Konten dari Pengguna

Uang Pesangon dari Iuran DPLK Perusahaan, Apa Masalahnya?

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
25 Juli 2024 13:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang karyawan yang dalam proses PHK akibat perusahaannya diakuisisi, bertanya. Apa boleh uang DPLK yang ada dijadikan bagian uang pesangon perusahaan terhadap karyawan? Jawaban singkatnya adalah boleh.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih jelasnya, pada Pasal 58 PP 35/2021 ditegaskan pada ayat 1) pengusaha yang mengikutsertakan pekerja dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat PHK.
Selanjutnya, ayat 2 menyebut "jika perhitungan manfaat dari program pensiun lebih kecil daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha". Dan ayat 3 menyebutkan lagi, "pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 58 ayat 1 tersebut diatur di dalam Peraturan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama".
ADVERTISEMENT
Jadi jelas, iuran perusahaan atau pemberi kerja ke DPLK dapat "dikompensasikan" sebagai uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK) atau Uang Penggantian Gak (UPH) yang menjadi hak karyawan saat berhenti bekerja. Sebagai contoh, bila seorang karyawan di-PHK akibat akuisisi, sesuai PP 35/2021 seharusnya mendapat kompensasi sebesar Rp. 300 juta. Bila iuran perusahaan dan hasil pengembangannya di DPLK mencapai Rp. 200 juta, maka perusahaan tinggal membayar kekurangannya sebesar Rp. 100 juta.
Patut dipahami, pesangon adalah sejumlah uang yang diberikan perusahaan kepada pekerja atau karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ata sebab apapun. Bisa karena pensiun, meninggal dunia atau di-PHK atas sebagai tertentu. Selain kewajiban pengusaha yang diatur di UU No. 6/2023 dan PP 35/2021, pesangon diberikan sebagai bentuk hak pekerja yang telah bekerja untuk masa kerja tertentu dan kemudian berhenti dari pekerjaannya. Maka, perusahaan wajib memberikan uang pesangon kepada para karyawannya yang berhenti bekerja atas sebab apapun (pensiun, meninggal dunia atau di PHK).
ADVERTISEMENT
Terkait besaran Uang Pesangon (UP) itu berbeda-beda. Selain masa kerja dan besaran upah, uang pesangon ditentukan pula oleh sebab berhenti bekerjanya. Di PP 35/2021 setidaknya ada 21 alasan berhenti bekerja. Misalnya, berhenti bekerja akibat pensiun maka mendapat 1,75 kali UP. Bila meninggal dunia mendapat 2 kali UP. Atau bila sebab akuisisi mendapat 1 kali UP. Nah besaran UP-nya sesuai masa kerja karyawan, ada di PP 35/2023. Silakan dicek saja.
Tujuan pemberian pesangon adalah sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada karyawan yang tidak lagi mendapatkan upah setelah berhenti bekerja. Harapannya, uang pesangon yang didapat bisa dipergunakan untuk memenuhi kehidupan sampai mendapatkan pekerjaan lagi atau untuk memenuhi kebutuhan karyawan setelah tidak bekerja lagi.
ADVERTISEMENT
Faktanya, ada perusahaan yang mendanakan pesangon karyawan di DPLK. Semata-mata tujuannya untuk memastikan ketersediaan dana dari perusahaan bila suatu saat harus membayar kan pesangon karyawan atas sebab pensiun, meninggal dunia atau di-PHK. Karena di DPLK, uang pesangonnya terpisah dari aset perusahaan sehingga pasti ada. Agar suatu saat bila diperlukan, dananya sudah tersedia dan hak karyawan tetap dibayarkan sesuai regulasi yang berlaku.
Sementara bila perusahaan tidak mendanakan di DPLK atau istilah "self funding", terus terang kita tidak tahu apakah uang pesangonnya benar-benar ada atau tidak? Tapi pada kenyataan, banyak perusahaan tidak membayarkan uang pesangon karyawan sesuai regulasi dikarenakan tidak tersedianya dana yang cukup. Apalagi di saat bisnis sedang sulit dan "terpaksa" mem-PHK, maka pasti perusahaan mengalami kesulitan keuangan untuk membayar pesangon.
Pertanyaannya, bolehkah perusahaan memberikan uang di DPLK "on top" (lebih dari) kewajiban di peratuan yang berlaku? Atau bolehkah karyawan menuntut uang DPLK "tidak termasuk" uang pesangon yang seharusnya diberikan perusahaan? Jawabnya, boleh-boleh saja. Asal tetap mengacu pada regulasi yang berlaku atau iuran DPLK yang berasal dari perusahaan diatur ketentuannya di Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Silakan saja, asal diatur dalam peraturan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Maka bila ada pemahaman ya.g berbeda tentang uang DPLK yang dijadikan uang pesangon, sebabnya adalah karena kurangnya edukasi dan sosialisasi terkait pendanaan di DPLK. Untuk apa dan bagaimana konsekuensinya? Karena itu, lakukan edukasi terkait uang DPLK yang dijadikan kompensasi pascakerja atau pesangon. Perlu diatur atau tidak di peraturan perusahaan.
Ketahuilah, uang pesangon itu cepat atau lambat pasti dibayarkan. Atas sebab karyawan pensiun, meninggal dunia atau di-PHK. Masalahnya, uangnya sudah tersedia atau belum? Pasti repot bila perusahaan belum mendanakan kewajiban uang pesangon bagi karyawannya. Maka, yuk siapkan pendanaan uang pesangon sejak dini. Agar tidak jadi masalah di kemudian hari. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun