Akhirnya, Tidak Jadi Baik

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
7 November 2022 7:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kapan terakhir Anda berbuat baik kepada orang lain?
Kebaikan nyata ya, bukan kebaikan di media sosial. Walau hanya menyuguhkan secangkir kopi kepada tamu. Atau memberi tempat duduk di bus kepada seorang ibu tua. Atau menemani anak-anak yang membaca di taman bacaan. Jadi, kapan terakhir Anda berbuat baik? Satu jam yang lalu, satu hari lalu atau seminggu lalu.
ADVERTISEMENT
Faktanya, tidak sedikit orang yang menunda perbuatan baik. Bahkan ragu-ragu untuk berbuat baik. Sejak pagi punya rencana bersedekah. Tapi hingga hari berlalu pun tidak kunjung terlaksana. Dari pagi ingin memperbanyak bacaan Al Quran, namun hari berganti jumlah halaman tidak juga bertambah. Baik sebatas niat, gagal dijadikan aksi nyata. Kebaikan yang tertunda, adan akhirnya tidak jadi baik.
Survei menyebutkan, tindakan baik paling umum adalah "membantu orang ketika diminta". Itu berarti, jarang terjadi orang yang menawarkan menawarkan ke orang lain. Alasannya, takut kebaikannya disalah-artikan. Atau jadi sebab orang lain tersinggung. Khawatir ditolak, malu, belum sempat, dan alasan-alasan lainnya. Maka kebaikan pun lagi-lagi sebatas niat. Baik yang kian “jauh panggang dari api”. Baik hanya sebatas kata-kata di media sosial, kok bisa?
ADVERTISEMENT
Di banyak tempat, bertindak baik itu bukan karena tidak bisa. Banyak orang gagal menjadi baik bukan karena tidak mampu. Tapi karena terlalu mudah menunda kebaikan. Tidak punya komitmen untuk meng-eksekusi tindakan baik sehari-hari. Sibuk kerja sepanjang waktu, sibuk mengumpulkan harta berlimpah, Hingga sibuk ngobrol di grup WA dan menyebar link-link berita untuk “kandidat yang disukainya” sambil mencaci-maki pemimpin yang dibencinya. Baik yang dipilih-pilih. Baik tidak lagi hadir dari hati nurani. Kebaikan yang disaring berdasar logika subjektif.
Katanya, manusia makhluk sosial. Harus punya simpati dan empati. Agar tergerak untuk membantu sesama, baik dengan waktu, tenaga, maupun materi. Tanpa pilih-pilih, tanpa pamrih. Pantas, kebaikan jadi kian tertunda. Tanpa kesungguhan, tanpa ketulusan. Jadi orang baik hanya tampak luar atau di media sosial. Baik demi nama besar dan pujian, Tidak lagi baik yang bersumber dari hati nurani.
Jangan tunda berbuat baik sekalipun hanya di taman bacaan
Karena itu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selalu mengkampanyekan “ubah niat baik jadi aksi nyata”. Untuk tidak menunda perbuatan baik sekecil apapun. Sekalipun hanya membimbing anak-anak yang membaca buku di taman bacaan. Memberi jajanan kampung gratis untuk anak-anak. Bahkan terakhir kemarin, saat diminta mengajarkan kaum ibu-ibu yang tidak bisa membaca huruf-huruf Al Quran pun di-eksekusi. Membuka kelas berantas buta aksara Al Quran. Tiap malam Minggu ada kelas melek huruf Al Quran di TBM Lentera Pustaka, Insya Allah, bermanfaat dan berkah.
ADVERTISEMENT
Berbuat baik atau bersedekah, jangan tunda lagi, Selalu ada banyak ladang amal untuk berbuat baik di mana pun. Baik itu bukan tidak mampu tapi mungkin tidak mau. Akibat terlalu sibuk, terlalu banyak alasan. Jangan pernah menunggu berbuat baik. Karena tidak akan pernah ada waktu yang tepat bila tidak dilakukan. Baik, mulailah dari sekarang, dari yang kecil dan dari diri sendiri saja. Bila sesuatu itu baik, jangan ditunda. Karena yang ditunda seringkali tak jadi. Akhirnya, tidak jadi baik.
Kerjakan saja yang baik sekarang dan jangan buang waktu berurusan dengan orang-orang yang bukan orang baik! Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka