Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Salah Pilih
7 Februari 2025 20:24 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat membaca novel Salah Pilih karya Nur St. Iskandar menyimpulkan apapun pilihan kita pasti punya akibat. Dan pada akhirnya, akal sehat dan hati nurani harus menjadi acuan dalam memilih dan mengambil keputusan. Maka jangan terjebak pada omongan atau penampilan seseorang, bila akhirnya salah pilih. Jangan salah pilih orang, jangan salah pilih pemimpin di organisasi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang terjadi di suatu organisasi yang saya pernah ikuti. Ternyata, benar-benar "salah pilih" ketuanya. Hal itu dinyatakan banyak anggotanya. Karena dianggap arogan dan subjektif dalam mengambil keputusan. Sekalipun dapat diperdebatkan, namun realitas salah pilih mulai dirasakan banyak orang. Karena ternyata, pemimpin yang terpilih hanya berkutat pada hal-hal yang subjektif. Hanya mengurus orang bukan organisasi. Entah, mau di bawa kemana organisasinya dan apa misi yang akan diembannya.
Selagi saya masih berada di organisasi itu pun, sudah terlihat arogansi dan subjektivitas si oknum salah pilih tersebut. Senangnya mempersioalkan orang bukan tujuan organisasi. Hingga lupa, sebenarnya dia sendiri mau bawa ke mana organisasinya? Dia lupa, bahwa apapun organisasi yang dipimpinnya sekarang adalah "buah karya" orang-orang yang peduli dan mengurus di masa sebelumnya. Di situlah letak arogansi si oknum salah pilih di organisasi tersebut.
Lebih jelas lagi, ketika si oknum salah pilih sebagai ketua berniat menyingkirkan orang yang tidak disukainya, lalu membuat posisi baru. Tapi dalam klausul-nya dinyatakan "posisi baru tersebut tidak diperkenankan mengeluarkan pendapat atau pernyataan mewakili organisasinya di manapun". Padahal itu fungsi Litbang dan Publikasi. Si oknum salah pilih melanggar azas demokrasi, melakukan pembungkaman terhadap orang-orang yang tidak disukainya. Si oknum hidup di demokrasi tapi pikiran dan perilakunya sangat tidak demokratis. Lucu sekali, hari gini masih berkutat dengan anti demokrasi.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari realitas salah pilih pemimpin, memang jalan terbaik adalah mengambil sikap tegas untuk mengundurkan diri. Menjauh dari pemimpin yang arogan dan subjektif. Menghindari kepemimpinan toxic, yang hanya menguras energi, menggerus harga diri, dan mengabaikan sinergi. Kepemimpinan yang hampa dan kamuflase semata.
Pada dasarnya, setiap masa ada orangnya. Dan setiap orang pun ada masanya. Tapi penting untuk mengambil hikmah ke depan "jangan salah pilih pemimpin organisasi". Apalagi pemimpin yang jelas-jelas mengabaikan etika dan hati nurani. Antara yang diucap dan diperbuat berbeda jauh.
Dan patut direnungkan, sejatinya kebenaran bukan dilihat dari jumlah seberapa banyak orang mempercayainya, melainkan atas dasar mutlak apakah sesuatu itu benar adanya atau tidak. Jangan salah pilih!
ADVERTISEMENT