Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Memanfaatkan Fungsi Masjid sebagai Pusat Penanggulangan COVID-19
19 Agustus 2021 12:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Syarif Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masjid merupakan sarana ibadah bagi kaum muslim. Selain sarana ibadah, masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan muslim. Majelis dakwah, mengaji, masjid kerap menjadi tempat serta sarana kegiatan sosial lainnya. Mewabahnya virus COVID-19 aktivitas ummat muslim untuk beribadah berjemaah dibatasi hingga 50 persen akibat kebijakan pemerintah guna memutus mata rantai Corona. Meski demikian fungsi masjid sebagai sarana ibadah masih tetap digunakan walaupun tidak efektif jauh sebelum virus ini mewabah.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan artikel ini penulis tidak akan membahas mengenai keutamaan beribadah di masjid, akan tetapi batasan tulisan tidak lain bagaimana memanfaatkan fungsi sarana ibadah sebagai pusat penanggulangan COVID-19 untuk mengedukasi kesehatan masyarakat.
Diketahui mewabahnya virus COVID-19 menjadi ujian bagi seluruh ummat manusia di dunia tak terkecuali Indonesia. Dilansir dari laman covid19.go.id diakses pada tanggal 18 Agustus 2021 data kasus positif 3.908.247 pasien sembuh 3.44.903 dan meninggal dunia 121.141.
Berdasarkan data di atas, bahwa tingkat kesembuhan dari COVID-19 lebih tinggi dibandingkan dengan data kasus meninggal dunia dan menunjukkan tren positif penanganan kasus sepanjang pandemi ini mewabah. Akan tetapi dibalik penanganan kasus pandemi banyak menyita waktu bagi semua kalangan terutama para politisi. Kurang tepatnya mengambil kebijakan menjadi topik yang sering kali diperbincangkan. Media pers banyak menyoroti langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah mengenai penanggulangan pandemi.
ADVERTISEMENT
Dua bulan lalu tepatnya Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam (STIABI) Riyadul Ulum Tasikmalaya Jawa Barat melaksanakan kegiatan Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat STIABI berbasis masjid dan madrasah tersebut menyasar pada jejaring alumni Pondok Pesantren Condong, Tasikmalaya . Di tengah kondisi pandemi saat ini, kegiatan pun sangat terbatas hanya dilakukan selama tujuh hari dan lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat edukasi pada masyarakat. Mahasiswa diarahkan untuk membuat program yang lebih mengutamakan indikator kesehatan dan peningkatan perekonomian di masa pandemi.
Ragam program disusun oleh mahasiswa STIABI. Mayoritas program bersifat sosialisasi pendidikan kesehatan masyarakat di tengah pandemi, walaupun sekolah tinggi ini bukan bidang kesehatan melainkan kampus berbasis pesantren adab dan budaya islam.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu perguruan tinggi yang berbasis pesantren di Priangan Timur, STIABI memiliki tanggung jawab moral dalam berperan aktif ikut serta memberikan pemahaman pengetahuan terutama mengenai pandemi dari perspektif adab dan budaya islam. Seperti bagaimana cara hidup bersih, bahayanya virus tersebut materi yang disampaikan melalui kegiatan terbatas di masjid dan madrasah. Ternyata ini cukup efektif mengedukasi warga dalam meliterasi soal COVID-19. Meskipun kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan selama tujuh hari, setidaknya mahasiswa telah memfungsikan manfaat dari masjid dan madrasah sebagai pusat peradaban ummat.
Mencontoh program pengabdian kepada masyarakat di atas bisa direplikasi di tempat lain. Problem akar dari penanggulangan COVID-19 ini adalah rendahnya edukasi pada masyarakat dalam mengetahui situasi pandemi saat ini. Seperti halnya program vaksinasi masyarakat, tidak ada edukasi terlebih dahulu di level akar rumput mengenai apa pentingnya vaksin bagi kesehatan. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah lebih menyasar pada bagaimana menjaga stabilitas ekonomi saja sedangkan literasi kesehatan tidak terlalu mengedukasi masyarakat. Padahal pandemi COVID-19 adalah persoalan kesehatan walaupun berdampak pada perkara ekonomi negara.
ADVERTISEMENT
Asumsi penulis, ancaman terbesar yang sangat ditakuti akibat pandemi ini tidak lain adalah krisis ekonomi, maka tak heran yang banyak dibahas diberbagai platform media adalah sektor ekonomi. Sedangkan sektor kesehatan pemerintah hanya mengimbau warganya untuk menerapkan protokol kesehatan serta melakukan vaksinasi tanpa diberikan pemahaman pentingnya vaksin bagi warga dari berbagai usia.
Kemudian dari sektor vaksinasi, ada beberapa kebijakan yang dinggap tidak sejalan dengan fakta sosialnya. Semisal pemberlakuan PPKM di sejumlah daerah serta ada larangan untuk berkerumun. Apabila warga melanggar maka sanksinya adalah hukuman tindak pidana ringan. Ironisnya, sejumlah pedagang ada yang dikenakan sanksi seperti kasus salah satu pedagang bubur di Tasikmalaya harus membayar denda lima juta rupiah lantaran telah melanggar Perda Pemprov Jabar tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. Pasca berikan sanksi denda, tukang bubur pun memilih tutup dan tidak berjualan lagi.
ADVERTISEMENT
Penulis menggaris bawahi perkara ini dengan pelaksanaan vaksinasi. Sarana umum seperti sekolah dijadikan tempat pemberian vaksin, bahkan balai desa pun menjadi sentral pelaksanaan vaksin . Hasilnya kerumunan pun tak terhindarkan. Catatan penulis mobilisasi siswa untuk dilakukan vaksin justru akan menimbulkan kerumunan sehingga belum begitu tepat. Baiknya, pelaksanaan vaksinasi ini dapat dilakukan dengan pendekatan humanis, berikan pengetahuan terlebih dahulu bahaya COVID-19 dan pentingnya vaksinasi dari perspektif kesehatan agar kesadaran terhadap himbauan pemerintah dapat dipahami secara seksama.
Kemudian berikan warga dengan informasi yang menyegarkan tidak menakutkan agar warga dapat mencerna target capaian dari langkah strategi kebijakan yang diambil pemerintah dengan cara kolaborasi semua sektor.
Selanjutnya, sebelum mengambil langkah pemerintah sangat perlu melibatkan masyarakat secara demokratis. Sehingga dalam pengambilan keputusan pun harus berdasarkan dari hasil musyawarah mufakat dari masyarakat, agar tidak terjadi gejolak berkepanjangan yang berujung pada konflik vertikal dan horizontal.
ADVERTISEMENT
Refleksi dari artikel ini jadikan masjid sebagai sarana edukasi kesehatan masyarakat dengan melibatkan peran tokoh Agama dalam memberikan pemahaman agar dapat menenangkan psikologis ummat. Sejatinya penanganan urusan kesehatan ada langkah perlakuan khusus, karena menyangkut pada mental dari orang tersebut sehingga dalam pelaksanaanya harus mengedepankan nilai-nilai demokratis hasil dari musyawarah mufakat.