Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Kisah Pak Rahmat, Mimpi Pensiun yang Tertunda
23 April 2025 12:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pak Rahmat (62 tahun) adalah mantan pegawai swasta yang mengabdi selama lebih dari 30 tahun di sebuah perusahaan di Jakarta. Selama masa kerjanya, Pak Rahmat hidup cukup, gaji pas-pasan tapi bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Ia memiliki tiga anak, dan seluruh penghasilannya digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya hingga selesai kuliah. Tentu dengan standar kehidupan sehari-hari yang biasa.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Pak Rahmat tidak pernah menyiapkan dana pensiun secara khusus. Ia berpikir bahwa anak-anaknya akan menopang hidupnya di masa tua, dan berharap bisa membuka usaha kecil setelah pensiun. Namun, realita berkata lain. Setelah pensiun di usia 58 tahun, usaha kecil yang coba ia rintis gagal karena kurangnya modal dan tidak punya pengalaman bisnis. Anak-anaknya pun belum mapan secara ekonomi; dua ankanya masih berjuang dalam pekerjaan kontrak, satu lagi menganggur akibat PHK saat pandemi Covid-19.
Kini, di usia senjanya, saat pensiun, Pak Rahmat tinggal bersama anak sulungnya di rumah kontrakan kecil. Ia mengandalkan bantuan dari saudara atau sumbangan pensiunan yang jumlahnya sangat kecil dan tidak tetap. Beberapa kali ia bahkan terpaksa meminjam uang untuk membeli obat karena penyakit yang mulai datang seiring usia. “Dulu saya pikir pensiun itu waktu buat istirahat, tapi ternyata malah jadi waktu yang paling berat secara finansial,” kata batin Pak Rahmat lirih. Mimpi Pak Rahmat bisa menjalani masa pensiun dengan indah dan nyaman jadi tertunda, bahkan disesali. Karena nyatanya, Pak Rahmat tidak berdaya di hari tuanya. Terlambat untuk antisipasi masa pensiun yang nyaman dan sejahtera.
ADVERTISEMENT
Belajar dari cerita Pak Rahmat di usia pensiun. Sangat tidak tepat mengandalkan anak atau keluarga di masa pensiun karena kondisi ekonomi anak berbeda dan belum tentu mampu memberi ke orang tua. Sebagai pegawai, terbukti tanpa dana pensiun, Pak Rahmat tidak punya kesinambungan penghasilan di hari tua, tidak mandiri secara finansial di masa pensiun. Hingga akhirnya Pak Rahmat menyesal tidak punya dana pensiun. Memang benar, penyesalan adanya di belakang. Karena bila di depan, namanya pendaftaran.
Agar tidak mengalami kasus seperti Pak Rahmat di masa pensiun, maka setiap pegqawaiatau pekerja penting untuk menyiapkan dana pensiunnay sendiri. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menjadi peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dengan menyisihkan sebagian gaji sebagai iuran pensiun setiap bulan. Agar nantinya, dapat menjaga kesinambungan penghasilan di hari tua, saat tidak bekerja lagi. DPLK sangat penting bagi pekerja, setidaknya 1) agar tidak jatuh miskin di masa pensiun, 2) tetap punya penghasilan di saat pensiun, dan 3) mampu mempertahankan gaya hidup seperti saat bekerja. Melalui DPLK, siapapun akan punya dana yang pasti untuk hari tua dan bisa mendapat hasil investasi yang optimal untuk memperbesar manfaat pensiunnya.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai mimpi pensiun kita tertunda. Mulailah siapkan dana pensiun sejak dini. Karena semakin dini merencanakan dana pensiun, semakin ringan bebannya di masa depan. Semakin besar pula manfaat pensiunnya di hari tua. Jadi, mulailah menabung untuk masa pensiun kita sendiri. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM