Terlalu Gampang Cemas

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
6 Januari 2024 20:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu penyakit orang modern itu cemas. Terlalu khawatir hingga menimbulkan rasa takut. Berpikir berlebihan dan jadi bersikap tidak tenang. Cemas atau khawatir ya sama saja. Akhirnya, gelisah, galau, mondar-mandir hingga nggak bisa tidur. Kenapa cemas?
ADVERTISEMENT
Cemas, nggak punya uang. Cemas nggak mampu beli kuota internet, khawatir nggak bisa membiayai anak sekolah, cemas dikucilkan dari pergaulan. Bahkan cemas dan mengkhawatirkan masa depan. Terlalu banyak yang dicemaskan, terlalu heboh untuk mengkhawatirkan. Apapun dan di mana pun, modalnya hanya cemas.
Baru punya masalah sedikit cemas. Baru mendengar “kabar burung” khawatir. Mau tahun baru saja cemas. Apanya, manusia dihadirkan ke dunia untuk cemas. Apa-apa dikhawatirkan. Anehnya lagi, hal-hal yang tidak perlu dicemaskan kok dicemaskan. Rezeki, jodoh, dan maut itu sudah pasti ditentukan-Nya. Jadi, tidak usah cemas. Lebih baik perbanyak amal dan tebarkan manfaat, jangan kebanyakan cemas.
Cemas bukan nggak boleh. Tapi cemaskanlah bila kita tidak punya waktu untuk mendekat kepada-Nya. Cemaskan diri bila nggak punya waktu berbuat baik. Khawatirlah bila tidak bisa menebar manfaat kepada orang lain. Percayalah, asal mau beramal, berbuat baik, dan menebar manfaat kepada sesama tidak ada rasa cemas apalagi takut. Karena Allah SWT menjamin segalanya di dunia dan akhirat.
Kenapa sih terlalu gampang cemas?
Cemas itu bagus. Asal disikapi dengan benar. Kita harus cemas karena tidak tahu apa yang akan terjadi. Cemas lah karena ilmu dan kemampuan kita terbatas. Maka harus terus ikhtiar untuk berbuat baik di mana pun dan kapan pun. Cemas yang membuat jadi sadar diri. Untuk selalu memperbaiki diri terus-menerus.
ADVERTISEMENT
Dunia itu ada untuk sementara. Manusia sehebat apapun cuma hamba. Maka cemas boleh, karena sadar bahwa semua urusan kita berada di tangan-Nya. Kita rasakan hidup ini berat dan penuh kecemasan, jangan-jangan, karena kita jumawa. Kita atur dan pikul sendiri hidup ini tanpa mau bersandar pada-Nya. Kita merasa kuat sehingga tidak butuh pada pertolongan-Nya. Cemaslah bila punya sikap buruk tersebut.
Nggak usah cemas ngga usah khawatir. Hidup ini terlalu singkat untuk mengkhawatirkan hal-hal bodoh, apalagi yang nggak ada manfaatnya. Nggak usah cemas tentang hal-hal yang nggak dapat kita kendalikan. Termasuk rasa benci dan penilaian buruk orang lain kepada kita.
Seperti pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, nggak pernah cemas tentang apapun. Asal tetap berbuat baik dan menebar manfaat di taman bacaan. Selalu berkomitmen untuk menjadikan anak-anak dan masyarakat lebih literat, mampu menerima realitas yang ada sambil tetap bersyukur masih bisa membaca buku di era digital. Berkiprah di taman bacaan tanpa rasa cemas. Asal ada anak, ada buku bacaan, dan ada komitmen pengelola, taman bacaan nggak perlu cemas. Semua sudah ada jalannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Jadi, nggak usah terlalu cemas. Biasa-biasa saja karena semuanya sudah ada dalam genggaman-Nya. Terus saja berbuat baik dan menebar manfaat hingga rasa cemas itu pergi. Jadilah literat, salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka @Danau Toba, 6 Jan 2024