Konten dari Pengguna

Cinta dalam Diam, Saya dan Anak Gadis

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Edukator Dana Pensiun - LSP Dana Pensiun - Konsultan - Lulus S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
28 Januari 2025 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jujur sih, saya nggak punya cara atau tips untuk mendidik anak gadis saya. Karena sejak kecil hingga berusia 17 tahun sekarang, dia tetap tumbuh dewasa. Bersyukur dikaruniai anak gadis yang tidak merepotkan, tidak banyak tingkah, bahkan tahu diri. Buat saya, itulah aset penting seorang ayah yang memiliki anak gadis di zaman now.
ADVERTISEMENT
Layaknya hubungan seorang ayah dengan anak gadisnya. Apa adanya dan saling ngobrol bisa diperlukan. Dia tahu ayahnya sibuk bekerja dan mencari nafkah. Dia tahu plus minus ayahnya. Bahkan dia paham (dalam hati dan pikiran), apa mau ayah ibunya walau tidak terkatakan. Penting banget, saya tidak mendirikan anak gadis saya dengan mulut. Tapi dengan hati dan akal sehat.
Insya Allah, tahun 2025 ini, anak gadis saya akan kuliah. Memulai kehidupan baru sebagai mahasiswi dan berpotensi besar tidak sekota dengan kedua orang tuanya. Berpotensi besar dia kuliah di Malang Jawa Timur, sementara orang tuanya di Jakarta. Lalu, apa nggak takut anak gadisnya kuliah di kota lain? Saya langsung jawab, tidak. Karena saya yakin, bila niatnya baik dan ikhtiarnya bagus pasti Allah SWT akan melindunginya.
ADVERTISEMENT
Beruntung saya punya anak gadis seperti dia, sang inspirator kehidupan saya. Saya tidak perlu mengajari dia apa-apa. Justru hingga kini, dia yang jadi sumber inspirasi saya dalam segala hal. Dia yang mengajari saya segalanya: cara diam, cara meminta sesuatu, cara berpakaian, cara makan. Tentang apa yang harus dikatakan dan apa yang tidak harus dikatakan. Bisa jadi, dia sudah seperti ibu ketiga bagi saya dan bahkan tanpa melakukan sesuatu yang istimewa sekalipun.
Kemarin, hari ini, dan esok. Apapun kondisinya, dia akan selalu menganggap ayahnya sebagai pahlawannya. Bahkan cinta pertamanya. Dia pasti tahu, apa yang saya inginkan dan tidak inginkan. Karena dia, sosok yang tidak merepotkan, tidak banyak tingkah, dan tahu diri. Tidak peduli berapa usianya, mungkin dia akan selalu ingin ayah dan ibunya memperlakukannya seperti gadis kecil selamanya. Gadis kecil yang mencerahkan dan membuat eling orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Harus diakui, saya tidak mendidik anak gadis saya dengan mulut. Saya juga tidak anti manja. Tidak masalah anak gadis saya manja, mau ini mau itu, selagi dia tetap bertingkah aneh-aneh dan tidak merepotkan orang tua. Toh, dia aja terus belajar dan belajar seiring berjalannya waktu. Belajar dari realitas yang ada, lalu mengambil posisi yang paling pas untuk dirinya, untuk keluarganya.
Jujur saya bersyukur dan bangga terhadap anak gadis saya. Dia tumbuh tanpa perlu validasi atau pengakuan dari orang lain. Apa adanya dan sangat privasi. Dia tumbuh dalam rasa malu yang baik. Sehingga terhindar dari banyak mata dan tangan jahil yang merendahkan wanita. Bebas dari cibiran, nyinyiran, tuduhan jelek, sudut pandang negatif, bahkan fitnah yang hina. Dia tetap hebat, karena masih tidak banyak tinggal dan tahu diri. Masih punya batasan yang ketat sebagai perempuan, tanpa kehilangan rasa malu.
ADVERTISEMENT
Tidak masalah, mendidik anak gadis tidak dengan mulut. Karena buat saya, menjadi ayah dari seorang gadis seperti dia adalah kebanggaan nyata bagi setiap pria. Saya akan selalu bersamanya, di hatinya, ke mana pun dia pergi. Anak gadis adalah malaikat, yang lahir dari rahim ibunya dengan cinta dan perhatian tanpa syarat, selamanya dan selamanya. Love you anak gadis saya!