Fitrah Manusia, Hikmah Idul Fitri 1440 H

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
5 Juni 2019 5:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fitrah, bisa jadi kata yang paling sering disebut orang pada saat Idul Fitri atau Lebaran
ADVERTISEMENT
Tapi yang pasti, fitrah itu bukan soal fisik atau yang tampak kasat mata. Fitrah adalah persoalan batin, soal hati; sesuatu yang ada dalam diri manusia. Dalam bahasa Arab, fitrah dapat diartikan “membuka atau menguak” dan dapat dimaknakan sebagai asal kejadian manusia, keadaan yang suci, atau kembali ke asal. Lain halnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “fitrah” diartikan sebagai sifat asli, bakat, pembawaan perasaan keagamaan.
Jadi fitrah, bukanlah soal fisik melainkan batin.
Sepanjang manusia masih cinta pada dunia dan aksesorinya, maka fitrah sesungguhnya belum melekat pada dirinya. Fitrah itu tidak menghendaki penyakit cinta dunia tetap bersemayam dalam diri manusia. Adalah fitrah manusia cinta pada keindahan, tapi bukan berarti harus diperbudak oleh keindahan.
ADVERTISEMENT
Buat sebagian orang, fitrah juga bisa dimaknai “kembali ke titik nol”.
Karena setelah sebulan penuh ditempa ibadah puasa dan berjuang untuk melawan hawa nafsu. Maka bila berhasil (khusus yang berhasil), maka si manusia persis seperti dilahirkan kembali. Manusia yang dibebaskan (bukan terbebas) dari dosa dan salah, akibat mampu berjuang melawan hawa nafsu. Sebuah fitrah manusia dalam memperbaiki hubungan dengan Allah SWT maupun sesama manusia lainnya. Itulah fitrah.
Fitrah sama dengan kembali ke titik nol.
Karena angka nol adalah angka netral. Tidak plus tidak minus. Maka Idul Fitri seyogyanya menjadi simbol kefitrahan manusia; keadaan yang suci seperti asalnya lagi. Maka setelah itu, di tangan si manusia pula untuk kembali memilih “jalan kehidupan”. Hidup yang mau lebih banyak nilai plus (+) atau minus (-); kehidupan yang berpihak kepada kebaikan atau keburukan.
ADVERTISEMENT
Siapapun berhak kembali ke fitrah.
Karena selama puasa, setiap manusia sudah ditempa dengan ibadah wajib maupun sunnah. Da semuanya bermuara pada ada atau tidak adanya “bekas” tempaan selama puasa untuk menjadi lebih baik dalam hidup. Fitrah itulah yang kemudian disebut menjadi manusia yang lebih takwa, lebih baik, lebih optimis. Fitrah bernilai plus (+). Tapi sebaliknya, bila puasa hanya sebatas ritual atau seremoni semata, lalu tidak "berbekas" dalam kehidupan selanjutnya. Apalagi di kehidupan esok, gagal untuk memperbaiki diri bahkan tidak menjadi lebih takwa, tidak lebih baik bahkan bersifat pesimis. Fitrah itu bernilai minus (-).
Jadi, apa itu fitrah?
Fitrah, hakikatnya menjadikan manusia yang hari ini lebih baik dari hari kemarin. Orang yang level ketakwaannya lebih baik daripada kemarin. Orang yang fitrah, selalu bersedia kembali ke titik nol, yaitu mereka yang mampu "menahan diri" dari godaan apapun. Agar tidak terbawa nafsu perut, tidak jumawa akibat kekuasaan, tidak menggilai harta dan pangkat jabatan. Bahkan secara perlahan, mampu mengurangi rasa cinta dunia. Karena dunia, sungguh menjadi pangkal tolak dari “mengeraskan hati, melemahkan ibadah”.
ADVERTISEMENT
Fitrah Manusia berani kembali ke titik nol
Maka sebagian yang lain bilang, fitrah adalah kewaspadaan.
Agar manusia selalu waspada akan dua hal dalam hidupnya, yaitu DOSA dan KEINGINAN. Tiap manusia harus mampu menghindari DOSA. Karena sifat dosa itu akan selalu bertambah, tidak ada pengurangan. Sama halnya dengan KEINGINAN. Karena keinginan selalu mengundang hawa nafsu dan menjadi sebab manusia terjerembab ke dalam kesesatan. Ingin berkuasa, ingin kaya, ingin mengalahkan orang lain; semua itu sesat maka harus mampu dikendalikan.
Manusia yang kembali ke titik nol adalah fitrah. Karena pasti, manusia itu mampu menghindar dari DOSA sebisa mungkin dan mampu mengelola KEINGINAN tetap terkendali. Tetap berhati-hati dalam hidup. Karena di zaman now, hakikat kehidupan penuh godaan; pilihannya “menggoda atau digoda”.
ADVERTISEMENT
Fitrah itu hakikat. Hidup manusia hakikatnya tiada, kosong atau hampa. Manusia itu sejak lahir, tak bawa apa-apa, tak kuasa apa-apa. Maka kini pun dan menjelang kematiannya, manusia pun tetap bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Maka hanya Allah SWT yang mampu mengisi tiap manusia. Allah SWT yang berkehendak manusia akan jadi seperti apa?
Maka fitrah “kembali ke titik nol”, adalah simbol dimulainya "pertarungan" kembali kehidupan manusia. Nol adalah simbol kemenangan bagi penyucian jiwa. Dan semuannya tergantung iman dan takwa si manusianya sendiri.
Fitrah di Idul Fitri adalah perjalanan manusia untuk "menemukan" kembali jati dirinya sebagai manusia seperti aslinya, bukan seperti yang bukan manusia. Maka Idul Fitri menjadi momentum untuk mencapai kesucian lahir dan batin. Sebuah proses tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa yang pernah dikotori oleh diri manusia itu sendiri. Ikhtiar melapangkan hati untuk menemui orang tua dan orang-orang yang berjasa. Lalu berani meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain, serta jujur mengakui kesalahan, lalu saling memaafkan itulah fitrah yang paling hakiki. Kembali ke titik nol.
ADVERTISEMENT
Fitrah adalah kembali ke titik nol. Agar semua yang pernah dan telah beku menjadi cair. Agar kesombongan dan keangkuhan akibat harta dan tahta menjadi sirna. Karena di titik nol, manusia semakin menyadari bahwa dia bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Kembalilah ke titik nol ... SELAMAT IDUL FITRI 1440 H – Mohon Maaf Lahir dan Batin #TGS #CatatanIdulFitri1440H #Lebaran2019