Filosofi "Ngariung" Kaum Milenial

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
10 Februari 2020 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Zaman now, semua orang ingin bahagia. Itu pasti. Anak orok juga mau bahagia bila bisa bicara. Tapi zaman now suka lupa, bahagia itu ada saat "ngariung", ketika bisa kumpul bersama dalam balutan aksi sosial. Ngariung untuk berbuat yang manfaat bagi sesama.
ADVERTISEMENT
Jadi, bila mau hidup lebih bahagia. Ngariung-lah dalam hidup. Karena ngariung itu menyehatkan.
Kata pepatah Sunda "Bengkung ngariung bongok ngaronyok”. Tidak ada yang sulit bila dihadapi bersama-sama.
Spirit "ngariung" inilah yang jadi salah satu budaya di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak. Ngariung sambil menikmati hidangan nasi liwet khas taman bacaan, plus ikan asin cuek, tahu dan tempe goreng, lalapan daun singkong dan sedikit sambal. "Ngariung Sareng TBM Lentera Pustaka". Ngariung bukan terletak pada kemewahan menu atau tempatnya. Tapi suasana dan kelapangan hati untuk mengabdi kepada masyarakat. Ngariung kepedulian sosial, istilahnya.
Ngariung itu bukan orang banyak yang kumpul di tempat mewah, lalu membahas negara. Bukan pula kongkow-kongkow untuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Bahkan ngariung bukan pula, ketika dua hati bercampur dan saling sibuk mencari kesalahan orang lain. Tapi ngariung adalah menelan ego lalu rela bersama mengabdi secara sosial. Tanpa pandang status, pangkat, jabatan apalagi tampang.
ADVERTISEMENT
Kaum milenial ngariung di Kaki Gunung Salak
Ngariung itu berkumpul. Orang-orang yang berkumpul sambil ditemani "kulubkuluban” atau rebus-rebusan atau nasi liwet serta teman-temannya. Dalam tradisi Sunda, ngariung bukan duduk bareng. Tapi ada silaturahmi, ada obrolan, ada yang berbicara dan ada yang mendengarkan. Dam yang terpenting, ada hidangan yang bisavdinikmati. Lagi-lagi bukan karena mewahnya. Tapi kerelaan hati untuk berbuat baik sambil meredam edo. Ngariung.
Ngariung Sareng TBM Lentera Pustaka.
Seperti itulah yang dilakukan 90-an mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia saat meluncurka. buku kumpulan jurnalisme data "50% Anak Muda Pilih Jelek Tapi Kaya..." sambil aksi sosial kepada 50-an anak pembaca aktif yang terancam putus sekolah di Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gn. Salak Bogor. Anak-anak muda yang memberi motivasi akan pentingnya membaca, bermain games, sedekah kepada anak-anak yatim, berdonasi buku bacaan, sedekah uang, bahkan berbagi makanan bersama anak-anak TBM Lentera Pustaka. Itulah filosofi "ngariung" kaum milenial.
ADVERTISEMENT
Ngariung yang tetap tersambung. Tanpa perlu menyinggung apalagi terselubung. Karena ngariung tidak bisa terbendung. Untuk bergabung agar gelembung rundung segera rampung. Hayu ngariung.
Ngariung sareng TBM Lentera Pustaka.
Karena hakikatnya, manusia adalah makhluk ngariung. "Sateuacan masihan naséhat dina cariosan salira, pasihan maranehanana naséhat ku sikep salira." Maka sebelum memberi nasehat dengan ucapan, berilah mereka nasehat dengan perbuatan. Salam ngariung sareng TBM Lentera Pustaka #FilosofiNgariung #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka
Ngariung lagi