Emansipasi Wanita dalam Novel Kehilangan Mestika Karya Hamidah

Syaimah Kusnari Putri
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
10 Mei 2022 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaimah Kusnari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: dokumen pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Karya sastra lahir dari sumber pengalaman penulis sendiri, baik berupa pengalaman lahir dan pengalaman batin. Berbicara tentang sastra tidak dapat dipisahkan dari berbicara tentang keindahan, karena sastra adalah salah satu karya seni yang mengandung unsur keindahan. Salah satu dari sekian banyak karya sastra mengandung unsur keindahan adalah novel.
ADVERTISEMENT
Novel adalah struktur yang bermakna. Novel bukan sekadar rangkaian tulisan menarik untuk dibaca, tetapi merupakan struktur yang terdiri dari unsur-unsur untuk mengetahui makna atau pemikiran tersebut. Dalam novel terdapat unsur-unsur pokok yang membangun sebuah novel meliputi tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya cerita, dan amanat. Namun, fokus penelitian ini adalah tokoh. Tokoh adalah orang yang berperan dalam sebuah cerita. Tokoh dalam novel ini adalah tokoh perempuan.
Perempuan selalu menarik untuk dibicarakan, tidak hanya tentang perempuan yang ada dalam kehidupan nyata, tetapi juga kehadirannya dalam karya sastra. Di samping itu karena keindahan bentuk fisiknya, perhatian terhadap perempuan terutama terkait dengan terpinggirkan kehadirannya dalam ruang sosial budaya. Masalah perempuan baik dari gaya hidupnya, cara berpakaiannya, atau sifatnya sebagai ibu yang melahirkan dan menyusui adalah topik yang menarik. Setiap karakter perempuan di dalam novel selalu diceritakan dari sudut pandang yang berbeda, salah satunya ada di dalam novel Kehilangan Mestika karya Hamidah yang membuat karakter perempuan sebagai penceritaan.
ADVERTISEMENT
Hamidah, yang bernama asli Fatimah Hasan Delais, adalah seorang penulis Indonesia untuk Angkatan Pujangga Baru. Ia lahir pada 13 Juni 1915 di Pulau Bangka, Sumatera Selatan. Hamidah selain menulis puisi, ia juga menulis novel berjudul Kehilangan Mestika yang merupakan satu-satunya novel yang ditulisnya pada usia 19 tahun. Karya-karyanya termasuk karya sastra yang menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
Stigma perempuan sebagai nomor dua di bawah laki-laki merupakan potret negatif bagi perempuan. Namun, kini perempuan tak hanya bisa berperan di dapur. Perempuan juga dapat berperan dalam pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Inilah yang disebut dengan gerakan emansipasi wanita.
Emansipasi wanita merupakan wujud dari gerakan atau perjuangan perempuan untuk memiliki martabat yang setara dengan laki-laki. Mengenai perempuan, sangat erat kaitannya dengan feminisme. Feminisme adalah gerakan perempuan untuk menolak segala sesuatu yang terpinggirkan, tersubordinasi, dan direndahkan oleh budaya dominan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam novel Kehilangan Mestika, emansipasi wanita yang terdapat dalam novel tersebut adalah dalam bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi perempuan, karena dengan pendidikan perempuan dapat menyelaraskan perannya dengan laki-laki. Pendidikan tinggi yang diperoleh perempuan merupakan bentuk emansipasi perempuan untuk menyamakan hak perempuan dengan laki-laki dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dapat menjadi benteng bagi perempuan agar tidak merasa tertindas oleh laki-laki. Bentuk emansipasi wanita yang diceritakan dalam novel Kehilangan Mestika ialah sebagai berikut.
1. Melawan tradisi masyarakat
“…Gadis-gadis mesti dipingit, tak boleh kelihatan oleh orang yang bukan sekeluarga lebih-lebih oleh laki-laki. Adat inilah yang lebih dahulu mesti diperangi. Inilah yang kucita-citakan…”
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa tradisi masyarakat kuno juga menjadi salah satu penghambat perempuan untuk menempuh pendidikan. Melalui sosok Hamidah sebagai tokoh utama perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk bisa keluar rumah demi menunjang pendidikan. Tanpa harus selalu mengasingkan diri menunggu dinikahkan oleh pria yang dilamar, demi mendapatkan kebebasan bergerak keluar rumah untuk merasakan udara luar.
ADVERTISEMENT
2. Mendirikan perkumpulan perempuan belajar
“Jikalau mereka telah mengerti kepentingan perguruan, tentulah mereka tak segan-segan dan tak saying merugi mnegeluarkan ongkos untuk menyerahkan anaknya ke sekolah. Anak-anak ini nanti tentu akan menjadi ibu yang lebih sempurna dari mereka dan akan banyak berjasa kepada tanah air dan bangsanya. Hal inilah yang mendorongku akan mendirikan sebuah perkumpulan bagi kaum ibu.”
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Hamidah berusaha memperjuangkan hak perempuan untuk mengenyam pendidikan dengan mendirikan paguyuban perempuan yang mengutamakan pengajaran menulis, membaca, membuat kerajinan tangan, dan belajar memasak. Upaya ini bertujuan agar perempuan mampu menciptakan generasi cerdas bagi tanah air dan bangsanya.
3. Berkunjung ke rumah-rumah
“…sekarang cara kami bekerja terpaksa ditukar. Kami berganti-ganti pergi mengunjungi orang yang berhajat pertolongan kami untuk menerangi buta huruf. Dengan berkat rajin dan sabar, berhasillah pekerjaan kami. Bukan sedikit gadis-gasdis dan ibu-ibu yang telah pandai membaca dan menulis.”
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hamidah berusaha memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah perempuan yang bersedia memerangi buta huruf dan bersedia mendukung pendidikan. Upaya ini berhasil dilakukan oleh Hamidah, karena saat itu di negerinya banyak perempuan dari usia muda hingga tua yang pandai membaca dan menulis.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bagaimana penulis menggambarkan Hamidah sebagai seorang wanita yang memiliki pemikiran yang maju, dibandingkan dengan pemikiran kolot masyarakat di negerinya mengenai kemajuan zaman. Oleh karena itu, Hamidah berusaha dan berjuang untuk mengantisipasi keterbelakangan zaman di negaranya, khususnya bagi kaum perempuan, dengan menghapus adat pingitan terhadap perempuan, dan mendirikan perkumpulan perempuan pembelajar. Hal ini berguna untuk memberikan hak yang sama bagi perempuan atas laki-laki dalam bidang pendidikan dan memotivasi perempuan untuk bersemangat mengejar pendidikan setinggi mungkin. Dalam rangka menghasilkan dan menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berilmu.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Ensiklopedia Sastra Indonesia. Dalam
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Hamidah. Diakses pada 9 Mei 2022 pukul 1.30 WIB.
Hamidah. Kehilangan Mestika. Jakarta: Balai Pustaka. 2011.
Maksum, Lily Alvionita, dkk. “Emansipasi Wanita dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku
Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus”. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya. Vol. 11. No. 2. 2021.
Pandanwangi, Wiekandini Dyah. “Emansipasi Perempuan Jawa Abad ke-17 dalam
Novel Roro Mendut Karya Y. B. Mangunwijaya”. Dalam file:///C:/Users/USER/Downloads/24-File%20Utama%20Naskah-55-1-10-20180731.pdf. Diunduh pada 9 Mei 2022 pukul 2.18 WIB.
Patoding, Tirza. “Emansipasi Wanita dalam Novel Jane Eyre Karya Charlotte Bronte”.
Dalam file:///C:/Users/USER/Downloads/20508-41603-1-SM.pdf. Diunduh pada 9 Mei 2022 pukul 1.56 WIB.