Konten dari Pengguna

Tentang Curhat

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Edukator Dana Pensiun - LSP Dana Pensiun - Konsultan - Lulus S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
3 Desember 2023 18:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba kemarin, kawan saya bilang menyesal setengah mati. Akibat masalah yang tadinya diceritakan kepada kawannya yang dianggap bisa dipercaya. Ujungnya malah jadi masalah. Karena kawan saya didatangi orang lain, yang mencaci makinya. Padahal dia tidak bercerita apapun kepada orang itu. Tidak ada angin tidak ada hujan, akhirnya kawan saya punya masalah baru dari masalah sebelumnya yang tidak kunjung selesai.
ADVERTISEMENT
Ada lagi kawan lain lagi. Tiap punya masalah senangnya cerita ke banyak orang, ke teman-teman dekatnya. Seakan mencari “pembenaran” ke teman-teman atas masalah yang dihadapinya. Sambil menjelek-jelekkan orang yang bermasalah dengannya. Niatnya cerita, akhirnya jadi gibah bahkan fitnah. Terlalu subjektif karena hanya keluar dari mulut satu orang. Akibat bercerita ke mana-mana, masalahnya nggak kelar-kelar malah jadi bahan gunjingan teman-temannya sendiri.
Itu hanya contoh, tentang perlunya hati-hati dalam bercerita alias curhat. Jangan asal curhat, apalagi bila akhirnya cuma jadi gunjingan orang lain. Sebelum curhat, pikirkan dulu dengan siapa dan apa dampaknya kalau orang itu tahu? Apalagi pada teman atau orang yang sama sekali tidak berkepentingan. Psikolog bukan, berpendidikan nggak. Terus apa yang diharapkan? Ngapain cerita kepada orang-orang yang nggak jelas bila ujung-ujungnya hanya ditanggapi dengan dingin-dingin saja. Setelah itu kisahnya malah disebarluaskan dan menjadi bahan gunjingan banyak orang. Tanya ke diri sendiri, memangnya mereka siapa? Terus, apa mereka nggak punya masalah juga?
ADVERTISEMENT
Zaman memang makin edan. Curhat kok sama orang. Katanya punya Allah, tapi nggak mau curhat sama Allah. Ngobrol sama orang sering, ngobrol sama Allah malah jarang. Maka wajar, kebenaran jadi di bolak-balik menurut versinya sendiri. Lupa ya, apa yang dianggap benar manusia itu belum tentu benar di mata Allah. Lalu, siapa yang bisa buktikan bahwa yang keluar dari mulut kita itu tidak subjektif? Jangan-jangan hanya rekayasa cerita semata, demi mendapat perhatian orang lain. Jadi untuk apa curhat? Hati-hati, semua yang keluar dari mulut yang kotor itu akan kembali ke orangnya.
Tentang curhat
Dulu, orang curhat atau berbincang itu urusan ibadah. Tidak ada yang dicurhati selain kebaikan.Tidak ada yang sia-sia, karena di dalamnya membicarakan amal. Curhat soal kebaikan, berbincang soal perbuatan baik. Lah sekarang, curha kok jadi kemana-mana? Substansi masalahnya nggak ada solusi. Malah jadi gibahin atau gosip yang namab-nambahin dosa. Yang curhat stress, yang dicurhati jadi stres. Jadinya, dialog sesama orang stres dong kalau begitu.
ADVERTISEMENT
Maka, jangan biasakan mengadu atau curhat kepada orang tidak kompeten. Apalagi tidak jelas latar belakangnya, pendidikannya, apalagi pekerjaanya. Lagi pula orangyang diajak curhat juga stress. Dia juga manusia biasa, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Memangnya siapa dia, penting banget jadi tempat curhat? Curhatlah hanya kepada Allah SWT, apapun masalahnya pasti diberikan solusi bahkan jadi lebih nyaman.
Banyak yang lupa, tidak semua yang diketahui harus kita diobrolkan. Tidak semua yang dirasakan harus distatuskan. Tidak semua masalah yang dialami harus dicurhatkan. Tidak semua hal harus dibahas dengan orang lain. Jadi, lebih baik lapangkan hati. Lebih baik buka pikiran sebelum mengucap mulut.
Tidak perlu curhat ke manusia. Barkan apa yang terjadi akan indah pada waktunya. Karena di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Simpan saja sebagian kisah hidup sebagai misteri. Agar menjadi alat introspeksi diri, agar jadi sarana memperbaiki diri. Biar tetap menarik untuk diambil hikmahnya bagi diri sendiri. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
ADVERTISEMENT