baik keputusan ini karena membuka peluang bagi mereka untuk bersaing lebih adil. Namun, sebagian masyarakat khawatir akan meningkatnya polarisasi politik dan kompleksitas pemilu.
Kesimpulan: Kemajuan atau Kemunduran Demokrasi?
Penghapusan presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi merupakan langkah progresif yang meningkatkan keterbukaan dalam kontestasi politik. Namun, tantangan yang muncul juga tidak bisa diabaikan. Jika dikelola dengan baik, keputusan ini bisa menjadi tonggak penting dalam demokrasi Indonesia, memberikan lebih banyak pilihan bagi rakyat dan mengurangi dominasi partai besar. Namun, tanpa regulasi yang tepat dan pengawasan ketat, sistem ini bisa memicu instabilitas politik dan pemerintahan yang kurang efektif. Oleh karena itu, semua pihak—pemerintah, partai politik, dan masyarakat—perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa perubahan ini tetap selaras dengan prinsip demokrasi yang sehat.
ADVERTISEMENT