Konten dari Pengguna

Bertahan atau Pergi, Refleksi tentang Pilihan di Balik Ramainya #KaburAjaDulu

syarafina fildzah
Mahasiswa semester 4 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya
19 Februari 2025 15:19 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari syarafina fildzah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar ini di jepret pada waktu siang hari di UM Surabaya, Indonesia sangat indah tapi tidak dengan kebijakan pemerintahanya
zoom-in-whitePerbesar
gambar ini di jepret pada waktu siang hari di UM Surabaya, Indonesia sangat indah tapi tidak dengan kebijakan pemerintahanya
ADVERTISEMENT
Tagar #KaburAjaDulu menjadi trending topic di kalangan masyarakat Indonesia, terutama anak muda, sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah. Pemangkasan anggaran pendidikan menjadi salah satu pemicu utama, yang memicu rasa frustasi dan hilangnya harapan. Data menunjukkan bahwa mayoritas pengguna tagar ini berusia 19-29 tahun (50,81%), diikuti oleh kelompok usia di bawah 18 tahun (38,10%).
ADVERTISEMENT
Fenomena ini bukan semata-mata masalah ekonomi, melainkan juga refleksi dari ketidakpuasan terhadap kebijakan negara yang dianggap kurang solutif. Anak muda melihat peluang karier di luar negeri lebih menjanjikan, baik dari segi gaji maupun keseimbangan hidup. Keputusan untuk bekerja atau belajar di luar negeri tidak serta-merta mengindikasikan kurangnya nasionalisme atau keengganan untuk berjuang di negara sendiri.
Justru, banyak anak muda merasa sistem yang seharusnya mendukung mereka justru mengecewakan. Akses terhadap pendidikan semakin terbatas, lapangan pekerjaan menyempit, dan janji-janji kampanye terasa jauh panggang dari api. Munculnya gagasan "Kenapa tidak mencari peluang di tempat lain yang lebih menjanjikan?" menjadi semakin relevan.
Tanggapan Pemerintah dan Dilema Nasionalisme Respons Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, terhadap tagar #KaburAjaDulu menuai kontroversi. Pernyataannya yang meragukan nasionalisme mereka yang memilih bekerja di luar negeri justru semakin mendorong masyarakat untuk mempertimbangkan opsi tersebut. Kenaikan pajak yang tidak sebanding dengan peningkatan kualitas fasilitas publik juga memperburuk sentimen negatif.
ADVERTISEMENT
Apakah salah jika seseorang memilih untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain? Di satu sisi, nasionalisme mendorong kita untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Namun, di sisi lain, setiap individu berhak untuk mengejar kebahagiaan dan kesejahteraan, terutama jika sistem di negara sendiri tidak memberikan dukungan yang memadai.
Penting untuk diingat bahwa nasionalisme tidak bisa dipaksakan. Rasa cinta tanah air tumbuh dari pengalaman positif dan keyakinan bahwa negara memberikan yang terbaik bagi warganya. Jika negara gagal memenuhi harapan tersebut, wajar jika sebagian masyarakat mencari alternatif lain.
Fenomena #KaburAjaDulu adalah alarm sosial yang harus ditanggapi serius oleh pemerintah. Alih-alih meragukan nasionalisme warganya, pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem, menciptakan lapangan kerja yang layak, meningkatkan kualitas pendidikan, dan memastikan bahwa setiap rupiah pajak yang dibayarkan masyarakat benar-benar bermanfaat.
ADVERTISEMENT