Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Kesantunan Berbicara Antartokoh dalam Novel Student Hidjo
30 April 2022 10:52 WIB
Tulisan dari Syaimah Kusnari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbicara merupakan kebutuhan primer dalam setiap kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial perlu berkomunikasi agar dapat menyuarakan emosi kepeduliannya, dalam hal ini berbicara sebagai kebutuhan sosial. Berkomunikasi adalah proses penyampaian pesan dari tuturan kepada mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur dapat menerima pesan yang diberikan oleh tuturan tersebut. Dalam proses komunikasi tentunya tidak selalu berjalan harmonis. Hal ini dikarenakan adanya kendala baik dari faktor lingkungan sosial maupun kurangnya pengetahuan dalam menggunakan bahasa yang baik dan santun.
ADVERTISEMENT
Bahasa santun adalah bahasa yang dapat mencerminkan penutur sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat sehingga mampu membuat mitra tutur berkenan dan menerima bahasa itu. Kesantunan dalam berbahasa memiliki peran penting bagi penutur, yaitu sebagai salah satu aspek untuk meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya, karena di dalam komunikasi penutur dan mitra tutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran melainkan harus tetap berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Kesantunan berbahasa berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat karena dapat mencerminkan kepribadian penuturnya secara utuh. Penggunaan bahasa yang santun dalam berkomunikasi bertujuan untuk menjaga perasaan dan tidak menyinggung mitra tutur.
Proses berkomunikasi agar konsisten harmonis, dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip kesantunan. Salah satunya, teori prinsip kesantunan dari Leech. Prinsip kesantunan Leech didasarkan pada kaidah-kaidah maksim, dan maksim tersebut menganjurkan agar penutur mengungkapkan emosi dengan sopan bukan tidak sopan. Oleh sebab itu, peneliti ingin menganalisis tentang kesantunan tuturan para tokoh dalam novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo menggunakan prinsip kesantunan Leech, yang dijabarkan dalam enam maksim kesantunan, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Maksim kebijaksanaan, bertujuan untuk memberikan keuntungan kepada mitra tutur ketika berkomunikasi. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
“Marilah kita nanti melihat panorama,” kata Raden Ajeng Woengoe kepada Raden Ajeng Biroe senang.
“Baik, saya memang ingin melihat-lihat keindahan bukit-bukit yang bagus itu,” jawan Raden Ajeng Biroe setuju.
Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa Wongoe telah menerapkan maksim kebijaksanaan dalam berbicara. Ternyata Wongoe ingin mengajak Biroe yang sedih karena kepergian kekasihnya ke Belanda, melihat panorama itu sebagai upaya untuk menyemangati Biroe.
2. Maksim kedermawanan, menghendaki penutur memaksimalkan kerugian diri sendiri sebanyak mungkin dan keuntungan diri sendiri sekecil mungkin. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
“Maukah Tuan mengantar kita melihat-lihat panorama?” tanya seorang dari perempuan itu.
ADVERTISEMENT
“Dengan senang hati!” jawab Hidjo sopan.
Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa Hidjo telah menerapkan maksim kedermawanan dalam berbicara. Terbukti Hidjo bersedia menemani wanita Eropa melihat panorama sebagai bentuk kesopanan terhadap wanita, meski saat itu Hidjo masih sedih karena meninggalkan keluarganya di Tanah Jawa untuk ke Belanda.
3. Maksim pujian, meminimalkan cacian kepada orang lain; maksimalkan pujian kepada orang lain. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
“Tuan Hidjo, bagaimana pendapat Tuan tentang kota di sini?” tanya Betje.
“Bagus!” jawab yang ditanya dengan sabar.
Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa Hidjo telah menerapkan maksim pujian dalam berbicara. Terbukti Hidjo memberikan pujian kepada kota Den Haag yang lebih bagus dari kota di Tanah Jawa, namun Hidjo tidak heran. Karena berpikir bahwa dunia bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
4. Maksim kesepakatan, menghendaki penutur dan mitra tutur untuk memaksimalkan kesetujuan dan meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
“Ah, masalah tempat tidur itu, perkara yang gampang!” jawab istri tuan rumah menunjukkan kesenangannya menerima Hidjo. “Hidjo ini, jangan kamu anggap sebagai orang lain. Anggaplah ia sebagai anakmu sendiri, sebab saya tahu betul sifat-sifatnya. Dia anak baik-baik dan rajin belajar,” kata leerar memuji Hidjo.
Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa tuan rumah telah melaksanakan maksim kesepakatan. Hal ini dikarenakan kesediaan tuan rumah untuk menerima Hidjo untuk tinggal di rumahnya selama ia belajar di Belanda.
5. Maksim simpati, diharapkan penutur dan mitra tutur memaksimalkan sikap simpati di antara keduanya. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
ADVERTISEMENT
“Apa Tuan Putri mau duduk di hangmat?” tanya Wardojo kepada Biroe.
“Tidak” jawab Biroe dengan setengah tertawa dan raut wajahnya kelihatan sedikit malu, karena di dalam hatinya terkandung maksud…
“Kalau Tuan Putri mau, hangmat ini akan saya turunkan,” kata Wardojo.
“Cobalah turunkan” kata Wongoe
“Mari duduk!” kata Wardojo kepada dua gadis manis, setelah hangmat itu diturunkannya.
Pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa Wardojo menerapkan maksim simpati. Hal ini disebabkan kebaikan Wardojo menurunkan hangmat agar tidak terlalu tinggi untuk diduduki oleh Biroe dan Wongoe.
6. Maksim pertimbangan, penutur hendaknya meminimalisir rasa tidak senang kepada mitra tutur dan memaksimalkan rasa senang kepada mitra tutur. Berikut disajikan data tuturan yang telah ditemukan.
“Adinda, saya setuju sekali dengan maksudmu yang sangat bagus itu, tetapi apakah niatmu yang sebagus itu bisa terkabul?” tanya R. Potronojo kepada istrinya.
ADVERTISEMENT
Tuturan di atas dapat dikatakan bahwa R. Potronojo menerapkan maksim pertimbangan. Hal ini disebabkan pertimbangan R.Potronojo terhadap usulan dari istrinya mengenai perjodohan antara Hidjo dan Wongoe, serta Biroe dan Wardojo.
Daftar Pustaka
Alfiati. “Santun Berbahasa Indonesia”. Jurnal An-Nuha. Vol.2. No. 1. Juli 2015.
Damayanti, Indah dan Sri Hadiati Purnamasari. “Hambatan Komunikasi dan Stres
Orangtua Siswa Tunarunggu Sekolah Dasar”. Jurnal Psikologi Insight. Vol. 3. No. 1. April 2019.
Indrariani, Eva Ardiana dan Azzah Nayla. “IBM Prinsip Kesantunan Berbahasa Indonesia
sebagai Wujud Pembelajaran Etika Percakapan Anak bagi Ibu-Ibu PKK Magarsari Margoyoso Jepara”. Dalam https://media.neliti.com/media/publications/168685-ID-ibm-prinsip-kesantunan-berbahasa-indones.pdf. Diakses pada 23 April 2020 pukul 2.06 WIB.
Marco Kartodikromo, Mas. Student Hidjo. Jakarta: Penerbit Narasi. 2022.
ADVERTISEMENT
Nofrion. Komunikasi Pendidikan Penerapan Teori dan Konsep Komunikasi dalam
Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group. 2018.
Rosarini, Soviana. “Kesantunan Tuturan Antartokoh dalam Novel Ijinkan Aku Menjadi
Perempuan Karya Lely Noormindha”. Dalam https://repository.usd.ac.id/12463/1/101224045_full.pdf. Diakses pada 23 April 2020 pukul 1.21 WIB.
Susanti, Elvi. Keterampilan Berbicara. Depok: Rajawali Pers, 2020.