7 Persoalan Masyarakat Akibat Tingkat Literasi Rendah

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
16 Juli 2019 13:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi membaca buku Foto: unsplash
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi membaca buku Foto: unsplash
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebagai negara dengan penduduk terbanyak kelima di dunia disinyalir tergolong negara dengan tingkat literasi yang rendah. Masyarakat dan anak-anak di belahan nusantara ini tidak gemar membaca, apalagi menulis, berhitung atau berkreasi yang menjadi ciri kuat tingkat literasi suatu masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ke depan, realitas tingkat literasi yang rendah kian menyulitkan. Mengingat gempuran era digital yang telah mengubah gaya hidup manusia makin menjauhkan manusia dari buku.
Karena itu, kesadaran kolektif masyarakat dan pemerintah penting, karena untuk memacu tingkat literasi yang sangat diperlukan. Bila tidak, bangsa ini bisa terpuruk akibat sulitnya mencari informasi yang kredibel dan menuliskan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Masyarakat yang tidak literat pastinya akan jadi "makanan empuk" bagi era revolusi industri yang bertumpu pada otomatisasi, digitalisasi, dan kecerdasan buatan. Hanya masyarakat yang literat yang mampu jadi "pemain" di era digital. Sementara kaum non-literat hanya menjadi "penonton".
Syarifudin Yunus, pegiat literasi sekaligus Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka, menegaskan ada 7 dampak signifikan dari rendahnya tingkat literasi masyarakat, yakni:
ADVERTISEMENT
Suka tidak suka, tingkat literasi bangsa Indonesia harus dioptimalkan. Karena bila tidak, persoalan literasi inilah yang akan menjadi sumber masalah. Persis seperti maraknya ujaran kebencian, hoaks, maupun sikap tidak mampu menerima realitas.
ADVERTISEMENT
"Maka masalah tingkat literasi masyarakat tidak boleh dianggap sepele. Pemerintah dan pegiat literasi harus peduli untuk memacu tingkat literasi masyarakat. Minimal, membangun tradisi baca melalui taman bacaan di tengah masyarakat," ujar Syarifudin Yunus, pegiat literasi TBM Lentera Pustaka.
Tingkat literasi orang Indonesia tergolongrendah; masyarakat dihantui 7 soal besar
Bukti rendahnya tingkat literasi pun diperkuat dengan hasil survei tata kelola taman bacaan di Indonesia yang dilakukan TBM Lentera Pustaka baru-baru ini.
Terungkap bahwa 64 persen taman bacaan di Indonesia hanya dikunjungi tidak lebih dari 30 anak pembaca pada setiap jam baca. Ada 7 persen taman bacaan dengan 1-5 anak, 15 persen dengan 6-10 anak, 42 persen dengan 11-30 anak. Sedangkan taman bacaan dengan 31-50 anak hanya sekitar 18 persen, dan taman bacaan dengan lebih dari 50 anak hanya 18 persen.
ADVERTISEMENT
Survei ini menjadi sinyal kuat bahwa tradisi baca dan budaya literasi di masyarakat Indonesia tergolong rendah. Kondisi ini pun menegaskan kian kuatnya pengaruh tontonan televisi dan gawai di kalangan anak-anak.
Maka solusinya, cara pandang literasi harus diubah. Literasi tidak boleh dipandang sebatas wacana atau gerakan apalagi diskusi dan seminar.
Literasi harus menjadi budaya masyarakat dan mendesak untuk diimplementasikan. Caranya, semua pihak harus terlibat dalam praktik dan perilaku literasi; menjadikan masyarakat dekat dengan aktivitas membaca dan menulis.
Hanya masyarakat yang literat, ke depan, yang mampu menghalau laju dinamika peradaban yang kian tak terduga. Di samping mampu memajukan kehidupan dan kebudayaan bangsanya sendiri.
Tumbuh kembang daya kreatif, daya tahan, dan daya saing sebagai individu maupun warga bangsa hanya bisa diraih bila masyarakat literasi sebagai landasannya.
ADVERTISEMENT
Baik buruk, benar salah dalam kehidupan sungguh hanya bisa dideteksi oleh masyarakat yang literat; masyarakat yang sadar membaca dan menulis. Karena tingkat literasi adalah literatur si pribadinya dalam kehidupan.
#TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi #BacaBukanMaen