Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
#KaburAjaDulu dari Pemimpin Harga Tinggi
21 Februari 2025 5:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang sejatinya terlahir untuk jadi pemimpin. Minimal memimpin dirinya sendiri atau keluarganya. Namun, untuk menumbuhkan sifat kepemimpinan yang kuat sama sekali tidak mudah. Maka jangan anggap enteng jadi pemimpin, di mana pun.
ADVERTISEMENT
Bila ada pemimpin yang arogan dan subjektif, bisa jadi dia bukan pemimpin. Salah pilih atau organisasi hanya dijadikan alat untuk dirinya sendiri. Alat untuk bergaul, alat untuk menabur sikap arogansi kekuasaan. Bertindak semena-mena, merendahkan orang lain hingga akhirnya lupa diri. Memangnya siapa dia sebelum jadi pemimpin?
Di alam demokrasi sekarang ini, pemimpin harus aspiratif bukan subjektif. Negara harus mau mendengarkan suara hati rakyatnya. Harus menerima realitas kampanye #KaburAjaDulu, #IndonesiaGelap, dan sebagainya. Sebagai wujud kontrol dan aspirasi terhadap pemimpin. Untuk tidak keluar dari visi-misi dan harapan rakyat. Begitu pula halnya di organisasi, aspirasi anggota harus jadi acuan pemimpinnya. Bukan si pemimpin yang berpikir sendiri, bertindak sendiri lalu mengabaikan etika dan akal sehat dalam berorganisasi.
ADVERTISEMENT
Pemimpin harus aspiratif, dan mau menerima perbedaan sebagai realitas. Bukan malah bertindak subjektif, bahkan membungkam sambil mempertontonkan kekuasaannya. Seperti contoh dalam gambar, pemimpin yang semena-mena membuat SK. Satu sisi, disuruh publikasi tapi di sisi lain, membungkam tidak boleh apa-apa. Sederhana saja, memangnya pemimpin itu siapa? Sudah mampu apa dan sekolahnya di mana?
Maka, bila tidak bisa menerima kritik dan perbedaan ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak bisa bersikap bijak ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak mau mengalah, jangan memimpin. Bila kerjanya hanya mencari kesalahan orang ya jangan memimpin. Itu semua salah besar jadi pemimpin. #KaburAjaDulu dari pemimpin yang katanya berharga tinggi.
Jadi pemimpin memang gampang. Saat mau "nyalon" tinggal bikin pencitraan, lalu melobi orang-orang yang dianggap berpengaruh. Namun setelah itu, si pemimpin terlihat aslinya yang arogan dan subjektif. Maka di situ, baru melihat kualitas si pemimpin.
ADVERTISEMENT
Jika tidak tahu artinya kolaborasi ya jangan memimpin. Bila tidak paham berorganisasi ya belajar, jangan jadi pemimpin. Jika tidak mampu memahami aspirasi orang banyak ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak terbiasa berbeda pendapat pun ya kerja saja, jangan jadi pemimpin. Terus bila sudah jadi pemimpin, memang prestasinya apa?
#KaburAjaDulu, bila tahu dan berhadapan dengan pemimpin yang tidak becus. Pemimpin yang bersikap arogan dan subjektif. #KaburAjaDulu, daribowmimpin yang tidak tahu arti kolaborasi, tidak paham independensi. Pemimpin yang tidak tahu diri, jarang bergaul dan terlalu "receh" dalam menjalankan visi organisasi, lebih baik #KaburAjaDulu. Bersikap terhadap pemimpin yang arogan dan subjektif jauh lebih penting dari sekadar fakta.
Jadi pemimpin, berorganisasi sangat membutuhkan kedewasaan dan kematangan berpikir dan bersikap elegan. Karena memimpin adalah bagian dari proses membentuk karakter, melatih kesesuaian etika dan logika. Ketika sikap arogan dan subjektif berlebihan, maka jangan jadi pemimpin atau #KaburAjaDulu.
ADVERTISEMENT
Ternyata memang, memimpin tidak mudah. Butuh sikap bijak, di samping pengalaman yang memadai dan mentalitas yang mumpuni. Harus bisa menerima perbedaan dan aspiratif. Seperti kata pepatah, 'pelaut yang hebat tidak terlahir dari laut yang tenang, tapi lahir dari laut yang penuh dengan ombak dan badai'.
Memimpin, bukan hanya butuh ambisi untuk menunjukkan arogansi dan subjektivitas. Tapi harus tahu diri dan bertindak objektif soal apapun dan kepada siapapun. Itulah pemimpin dengan harga yang tinggi. Salam literasi!