Konten dari Pengguna

Hikmah Pendidikan, 3 Alasan Dilarang Persekusi

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
14 April 2022 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengeroyokan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeroyokan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Jangan memukul bila tidak bisa memberi senyum. Itulah hikmah ibadah puasa Ramadhan 1443 H yang patut direnungkan semua pihak. Apalagi setelah terjadinya pemukulan dan tindakan anarkis saat demo mahasiswa lalu. Siapa pun, bila membenci atau tidak suka terhadap tindakan seseorang. Maka sama sekali tidak dibenarkan untuk melakukan pemukulan, pengeroyokan, dan berperilaku anarkis. Karena pemukulan dan anarkis tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang tua, mungkin, mengeluhkan dan kesal atas perilaku nakal anaknya. Tapi sejatinya, di situlah tantangan orang tua untuk terus menasihati dan membangun dialog dengan anak. Bukan sebaliknya, justru menghukum atau memukul agar anaknya tidak nakal. Orang tua patut memahami, tidak semua harapan sesuai dengan kenyataan. Ingin anaknya tidak nakal tapi yang terjadi justru nakal. Karena itu, dibutuhkan sikap bijak orang tua untuk terus mendidik sang anak dalam pergaulan dan pendewasaan dirinya. Sekali lagi apa pun alasannya, dilarang orang tua memukul anaknya. Karena memukul tidak akan menyelesaikan masalah.
Jangan memukul bila tidak bisa memberi senyum.
Itu hanya kalimat sederhana. Namun memiliki kekuatan makna yang luar biasa. Mungkin saja, di sekitar saja, ada orang-orang yang menyebalkan. Bahkan kadang membangkitkan emosi untuk membencinya. Tapi semua rasa itu sama sekali tidak dapat dibenarkan untuk melakukan tindakan kekerasan kepadanya. Apalagi di era media sosial, semua orang memang boleh ngomong apa saja, termasuk yang menyakitkan hati. Tapi di situlah, dibutuhkan sikap bijak untuk tetap bertindak Sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Karena kekerasan dan kebencian sebesar apa pun, tidak akan pernah mampu menyelesaikan masalah.
ADVERTISEMENT
Siapa pun boleh tidak suka, tidak setuju terhadap cara dan perilaku seseorang. Siapa pun boleh membenci orang lain atas perbedaan pendapat yang terjadi. Tapi itu semua, tidak dapat dibenarkan untuk melakukan kekerasan, pemukulan, pengeroyokan atau penelanjangan di muka umum. Apalagi di tengah ibadah puasa. Sangat tidak dibenarkan melukai orang lain, apa pun dalinya. Karena ajarannya, jangankan manusia yang dilukai, binatang pun dilarang untuk dilukai oleh siapa pun, Bila tidak mampu mencintai, bila tidak bisa memberi senyum maka jangan melukainya.
Dalam konteks Pendidikan, setidaknya ada 3 (tiga) alasan kenapa pemukulan atau kekerasan termasuk persekusi terhadap siswa atau orang lain tidak dibolehkan?
1. Tidak ada bukti memukul atau kekerasan menjadi cara yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Kekerasan mungkin bisa membuat kapok seseorang tapi bukan cara efektif untuk mencegah perilaku yang tidak diharapkan. Tidak ada manfaat positif apa pun dari kekerasan.
ADVERTISEMENT
2. Memukul berarti mengajarkan kekerasan. Siswa itu akan menjadi seperti apa yang dilihat, bukan apa yang didengar. Maka perilaku memukul atau kekerasan akan memengaruhi perilaku anak-anak ke depannya. Jangan ajarkan kekerasan saat marah atau benci karena itu cara yang tidak dibenarkan dan tidak patut dicontoh.
3. Memukul bukan cara baik untuk mengatasi rasa marah atau kebencian. Tidak boleh menyelesaikan amarah dan kebencian dengan cara-cara kekesaran. Emosi negatif bisa terjadi pada siapa pun tapi harus diselesaikan dengan dialog dan nasihat, bukan malah menggunakan kekerasan.
3 Alasan dilarang persekusi, apa pun dalihnya
Maka pelajaran pentingnya, jangan gunakan pemukulan atau kekerasan dalam menyikapi perbedaan. Bila tidak mampu memberi senyum, jangan memukul siapa pun. Ada koridor hukum dan norma yang harus dijunjung tinggi. Semarah dan sebenci apa pun harus tetap sabar dan bijak dalam menyikapinya. Sekali lagi, sama sekali tidak dibenarkan melukai orang lain.
ADVERTISEMENT
Maka atas apa yang terjadi, siapa pun harus berhati-hati dalam berkomentar atau berkata-kata di media sosial atau media massa. Agar tidak menyinggung atau memancing emosi orang lain. Pilihlah kata-kata yang baik dan berterima untuk menyikapi perbedaan. Di situlah pentingnya literasi bagi bangsa Indonesia. Agar mampu memahami realitas dan perbedaan secara bijak tanpa emosi yang akhirnya melukai orang lain.
Jangan memukul bila tidak bisa memberi senyum.
Maka untuk menghindari kejadian terulang di masa datang, ada kata kunci yang harus selalu dijadikan spirit semua orang. Yaitu, sikap respek untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan yang terjadi. Hanya sikap respek yang bisa menjaga harmoni siapa pun, bukan sebaliknya justru membangun konflik dan kekerasan. Karena respek maka benih cinta akan bertebaran hingga menjadi bibit percaya.
ADVERTISEMENT
Respek itu urusan moral, urusan hari nurani. Maka perkuatlah sikap respek di bulan puasa untuk sesama. Dan ketahuilah, bila tidak sama, kenapa tidak boleh beda? Asal jangan dengan pemukulan atau kekerasan. Salam literasi #PegiatLiterasi #LiterasiRespek #TBMLenteraPustaka