Konten dari Pengguna

Kenali Dirimu, Abaikan Musuhmu

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Edukator Dana Pensiun - LSP Dana Pensiun - Konsultan - Lulus S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
27 Januari 2025 7:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin, siapapun bisa setuju bisa tidak setuju. Sebuah buku, bisa terasa seperti ditulis hanya untuk kita. Karena mampu menarik kita ke dalam cerita, saat tokoh dan karakternya mencerminkan perjuangan atau perasaan yang sama dengan hati kita. Di balik cerita itu, kita justru menemukan kejelasan tentang diri kita sendiri. Seakan-akan, buku itu seperti berbicara langsung kepada jiwa kita.
ADVERTISEMENT
Buat yang suka menonton film juga begitu. Film itu memiliki kekuatan untuk menarik kita ke dunia yang mencerminkan emosi kita. Rasa suka, duka, atau terkadang kerinduan yang didambakan banyak orang. Mencapai ketenangan personal. Sebuah cerita film dibuat dengan baik, dikombinasikan dengan musik dan visual. Seakan berbicara langsung dengan diri kita. Ada dialog yang menyembuhkan, ada yang memukul dengan keras, hingga membuat kita menitikkan air mata. Air mata yang jatuh tanpa perlu kata-kata. Bagaimanapun, film mengingatkan bahwa kita tidak pernah sendirian seperti yang dipikirkan orang lain. Bahkan di cerita fiksi, kita selalu terhubung dengan perjuangan dan ikhtiar.
Kontemplasi diri itu pasti ada. Setiap orang bisa masuk ke dalam cerita novel atau film. Asal ceritanya terkoneksi dengan emosi atau perasaan. Dan itu sah-sah saja. Kontemplasi, sejatinya baik untuk memperbaiki diri. Minimal jadi bahan perenungan.
ADVERTISEMENT
Tapi masalahnya, bukan cerita dalam novel atau film. Justru masalahnya ada pada orang-orang yang "tahunya sedikit pikirannya banyak". Lalu, memvonis atau menghakimi orang lain yang tidak diketahuinya. Kerjanya hanya menilai orang lain tanpa alasan yang jelas. Akibat sikap arogan dan subjektif pada dirinya. Sehingga mudah meremehkan orang lain. Seakan-akan pikiran dan omongannya paling benar sendiri. Orang lain yang lucu namanya. Menyekolahkan tidak, kasih makan tidak tapi sok mengatur diri kita. Bertindak seperti punya "relasi kuasa" yang segalanya. Orang lain yang geblek.
Jangan pernah merasa sendirian. Kita tidak seperti yang orang lain pikirkan. Kita adalah kita, dan orang lain tetap orang lain mau sebaik apapun. Bahkan ketika orang lain berpikir dan bertindak jahat sekalipun, abaikan dan biarkan saja. Karena itu, bukan urusan kita. Melainkan urusannya sendiri. Lebih baik baca buku atau menonton film. Karena buku, film, dan musik memiliki cara yang hampir ajaib untuk memahami kita ketika orang tidak bisa. Mereka menangkap perasaan yang tampaknya tidak mungkin untuk dimasukkan ke dalam kata-kata dan mencerminkan mereka kembali kepada kita, memberi kita rasa nyaman, validasi, dan koneksi. Lalu, mengabaikan orang-orang yang negatif dari lingkungan kita.
ADVERTISEMENT
Jadi, fokus saja pada tujuan personal. Dan kenali musuh kita, apalagi yang hanya baik tampang tapi sibuk mencari kesalahan orang lain. Abaikan orang-orang yang tidak penting lagi tidak ada manfaatnya untuk kita. Jangan buang-buang waktu untuk hal-hal yang negatif. Kenali diri sendiri, jangan kenali banyak hal tentang orang lain. Semakin mengenal diri, maka semakin sabar kita melihat orang lain dengan segala tindak-tanduknya.
Maka "kenali dirimu untuk memperbaiki diri.", begitu kata Auguste Comte. Salam literasi