Konten dari Pengguna

Proyek Padi dan Tebu di Papua Sikap Ketidakpedulian Terhadap Masyarakat Papua?

Syakirah azzahra
Mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta
9 Oktober 2024 15:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syakirah azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
unsplash.com (Asso Myron)
zoom-in-whitePerbesar
unsplash.com (Asso Myron)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 23 Juli 2024 lalu, Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo mengadakan penanaman tebu di perdana di PT Global Papua Abadi. Presiden RI Joko Wid
ADVERTISEMENT
odo mengatakan bahwa kegiatan penanaman padi dan tebu untuk mengatasi krisis pangan global yang dipicu gelombang panas dan perubahan iklim yang ekstrem.
Kebijakan pembuatan Perkebunan padi dan tebu yang dilaksanakan di hutan Papua apakah termasuk kebijakan yang tidak rasional dan bijaksana?
Banyak kontra akan Keppres Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan yang datang dari masyarakat adat di sekitar wilayah yang menjadi korban akan pembebasan lahan untuk kebijakan tersebut maupun dari masyarakat Indonesia dengan menaikan tagar “All Eyes On Papua”, dan juga dari para ahli dan akademisi.
Kebijakan yang diturunkan itu dianggap tidak mempertimbangkan apa akibat yang dirasakan oleh masyarakat adat di sekitar hutan wilayah maupun kondisi hutan alam Papua itu sendiri, kebijakan yang dijalankan tersebut juga dianggap hanya mementingkan “kelompok – kelompok” tertentu.
ADVERTISEMENT
Lahan yang digunakan untuk menciptakanperkebunan padi dan tebu tersebut seluas 2,29 juta hektare atau 70x luas Jakarta, Pembebasan lahan seluas 2,29 Juta hekatare itu merupakan tindakan perampasan lahan hutan bagi masyarakat adat yang tinggal dan hidup di daerah pembebasan hutan tersebut.
Banyak masyarakat adat yang sangat dirugikan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dikarenakan hutan adalah tempat hidup dan sumber makanan untuk masyarakat adat di daerah tersebut. Pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan perampasan hak kepada masyarakat adat yang sudah tinggal dan hidup di wilayah tersebut.
Apakah kebijakan tersebut membuktikan bahwa pemerintah dianggap acuh tak acuh pada dampak yang dihasilkan oleh kebijakan tersebut? Seperti bagaimana keberlangsungan hidup yang akan di jalankan oleh masyarakat adat di sekitar wilayah pembebasan hutan dan hutan alam itu sendiri yang terdapat berbagai macam spesies hewan dan berbagai macam tumbuhan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan pembuatan perkebunan padi dan tebu di Papua merupakan kebijakan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat Papua itu sendiri dalam pembuatan kebijakan tersebut, pemerintah hanya memikirkan “kepentingan” yang mereka inginkan tanpa melibatkan atau melihat cara pandang warga Papua.
Sampai saat ini banyak masyarakat adat Papua yang sedang berjuang untuk mempertahankan hak mereka dan ingin agar suara serta pendapat mereka di dengar.
Pembebasan lahan Papua untuk perkebunan padi dan hutan juga menunjukan ketidak pedulian pemerintah akan hutan alam, hutan merupakan tempat hidup berbagai satwa liar dan banyaknya jenis tumbuhan yang hidup di hutan tersebut. Hutan di Papua itu sendiri merupakan “Harta Karun Global”. Program pembebasan itu akan sangat berdampak bagi Taman Nasional, Suaka Marga Satwa, dan Cagar Alam di Papua.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan pembebasan lahan di Papua yang harus mengorbankan 2,29 juta hektare hutan merupakan pembuka kerusakan alam yang akan semakin hancur atau berdampak lebih parah lagi. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) mencatat, lokasi program ini mencakup kawasan hutan adat dan lokasi dengan nilai konservasi tinggi.
“Proyek ini melanggar hak hidup, hak masyarakat adat dan merusak lingkungan hidup sebagaimana terkandung dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta prinsip Free Prior Informed Consent,” kata Franky Samperante, Direktur PUSAKA.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024, yang berisi berisi persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan ketahanan pangan.
Keputusan tersebut dinilai hanya akan menguntungkan “golongan – golongan” tertentu dan sangat merugikan hak hidup masyarakat Papua dan menimbulkan kerusakan lingkungan, dan pengeluaran keputusan tersebut tidak melibatkan masyarakat yang akan terdampak secara langsung maupun organisasi lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT