Filosofi Talas dan Sepenggal Cerita tentang Literasi

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
3 Juli 2021 19:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gunung Salak itu ada di Bogor. Kata banyak orang, tamanan khas-nya bernama “talas”, bukan tales. Makanya dibilang “talas bogor”.Seperti kebanyakan pohon, talas pun harus ditanam dan dirawat. Dari benih yang kecil, hingga tumbuh dengan "pegangan akar" yang kokoh. Begitu juga manusia. Harus tetap tumbuh jadi pribadi yang baik. Selalu bergerak dan memberi manfaat kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Talas, kebetulan tergolong tanaman kuat. Tapi di kebun lain, ada pula pohon yang tidak kuat. Mudah ontok daunnya. Atau roboh akibat diterpa angin. Bahkan ada pohon yang kecilnya tumbuh bagus. Tapi giliran mau berbuah busuk. Jadi, tiap pohon itu beda-beda. Tapi satu yang pasti, semua pohon termasuk talas. Pasti butuh udara, butuh angin untuk tetap tumbuh. Maka setiap pohon punya cara sendiri-sendiri untuk tetap tumbuh dan bertahan.
Manusia pun begitu. Tiap orang itu berbeda. Unik dan caranya pun beda-beda. Karena itu, siapa pun tidak perlu untuk disukai semua orang. Apa adanya saja. Bila disukai pun bersyukurlah. Tapi jika beda pun, ya sudah rileks saja. Kita tidak harus suka kepada semua orang. Dan orang lain pun boleh tidak suka pada kita. Itu hal yang biasa.
Filosofi talas dan sepenggal cerita tentang literasi
Seperti pohon talas. Dia hanya tahu untuk tumbuh, lalu dipanen dan dimakan manusia. Manusia juga begitu. Ikhtiar saja untuk tumbuh dan bermanfaat untuk orang lain. Tidak usah memusingkan orang-orang yang tidak suka. Biarlah mereka dengan cara dan pikirannya sendiri. Karena kita tidak bertanggung jawab atas mereka, dan sebaliknya. Kita dan siapa pun hanya bertangung jawan kepada sang pencipta, kepada Allah SWT. Tempat kita berasal dan akan Kembali.
ADVERTISEMENT
Maka tidak perlu mengejar untuk dipuji orang. Jangan mudah terkesan dengan manusia apalagi harta. Apalagi pengen punya pengikut banyak di media sosial. Atau biar dibilang status sosial-nya keren. Itu semua bukan jaminan baik. Bahkan hanya kamuflase belaka. Manusia itu dilihat dari amal ibadahnya. Dari kemurahan hati, rasa kemanusiaan, kebaikan, dan kemanfaatannya untuk sesama.
Nah, untuk itu semua. Maka literasi sangat diperlukan. Agar tiap orang bisa tumbuh dan bertahan dengan caranya sendiri. Seperti yang dilakukan di taman bacaan. Membaca buku sambil menikmati hidangan talasa yang tersedia. Apalagi yang diperbuat, selain bersyukur. Sekalipun pandemi Covid-19, bersyukur saja. Karena semua terjadi atas kehendak-Nya.
Dan katakanlah dalam hati, “Bahwa apa yang kita miliki itu sudah pantas untuk kita. Tanpa perlu dikeluhkan, alhamdulillah”. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #Tamanbacaan #PegatLiterasi
ADVERTISEMENT