Taman Bacaan sebagai Jalan Hidup, Bukan Gaya Hidup

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
18 September 2021 8:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petugas mengumpulkan buku sumbangan dari masyarakat sebelum ditata pada rak lemari perpustakaan desa. Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengumpulkan buku sumbangan dari masyarakat sebelum ditata pada rak lemari perpustakaan desa. Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Faktanya hari ini, banyak orang berlomba dalam gaya hidup. Tapi di saat yang lama, mereka merupakan jalan hidup. Memilih gaya hidup lalu melupakan jalan hidup. Bergaya dalam hidup bukan berjalan untuk hidup.
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak yang lupa. Gaya hidup itu pola seseorang dalam mengekspresikan hidup sehari-hari. Bisa berupa aktivitas, minat, dan opininya. Semua gaya hidup itu tentang soal mengelola waktu dan uang. Hingga berujung pada perilaku dan pola konsumsi seseorang. Siapa pun yang memburu dunia semata, di situlah ada gaya hidup. Waktu dari pagi-pagi buta hingga larut malam hanya untuk mengejar uang. Bahkan mengejar pangkat jabatan, popularitas, status, dan kesenangan. Berkobar deras untuk diri sendiri.
Berbeda dengan jalan hidup. Karena jalan hidup soal menentukan sikap dalam kehidupan. Soal keberpihakan terhadap jalan kehidupan. Mau jalan yang benar atau yang salah, jalan hidup kebaikan atau keburukan. Menjadikan hidup yang bermanfaat atau tidak bermanfaat. Waktu dan uang yang dipakai untuk apa? Maslahat atau mudarat. Jalan hidup itu alur yang diambil dan ditentukan oleh individu. Keputusan untuk meraih kehidupan yang baik. Sesuai dengan tujuannya di muka bumi. Maka jalan hidup dipilih sendiri setiap orang. Apa pun kondisinya.
ADVERTISEMENT
Bila hari ini, ada di antara kita yang gemar bergaya dalam hidup. Lalu tidak pernah selesai dalam menentukan jalan hidup. Bahkan belum kelar menemukan jati dirinya. Bisa jadi itulah orang-orang yang merugi. Karena masih berharap berharap jalan hidupnya di-setting seperti orang lain. Terlalu membandingkan dirinya dengan hidup orang lain. Lalu lupa berbuat kebaikan, menebar manfaat bahkan lupa bersyukur. Memilih gaya hidup jadi merugi, sementara jalan hidup jadi ambigu.
Siapakah orang-orang yang merugi dalam hidup?
Bahwa telah disebutkan, orang-orang yang paling merugi adalah mereka yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia, sedangkan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya (Al-Kahfi:103-104). Bahkan di Surat Al Ashr ditegaskan hanya tiga orang yang tidak merugi, yaitu 1) orang yang beriman, 2) orang mengerjakan kebajikan, dan 3) orang yang menasihati dalam kebaikan. Maka di luar itu, termasuk orang-orang yang merugi. Jadi mau pilih yang mana? Gaya hidup atau jalan hidup.
Taman bacaan sebagai jalan hidup, sementara orang banyak pilih gaya hidup
Jalan hidup, pasti ada hambatan. Karena setiap orang pasti menemui rintangan dalam hidup. Hanya saja hambatan dan rintangan yang dihadapi tidak akan sama setiap orang. Seperti orang berjalan. Ada yang hanya berjalan di batu kerikil, ada yang tersandung batu besar. Ada pula yang berjuang menyeberangi derasnya arus sungai. Maka jalani dan hadapi setiap penggalan hidup. Dan sama sekali tidak perlu membandingkannya dengan orang lain. Semakin banyak gaya hidup pasti semakin bermasalah.
ADVERTISEMENT
Jadi mau pilih mana, gaya hidup atau jalan hidup?
Tentu, terserah masing-masing. Karena setiap orang bebas memilih. Siapa pun boleh menentukan pilihan. Asal bukan sebatas omongan atau celotehan. Semuanya harus tercermin pada tindakan, pada perbuatan. Berpegang pada gaya hidup atau bersikap untuk jalan hidup.
Seperti banyak orang boleh memilih jalan hidupnya. Maka saya pun memilih, taman bacaan sebagai jalan hidup. Jalan untuk menuju akhirat sebagai bekal berpulang nanti. Sambil menebar kebaikan dan mengukir kemanfaatan untuk orang lain. Sebagai legacy, sebagai warisan untuk umat.
Taman bacaan sebagai jalan hidup. Tentu, tidak banyak dipilih orang. Karena “rugi” secara waktu, uang bahkan popularitas. Tapi di taman bacaan, saat mampu menyediakan akses bacaan pasti punya manfaat yang tidak terhitung jumlahnya. Membangun perilaku giat membaca anak, menekan angka putus sekolah, mencegah pernikahan dini, memberantas buta huruf, memberdayakan ekonomi warga, dan menyantuni anak-anak yatim serta kaum jompo. Semua bisa dilakukan di taman bacaan. Sebuah ikhtiar baik sebagai praktik baik jalan hidup.
ADVERTISEMENT
Seperti TBM Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu di kaki Gunung Salak Bogor. Berdiri tahun 2017, awalnya hanya punya 14 anak dengan 600 buku. Tapi kini di September 2021, TBM Lentera Pustaka memiliki lebih dari 16o anak pembaca aktif yang membaca buku seminggu 3 kali dan berasal dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya). Bahkan kini, menjalankan program lainnya seperti: 1) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA), 2) KEPRA (Kelas PRAsekolah), 3) YABI (YAtim BInaan), 4) JOMBI (JOMpo BInaan), 5) TBM Ramah Difabel, 6) KOPERASI LENTERA, 7) DonBuk (Donasi Buku), 8) RABU (RAjin menaBUng), 9) LITDIG (LITerasi DIGital), dan 10) LITFIN (LITerasi FINansial). Semua berjalan apa adanya sebagai jalan hidup. Bukan gaya hidup yang gemerlap di dunia.
ADVERTISEMENT
Taman bacaan sebagai jalan hidup. Maka jangan ragu untuk menjalaninya. Karena jalan hidup sederhana. Asal mau berbuat dan bermanfaat untuk orang lain dengan sepenuh hati. Bukan sepenuh hati dalam gaya hidup. Salam literasi. #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #PegiatLiterasi #KampungLiterasiSukaluyu