Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Relasi Ilmu Pengetahuan dan Agama dalam Dunia Pendidikan
8 Mei 2025 13:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syakroni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan jembatan penting dalam untuk mencapai pengetahuan yang diperoleh melalui proses interaksi, pemikiran kritis dan berlandaskan nilai-nilai moral. Sebagaimana dikemukakan oleh filsuf Immanuel Kant, pengetahuan adalah hasil interaksi antara pengalaman dan kemampuan akal manusia. Artinya, manusia tidak akan sepenuhnya memahami realitas tanpa adanya pengalaman dan pengolahan melalui akal budi. Konsep ini diperkuat oleh René Descartes melalui adagium terkenalnya, "Cogito ergo sum" atau "Aku berpikir maka aku ada," yang menegaskan bahwa eksistensi manusia sangat berkaitan erat dengan kemampuan berpikir dan merefleksikan realitas.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pendidikan yang lebih luas tidak cukup hanya mengandalkan nalar atau penalaran logis semata. Pendidikan yang baik harus mampu mengintegrasikan aspek intelektual dengan nilai-nilai spiritual. Oleh karena itu, relasi antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi sangat penting. Jika keduanya dipisahkan, maka pendidikan akan kehilangan ruhnya. Ilmu pengetahuan yang tidak didasari nilai-nilai moral dan etika agama berpotensi menjadi alat yang membahayakan, sementara agama yang tidak diperkaya oleh ilmu pengetahuan bisa terjebak dalam fanatisme yang sempit dan dogmatisme yang kaku.
Pernyataan Albert Einstein bahwa "ilmu pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta" mencerminkan pentingnya integrasi antara keduanya. Hal ini juga menjadi pengingat karena tak jarang manusia yang mengagungkan kemajuan ilmu pengetahuan sering mengabaikan agama. sebaliknya juga begitu manusia yang cenderung mengagungkan agama tidak boleh mengabaikan ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu pengetahuan dan agama tidak perlu dirisaukan karena menjadi kebutuhan antara keduanya terutama dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam sendiri Al-Farabi telah mengemukakan pandangan bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama. Keduanya saling menyempurnakan dan berfungsi sebagai kompas bagi manusia dalam memahami dan mengelola kehidupan. Oleh sebab itu dalam dunia pendidikan keduanya harus berjalan beriringan bukan saling meniadakan.
Dalam dunia pendidikan yang ideal perlu mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama guna membentuk generasi yang cerdas memiliki kemampuan berpikir kritis serta menjungjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Integrasi ini penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama, serta membentuk karakter peserta didik yang bijak dan tidak mudah menyalahkan orang lain hanya karena perbedaan pendapat. Dengan demikian pendidikan akan benar-benar mewujudkan esensinya sebagai sarana pengembangan potensi individu secara utuh, yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan efektif serta membentuk karakterdan nilai-nilai luhur.
ADVERTISEMENT
Hal ini sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, yang menekankan pentingnya pendidikan yang mencakup aspek intelektual dan budi pekerti. Baginya, ilmu pengetahuan dan agama adalah dua sisi yang saling melengkapi dalam proses pendidikan. Pengembangan akal harus sejalan dengan pengembangan jiwa dan karakter agar lahir manusia yang merdeka, bertanggung jawab, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka, yang memberi ruang bagi peserta didik untuk mengeksplorasi potensi diri secara lebih fleksibel, integrasi nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan menjadi tantangan sekaligus peluang. Namun masih banyak fenomena sosial yang menunjukkan lemahnya pendidikan karakter.
Masih marak terjadi peristiwa negatif di lingkungan sekolah seperti tawuran pelajar, penggunaan senjata tajam, perundungan (bullying), hingga pelecehan seksual. Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan kita belum sepenuhnya berhasil membentuk pribadi yang beradab dan bermoral.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu pengawasan terhadap implementasi kurikulum dan penguatan peran guru menjadi sangat penting. Guru bukan hanya berfungsi sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai teladan, pembimbing moral, dan fasilitator pembentukan karakter peserta didik. Integrasi antara ilmu pengetahuan dan agama tidak boleh hanya berhenti pada tataran teoritis, tetapi harus diwujudkan dalam praktik pembelajaran yang menyentuh ranah afektif dan psikomotorik siswa.
Dengan demikian, pendidikan tidak boleh dipisahkan dari dua unsur fundamental ilmu pengetahuan dan agama. Keduanya adalah fondasi yang akan menentukan arah dan kualitas peradaban bangsa di masa depan. Jika relasi ini dijaga dan terus diperkuat, maka pendidikan mampu menciptakan generasi yang cerdas, beretika, dan bermartabat.