Menilik Dampak Film Horor pada Anak

Yusriyyah Syakinah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta fakultas dakwah dan Komunikasi Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)
Konten dari Pengguna
18 Juni 2022 9:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusriyyah Syakinah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber : Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dunia perfilman saat ini sedang gandrung memproduksi film horor. Film horor saat ini bagaikan jamur di musim hujan. Bioskop Indonesia pun saat ini sedang dibanjiri film-film horor produksi dalam dan luar negeri. Iklannya pun bertebaran di media mainstream, seperti media massa maupun baliho, serta di media sosial seperti TikTok, Twitter, WhatsApp dan YouTube.
ADVERTISEMENT
Film horor produksi dalam negeri, seperti Pengabdi Setan 2, Teluh, Menjelang Magrib, Iblis Dalam Kandungan, Walking Dead Kuntilanak 3, The Doll 3, hingga KKN di Desa Penari menghiasi layar lebar di seluruh bioskop Indonesia. Begitu juga dengan film horor luar, seperti Firestarter, The Black Phone, Evil Dead Rise, hingga Insidious 5.
Film horor memiliki tempat tersendiri di hati penontonnya, serta memiliki penggemar masing-masing, hal itu terbukti dengan berlanjutnya kisah dan cerita dengan judul yang sama seperti Kuntilanak, dari Kuntilanak 1, 2 dan 3. Pengabdi Setan 1 dan 2, The Doll 1,2 dan 3, Mata Batin 1 dan 2. Begitu juga dengan film horor asing seperti Insidious 1, 2, 3, 4, dan 5.
ADVERTISEMENT
Production House (Rumah Produksi) antusias memproduksi film-film horor karena film-film horor tersebut laku di pasaran. Beberapa contoh seperti film KKN di Desa Penari yang tembus dengan 9 juta penonton. Kabar ini disampaikan rumah produksi MD Pictures dan sineas Awi Suryadi lewat akun medsos terverifikasi mereka. (Dianto, 2022)
Film horor Pengabdi Setan tahun 2017 meraih jumlah penonton hingga 4,5 juta, untuk film Pengabdi Setan di atas 2 juta penonton, The Doll 3 juga meraih penonton hingga 1,5 juta mengimbangi The Doll 1 dan 2. (Sulistyo, 2022)
Liburan Keluarga dengan Menonton
Menonton film di bioskop merupakan salah satu sarana liburan keluarga selain wisata kuliner maupun wisata alam. Tak heran saat liburan, baik libur akhir pekan maupun libur sekolah, banyak keluarga yang memilih menonton film bersama keluarganya. Film yang ditonton salah satunya film horor.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Pasal 57 BAB VI menyebutkan setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan atau dipertunjukkan wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor, lembaga yang mengurusi hal tersebut adalah Lembaga Sensor Film (LSF).(BPI, 2009)
Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) yang dikeluarkan oleh LSF biasanya dibubuhkan di poster film, agar masyarakat mengetahui klasifikasi usia film tersebut. Sebelum film diputar juga ditayangkan keterangan dari LSF tentang klasifikasi usia film tersebut yang ditandatangani oleh Ketua LSF.
Film dengan genre horor biasanya diberi klasifikasi 13 tahun lebih bahkan klasifikasi usia penonton 17 tahun lebih. Dijelaskan bahwa film yang telah diberi klasifikasi usia terlebih dahulu dinilai dan diteliti tema, judul, adegan visual, dialog atau monolog yang dianggap sesuai dengan penontonnya. Karena itu, film untuk klasifikasi 17 tahun tidak boleh ditonton oleh anak usia di bawah 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Telah dijelaskan bahwa anak-anak tidak dianjurkan untuk menonton film horor tapi faktanya tidak ada larangan yang membuat mereka tidak menonton.
Sensor mandiri pada kenyataannya belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, keluarga tidak melakukan sensor mandiri dengan mengajak anak-anaknya menonton film horor secara bersama-sama.
Begitu juga dengan pemilik bioskop, meskipun sudah tertera klasifikasi usia penonton di poster film, tetapi bioskop tidak melarang anak-anak yang membeli atau dibelikan karcis yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya
Banyak ditemukan keluarga yang menonton film horor dengan anak-anaknya tanpa memikirkan dampak dari menonton film tersebut. Bahkan peraturan membeli tiket hanya dibatasi pada usia 2 tahun.
Dampak Negatif Menonton Film Horor Bagi Anak-anak
Menonton film horor bagi anak-anak mengakibatkan dampak negatif, dari mulai gangguan kesehatan mental, menjadi agresif hingga mati rasa. Mengapa hal tersebut terjadi, karena anak-anak tidak dapat membedakan dan memisahkan antara fiksi dan kenyataan.
ADVERTISEMENT
Dr. Joanne Cantor, profesor seni komunikasi di University of Wisconsin, dan Dr. Kristen Harrison, profesor studi komunikasi di University of Michigan, menerbitkan penelitian mereka di Media Psychology dimana mereka mencatat, bahwa anak yang tidak berniat untuk melihat tetapi menyaksikannya bersama orang lain, dan anak-anak yang usianya lebih kecil, paling berisiko mengalami efek ketakutan yang bertahan lama. (Rompies, 2021)
Selain rasa ketakutan karena tidak dapat membedakan antara fiksi dan nyata, anak-anak juga kerap sekali meniru apa yang dilihatnya. Bagaimana jika mereka menonton film Crimes’s of The Future, sebuah film yang menceritakan tentang pembunuhan brutal seorang psikopat dengan cara memutilasi.
Perlunya Perlindungan dari Keluarga
Begitu banyak catatan psikolog yang menyatakan dampak negatif menonton film horor, karena itu keluarga harus melindungi anak dari pengaruh negatif film dengan cara melakukan sensor mandiri, meskipun negara juga memberikan proteksi kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut Marjono, dalam rangka memberikan proteksi kepada masyarakat, khususnya anak-anak kita, budaya sensor mandiri ini harus digalakkan. Lembaga Sensor Film (LSF) mempunyai ruang gerak yang terbatas dalam melakukan sensor. Maka segala daya upaya harus dilakukan, termasuk melakukan sinergitas dan kolaborasi antar kelembagaan dan institusi, termasuk menggandeng kerja sama dengan perguruan tinggi. (Marjono, 2021)
Lembaga Sensor Film adalah lembaga yang berfungsi menentukan klasifikasi usia penonton. LSF sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya. LSF juga memberikan proteksi kepada masyarakat dengan mengimbau untuk melakukan Memilah dan Memilih Tontonan (MMT) melalui gerakan sensor mandiri.
Perlindungan pertama terhadap gerakan MMT tersebut dapat dimulai dari keluarga, karena itu keluarga mulai saat ini harus berpikir tentang dampak negatif yang akan dialami anaknya dengan memberikan tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Liputan6.com, Dianto (2022), Pecah Rekor KKN Di Desa Penari Tembus 9 Juta Penonton, Sutradara Sebut Peluang Sekuel 0 Persen.
Sukoharjo,com, Sulistyo I R (2022), Segera Tayang, Pengabdi Setan 2 Communion Film Horor yang Paling Ditunggu.
Bpi.or.id (2009), Undang-Undang No. 33 tahun 2009.
Popmama.com, Rompies J K (2022), 7 Dampak Negatif Film Horor yang Memengaruhi Perilaku Anak.
Kumparan.com, Marjono (2021), Menjadi Tukang Sensor Mandiri.