Guru, Jangan Lagi Egois dan Arogan di Kelas

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
25 November 2023 6:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 25 November selalu diperingati sebagai Hari Guru. Tapi diskursus tentang guru tidak pernah ada akhir untuk dibahas. Karena guru adalah agen pembelajaran yang harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Hari ini, guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan. Maka penting dipahami, guru harus steril dari watak mendominasi peserta didik.
ADVERTISEMENT
Pesan untuk guru di hari guru. Guru jangan egois dan arogan. Jangan karena guru mau rapat di sekolah, siswa dipulangkan. Jangan karena guru mau urus “borang” tunjangan fungsional, siswa ditinggal tanpa ada tugas di kelas. Guru tidak boleh arogan. Apalagi di era media sosial sekarang. Biar bagaimana pun, guru harus tetap digugu dan ditiru. Guru jangan egois dan arogan. Agar guru tetap punya kesadaran belajar untuk memperbaiki diri, di samping mau berempati kepada siswanya.
Kasus-kasus siswa yang mengenaskan sudah terjadi. Siswa yang “terjun” di sekolah, pemukulan dan penganiyaan siswa, bahkan kemarahan guru yang berlebihan adalah bukti guru terlalu enak dengan dirinya sendiri. Sehingga tidak peduli lagi kepada siswanya. Tidak dekat dengan siswa, tidak tahu apa yang dialami siswa. Karena guru, terlalu egois dan arogan. Sayangnya hari ini, bisa jadi, banyak guru tidak menyadari sikap egois dan arogannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Jangan ada lagi, guru yang egois dan arogan di sekolah. Guru yang terlalu asyik dengan urusannya sendiri. Guru yang tidak lagi mau bekerja ekstra untuk siswa-siswanya. Guru yang terlalu mendominasi ruang kelas sehingga siswa tidak berani untuk berkata sejujurnya. Guru-guru yang selalu defensif, terlalu cuek dengan keadaan siswanya. Di zaman begini, guru-guru yang sering memaksa akan sulit berkembang. Akibat guru terlalu egois dan arogan.
Persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, tentu tidak bisa pula dijawab dengan cara mengubah kurikulum. Apalagi hanya mengganti menteri atau dirjen. Sejatinya, kualitas pendidikan hanya bisa dijawab oleh kualitas guru. Guru yang profesional, guru yang kompeten dan berkualitas. Agar kualitas pendidikan tidak "jauh panggang dari api". Karenanya, guru tidak boleh egois dan arogan dalam menjalani profesinya.
Guru yang mengajar di kelas
Semua paham, persoalan guru memang tidak sederhana. Tapi juga tidak terlalu kompleks. Isu penting guru di era digital atau media sosial seperti sekarang, sejatinya hanya bertumpu pada 3 (tiga) aspek penting. Yaitu 1) guru harus terus-menerus meningkatkan pengetahuan yang terbarukan, sesuai disiplin ilmunya, 2) guru harus semakin terampil dalam mengelola siswa dan kelas, dan 3) guru yang punya “good attitude”, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sehingga guru tetap mampu menjaga kompetensi personal yang memadai, di samping kualitas pembelajaran yang sesuai tuntutan zaman.
ADVERTISEMENT
Guru, jangan asyik dengan dirinya sendiri. Hari ini, masih banyak guru yang "tidak mau" mengembangkan diri untuk menambah pengetahuan dan kompetensinya dalam mengajar. Keterampilan pedagogik-nya masih begitu-begitu saja. Guru-guru yang belum mau menulis, belum mau membuat artikel ilmiah yang dipublikasikan, sehingga tidak inovatif dalam kegiatan belajar. Guru yang merasa hanya cukup mengisi jam belajar.
Maka agenda besar guru di hari guru. Adalah menyadari bahwa guru jangan lagi egois dan arogan. Agar guru tetap digugu dan ditiru. Dan mampu menghasilkan peserta didik yang unggul dan kompetitif di masa datang. Selamat Hari Guru!