Konten dari Pengguna

Membangun Narasi yang Kuat dengan Jurnalistik Sastra

Syalula S Aisya
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang.
9 Juni 2024 18:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syalula S Aisya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Andrea Piacquadio: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-kreatif-3932277/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Andrea Piacquadio: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-kreatif-3932277/
ADVERTISEMENT
Di era informasi yang berkembang pesat, jurnalisme mengalami perubahan besar. Selain menyampaikan fakta, jurnalisme modern juga dituntut untuk menyajikan berita dengan cara yang lebih menarik dan mendalam. Salah satu pendekatan yang mendapat perhatian adalah jurnalistik sastra, sebuah metode penulisan yang menggabungkan ketelitian jurnalistik dengan keindahan sastra.
ADVERTISEMENT
Jurnalistik sastra, atau "new journalism", adalah gaya penulisan yang memadukan elemen sastra dengan teknik pelaporan jurnalistik. Pendekatan ini menggabungkan fakta dan ketelitian jurnalistik dengan narasi, deskripsi, dan karakterisasi yang mendalam seperti dalam karya sastra.
Foto oleh Vlada Karpovich: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-kreatif-4050302/
Ciri khas jurnalistik sastra termasuk penggunaan narasi untuk menyusun alur cerita yang koheren, seperti dalam novel atau cerita pendek, membawa pembaca melalui peristiwa yang dilaporkan.
Jurnalistik sastra menonjolkan teknik naratif dan deskriptif khas sastra, termasuk penggunaan dialog, pengembangan karakter mendalam, latar yang detail, dan alur cerita yang kaya. Pendekatan ini memungkinkan penulis untuk tidak hanya melaporkan peristiwa, tetapi juga membuat pembaca merasakan pengalaman tersebut.
Foto oleh Kate Trysh: https://www.pexels.com/id-id/foto/laki-laki-memotret-orang-245132
Bayangkan membaca berita yang tidak hanya menginformasikan kejadian tetapi juga menggambarkan emosi yang dialami orang-orang di dalamnya. Misalnya, laporan tentang bencana alam tidak hanya mencantumkan data korban dan kerugian, tetapi juga menggambarkan suasana kepanikan, kesedihan, dan harapan yang dirasakan para korban. Jurnalistik sastra dengan demikian mampu menggugah empati pembaca dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konteks peristiwa tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, membangun narasi yang kuat melalui jurnalistik sastra bukanlah hal mudah. Penulis harus menjaga keseimbangan antara fakta dan fiksi dengan cermat. Integritas jurnalistik tetap menjadi prioritas utama; setiap deskripsi dan dialog harus berdasarkan kenyataan, meskipun disajikan secara dramatis dan menarik. Penulis juga harus memastikan bahwa elemen sastra tidak mengaburkan atau memanipulasi fakta.
Foto oleh Brett Sayles: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-orang-yang-mengambil-foto-2479958/
Untuk mencapai ini, seorang jurnalis sastra perlu melakukan riset yang mendalam dan komprehensif. Mereka harus terjun langsung ke lapangan, mengamati dengan seksama, dan berbicara dengan berbagai narasumber untuk mendapatkan gambaran yang utuh. Catatan lapangan yang detail dan rekaman wawancara sangat penting untuk mendukung keakuratan narasi.
Dengan menggabungkan kekuatan laporan jurnalistik dan keindahan sastra, jurnalistik sastra menawarkan cara baru untuk mengkomunikasikan realitas. Ini tidak hanya membuat berita lebih menarik untuk dibaca, tetapi juga memungkinkan pembaca mendapatkan wawasan yang lebih mendalam dan manusiawi. Di era di mana perhatian pembaca sangat terbagi, kemampuan untuk membangun narasi yang kuat dan menggugah menjadi sangat berharga. Jurnalistik sastra, dengan segala tantangan dan keindahannya, menjadi salah satu cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
ADVERTISEMENT