Pertentangan Amalgamasi dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis

Syaimah Kusnari Putri
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
30 April 2022 10:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syaimah Kusnari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover buku Salah Asuhan Kamis (28/04/2022), sumber: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Cover buku Salah Asuhan Kamis (28/04/2022), sumber: dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Sastra merupakan ekspresi batin manusia yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat pada masanya. Oleh karena itu, teks sastra dapat dikatakan sebagai saksi dalam setiap perubahan zaman. Karya sastra yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah novel. Novel adalah karangan prosa panjang yang berisi rangkaian cerita tentang kehidupan seseorang dan lingkungannya, yang ditonjolkan watak dan ciri khas masing-masing tokoh. Novel mampu menceritakan setiap permasalahan atau persoalan kehidupan masyarakat dengan lebih kompleks dibanding karya sastra yang lain; puisi, cerpen, dan novelet. Sebagai suatu karya sastra, novel menjadi cerminan suatu keadaan masyarakat, khususnya mengenai amalgamasi.
ADVERTISEMENT
Amalgamasi merupakan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki perbedaan suku bangsa atau biasa disebut dengan perkawinan campur. Amalgamasi masih menjadi gaya hidup masyarakat. Perkembangan zaman telah meniadakan anggapan bahwa amalgamasi hanya dapat dilakukan oleh kalangan atas saja, tetapi juga dapat dilakukan oleh masyarakat biasa. Seperti yang kita ketahui di berita-berita televisi dan online sering kita jumpai pernikahan artis Indonesia dengan mancanegara. Di antara pernikahan tersebut ada yang gagal dan tidak sedikit yang berhasil. Abdoel Moeis akan menyinggung hal ini dalam novelnya yang berjudul Salah Asuhan.
Novel Salah Asuhan pertama kali diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Secara tematik, novel ini tidak menyalahkan adat kuno yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi mengangkat tema perkawinan antar bangsa yang menimbulkan banyak permasalahan. Melalui novel Salah Asuhan, Abdoel Moeis mengungkapkan bagaimana kehidupan dan konflik muncul sebagai akibat dari perkawinan campuran (amalgamasi). Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan lebih dalam tentang konflik perkawinan campur sesuai dengan realitas isi novel Salah Asuhan melalui pendekatan sosiologis sastra. Sosiologi sastra adalah suatu pendekatan dalam studi sastra yang memahami dan mengevaluasi karya sastra dengan mempertimbangkan aspek sosial masyarakat.
ADVERTISEMENT
Novel ini sebenarnya tidak terlalu istimewa jika dilihat dari segi formalitas, dalam novel ini sangat besar karena menceritakan bagaimana usaha tokoh utama Hanafi untuk mendapatkan cinta dari Corie yang merupakan gadis keturunan Hindia Belanda tersebut. Seperti kisah cinta yang biasa dialami banyak anak muda. Namun, jika dilihat dari perspektif konflik sosial yang diangkat dalam novel ini. Abdoel Moeis dikatakan berhasil sebagai seorang pembaharu pada masa itu, karena pada masa itu banyak pencipta menciptakan novel yang bertema adat istiadat pada masa itu. Lain halnya dengan Abdoel Moeis yang justru memunculkan konflik sosial di masyarakat, juga mengkritik mentalitas anak muda yang bangga dengan budaya barat.
Novel Salah Asuhan diawali dengan percakapan antara tokoh Hanafi dan Corrie du Busse di lapangan tenis yang digunakan oleh beberapa warga 'terkenal' Solok untuk bermain tenis. Dalam percakapan awal Hanafi dan Corrie, Corrie selalu mengatakan bahwa adat dan budaya antara Timur dan Barat sangat berbeda layaknya sebuah kutub. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadikan alasan Corrie untuk merendahkan, melainkan Corrie sangat menghormati kebudayaan Timur. Namun hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan Hanafi yang senang melecehkan kebudayaannya sendiri. Sikap Hanafi tersebut bukan hanya disebabkan oleh pendidikan ala Barat yang didapatkan sedari kecil, melainkan karena rasa cinta Hanafi kepada Corrie. Masalah tersebut kemudian diceritakan Corrie kepada Ayahnya Tuan du Bussee, dan ia melarang keras hubungan mereka, meskipun Tuan du Bussee menikahi gadis keturunan bangsa Timur. Hal tersebut tampak pada kutipan.
ADVERTISEMENT
“Kawin campuran itu sesungguhnya banyak benar rintangannya, yang ditimbulkan oleh manusia juga Corrie! Karena masing-masing manusia dihinggapi oleh kesombongan bangsa. Sekalian orang masing-masing dengan perasaannya sendiri, menyalahi akan bangsanya, yang menghubungkan hidup kepada bangsa yang lain, meskipun kedua orang menjadi suami-istri itu sangat berkasih-kasihan.”
Pernyataan Tuan de Busse mengenai masalah kesombongan bangsa yang membuat ia menentang kawin campur antara Corrie dan Hanafi. Namun, mengapa ia sendiri menikah dengan gadis keturunan Timur? Hal ini sangatlah berbeda pandangannya, karena jika orang Barat menikahi gadis Timur dan kemudian memiliki keturunan, maka pendapat orang Barat mengenai hal ini sudah jelas ia berjasa sangat besar untuk keturunan bangsa Timur. Namun pandangan Barat tersebut sangat berbeda apabila gadis keturunan Eropa menikah dengan lelaki keturunan Timur. Hal tersebut akan menjadi masalah besar bagi keduanya. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
ADVERTISEMENT
“Tapi lain sekali keadaannya pada pertimbangan orang Barat itu, kalau seseorang nyonya Barat sampai bersuami, bahkan beranak dengan orang sini. Terlebih dahulu nyonya itu dipandang seolah-olah sudah menghinakan dirinya sebagai bangsa Barat; dan dikatakan sudah membuang diri kepada orang sini. Di dalam undang-undang negeri ia pun segera dikeluarkan dari hak orang Eropa.”
Kekhawatiran itulah yang membuat Tuan du Busse menentang anaknya berhubungan lebih jauh dengan Hanafi. Karena jika hubungan tersebut tetap dilakukan, maka keduanya akan dikucilkan dari golongannya masing-masing. Hal tersebut yang sangat tidak diinginkan oleh Tuan du Busse.
Adat budaya masyarakat yang masih kuat mendatangkan suatu kontroversi sosial di tengah masyarakat. Pernikahan dengan perbedaan suku dianggap sebagai bentuk penghinaan berlatar belakang kedaerahan. Berdasarkan konflik amalgamasi yang terjadi dalam novel Salah Asuhan dengan realitas kehidupan sosial saat itu, amalgamasi masih menjadi momok yang sangat menakutkan dan harus dihindari. Selain disebabkan oleh masalah arogansi bangsa, hal ini juga disebabkan oleh aturan masing-masing budaya yang melarang amalgamasi. Di mana hukum Barat memiliki pandangan tersendiri tentang gadis-gadis Barat yang menikahi pria Timur dengan pria Barat yang menikahi gadis-gadis Timur.
ADVERTISEMENT
Fenomena amalgamasi sering muncul dalam karya-karya terbitan Balai Pustaka. Karena pada saat itu penulis banyak menceritakan kisah cinta yang belum selesai yang disebabkan oleh perbedaan adat. Kisah cinta ini sering terjadi di masyarakat, dari dulu hingga sekarang. Namun pada era pembangunan saat ini hal tersebut masih banyak terjadi walaupun masih ada batas-batas adat yang perlu dipatuhi, karena adat dilakukan sebagai kebiasaan sehari-hari dan juga diwariskan secara turun-temurun sehingga daya hidupnya masih terjaga. Tidak mudah mengubah bahkan menghilangkan suatu adat di suatu daerah lantaran sudah menjadi bagian dari kehidupan, baik jiwa maupun raga.
DAFTAR PUSTAKA
Ariska, Widya dan Uchi Amelysa. Novel dan Novelet. Bogor: Guepedia. 2020.
Karini, Ajeng Dessy “Perkawinan Campur dalam Novel Rojak Karya Fira Basuki”.
ADVERTISEMENT
Dalam http://lib.unnes.ac.id/1156/1/2051.pdf. Diakses pada 26 April 2022 pukul 0.24 WIB.
Khairani, Rosyadah. “Nasionalisme, Cinta, dan Kemurnian Etnik: Pertentangan Adat
dalam Novel-Novel Pasca-Kemerdekaan”. SULUK: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya. Vol. 3. No. 1. 2021.
Moeis, Abdoel. Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka, 2013.
Soeroso, Andreas. Sosiologi 1 SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira Quadra. 2008.
Wiyatmi. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Kanwa Publisher. 2013.