Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Cerpen Janji di Taman Bacaan
27 April 2025 6:54 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah kota yang sibuk dan tidak jauh dari Jakarta, Nina tinggal bersama ayahnya di rumah sederhana di tepi jalan. Ibunya sudah lama tiada, dan sejak itu, ayahnya menjadi satu-satunya dunia Nina. Tapi dunia Ayah perlahan mulai dipenuhi layar—ponsel, komputer, pekerjaan—sementara dunia Nina dipenuhi halaman-halaman kosong yang ia ingin isi dengan cerita.
ADVERTISEMENT
Setiap sore, Nina duduk di beranda rumah, memperhatikan anak-anak lain berjalan beriringan menuju taman bacaan. Tawa mereka, cerita-cerita mereka tentang naga, angkasa, dan negeri-negeri jauh selalu membuat Nina bermimpi.
Suatu hari, saat langit mulai berwarna oranye, Nina memberanikan diri menghampiri Ayah yang sedang menunduk menatap layar.
"Yah..." suaranya ragu, hampir tenggelam di antara bunyi notifikasi, "besok ada acara membaca buku di taman bacaan. Boleh aku ikut?"
Ayah mendengus pendek.
"Besok Ayah lembur, Nak. Lagipula, sekarang kan bisa nonton cerita lewat YouTube. Ngapain repot-repot baca buku?"
Nina diam. Ia tidak berdebat. Ia tahu, di dunia Ayah, mungkin membaca sudah dianggap tua dan sia-sia. Tapi di dunia Nina, membaca adalah pintu ke keajaiban yang belum pernah ia alami.
ADVERTISEMENT
Malam itu, Nina mengambil buku kecil dari rak kayu reyot di ruang tamu—buku satu-satunya yang tersisa dari ibunya. Ia membaringkan diri di kasur tipisnya, berusaha mengeja perlahan meski lampu kamar redup.
Matanya panas menahan tangis, tapi bibirnya tetap berbisik, merangkai kata-kata dengan susah payah. Setiap kata yang ia mengerti, terasa seperti menemukan bintang di langit gelap.
Beberapa hari kemudian, saat Ayah pulang larut, ia menemukan sesuatu di kulkas—selembar kertas bergambar tangan. Di dalam gambar itu, seorang ayah dan anak duduk di bawah pohon, dikelilingi tumpukan buku. Di sudut gambar itu, dengan tulisan kecil Nina yang goyah, tertulis:
"Aku ingin membaca dunia, bersama Ayah."
Ayah diam lama, ponsel di tangannya jatuh ke sofa. Ada rasa aneh mengalir di dadanya—seperti sesuatu yang hilang perlahan, dan baru kini ia sadari.
ADVERTISEMENT
Malam itu, Ayah berdiri di ambang pintu kamar Nina. Ia melihat anak kecilnya sudah tertidur, dengan sebuah buku terbuka di dadanya, dan sebuah senyum tipis di wajahnya yang kelelahan. Ayah mendekat, mengusap rambut Nina perlahan.
"Maaf, Nak," bisiknya, suaranya bergetar, "Ayah terlalu sibuk untuk melihat duniamu."
----
Esok paginya, langit mendung dan jalanan masih basah sisa hujan malam. Tapi Ayah sudah siap berdiri di depan pintu, memegang dua jas hujan kecil dan satu payung besar.
"Nina," katanya sambil tersenyum kaku, "mau ke taman bacaan bareng Ayah?"
Nina terdiam. Untuk sesaat, ia pikir ia sedang bermimpi. Tapi ketika Ayah mengulurkan tangan, Nina segera berlari dan menggenggamnya erat. Di sepanjang perjalanan, mereka bercerita—tentang buku, tentang mimpi, tentang hal-hal kecil yang selama ini tak pernah mereka bicarakan.
ADVERTISEMENT
Sesampai di taman bacaan, Nina memilih sebuah buku bergambar tentang petualangan seorang anak perempuan yang berkelana ke negeri bintang. Ia duduk di pangkuan ayahnya, membacakan setiap kalimat dengan suara bergetar, sesekali salah mengeja, tapi tetap penuh semangat.
Ayah mendengarkan, matanya berkaca-kaca. Setiap kata yang keluar dari mulut kecil Nina adalah musik paling indah yang pernah ia dengar. Dan di bawah pohon tua yang menaungi taman bacaan itu, Ayah mengikatkan satu janji baru di hatinya:
Bahwa dalam hidupnya yang singkat ini, ia tidak akan pernah lagi melewatkan kesempatan untuk menemani anaknya membaca dunia.
Karena ia tahu sekarang—membaca bukan sekadar mengisi waktu, tapi mengisi jiwa. Sebuah janji di taman bacaan dari hati seorang ayah. Salam literasi! @kisah di balik perjuangan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor
ADVERTISEMENT